29. Explanation

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seokjin dan Minji sengaja Memberikan ruang lebih kepada Jimin dan Hyunjin, untuk itu mereka hanya mengobrol dan bermain bersama Junyeong di ruang tamu. Sementara Hyunjin dan Jimin berada di teras halaman belakang, saling tatap dan terdiam karena penjelasan Jimin beberapa waktu yang lalu.

"Maafkan aku." Ini sudah ke lima kalinya Jimin bicara tanpa respon selain menangis dari Hyunjin. Jimin memang egois, disaat dia melakukan kesalahan besar seperti ini, dia masih berharap sikap Hyunjin tidak berubah kepadanya. Jimin kemudian tersadar, bahwa tak sepantasnya dia duduk di rumah itu.

Baru saja Jimin beranjak, Hyunjin sudah menahan tangan pria itu agar tak pergi kemana-mana. Sorot matanya masih memancarkan kesedihan yang mendalam, tapi juga ada harapan yang membuatnya lebih terlihat manusiawi dari sebelumnya.

"Aku tidak mau berurusan dengan hidupmu sebagai pembunuh bayaran. Aku adalah teman lamamu, bahkan aku sudah menganggapmu saudara. Jadi, aku hanya ada satu permintaan dan kuharap kau mau mengabulkannya dalam waktu dekat," ucap Hyunjin dengan nada datar. Jimin kemudian duduk lagi, siap mendengar permintaan Hyunjin yang bisa ditebaknya walaupun wanita di depannya ini belum bicara apa-apa.

"Antarkan aku untuk bertemu dengan suamiku," lanjut Hyunjin dengan suara parau.

~

Taehyung nyaris tersedak begitu dia duduk berdekatan dengan Ayahnya ketika minum teh di sore hari. Suasana sejak tadi masih belum berubah, masih hening dan tak ada obrolan sama sekali.

"Jadi, kapan kau akan menikah dengan Minji?" Pertanyaan Ayahnya sukses membuat Taehyung membola. Dari sekian banyak relasi kerja Taehyung dan gadis-gadis yang di list oleh Nyonya Kim untuk bersanding dengannya, kenapa harus nama Minji yang tersebut?

"Aku dan Minji tidak ada hubungan yang lain selain teman," balas Taehyung sambil menyesap tehnya agar tidak terlalu canggung.

"Kenapa? Ayah lihat dia gadis yang baik, selalu ada untukmu. Kenapa kau tidak menikahinya saja?"

Taehyung hanya tersenyum kecil. Apakah menikah semudah itu? Dia belum memikirkan menikah sama sekali. Entahlah, mungkin dia merasa sulit mencintai seseorang yang berbeda lawan jenis dengannya atau memang karena dia belum mau mencobanya.

"Akan kupikirkan lebih lanjut," akhirnya Taehyung memilih jawaban aman agar tidak ditanya lebih jauh mengenai pernikahan atau Minji.

"Kalau begitu, kau bisa mengundangnya untuk makan malam," kata Ayahnya santai. Sorot matanya jauh lebih teduh ketika tidak membicarakan perihal kerjaan.

Taehyung hanya terdiam, memroses kalimat Ayahnya seolah itu adalah soal matematika yang sulit dipecahkan. Jawabannya hanya ada dua, ya atau tidak. Namun, memilih salah satu diantara itu menjadi berat sejak kejadian kemarin.

Sejak Minji menamparnya dengan keras.

Sakit bekas tamparan itu tak seberapa, hanya saja ucapan Minji sangat membekas. Mau tak mau dia mulai berpikir bahwa ucapan gadis itu banyak benarnya. Dan bagaimana dia berusaha menyadarkan Taehyung dari lembah kenistaan yang semakin dalam membuat Taehyung sakit sendirian. Karena sampai saat ini, dia masih menyesali sikap Minji yang terlalu baik dengannya. Taehyung merasa tak pantas untuk mendapatkan itu semua.

"Kulihat jadwalnya dulu. Dia sudak tak bekerja denganku," jawab Taehyung pada akhirnya. Ayahnya mengenyit heran lalu buru-buru menaruh cangkir tehnya.

"Bagaimana bisa?"

"Dia bilang ingin membuka bisnis baru, terkait dengan passion-nya dalam hal tulis menulis dan memasak." Taehyung mencoba menjawab dengan jawaban yang masuk akal karena tak mungkin dia bilang alasan yang sebenarnya.

Ayah Taehyung mengangguk mengerti. Sejurus kemudian Bibi Lee datang tergopoh-gopoh dari lantai dua. Dengan napas tersengal dia memberitahu Ayah dan anak itu suatu informasi, "Nyonya Kim sudah sadarkan diri, dan ingin bertemu dengan Tuan Muda Kim."

~

Jungkook meresapi setiap kata yang didengar olehnya, termasuk fakta bahwa dia sudah menikah dan mempunyai seorang anak. Semakin dia mencoba menggali memori, kepalanya akan terasa sakit. Kalau sudah begitu dia akan meremas rambut hitam berminyaknya untuk meredakan rasa sakit yang menyerang. 

"Kau tidak perlu mengingatnya terlalu keras. Semuanya berproses atau kau tidak akan mengingatnya sama sekali," nasihat Jonghyun ketika Jungkook terlihat meremas rambutnya kembali.

Jonghyun mungkin salah dan dia menerima resiko jika Jimin tidak memakai jasanya lagi setelah ini. Dia merasa harus memberitahu semua informasi penting bagi Jungkook. Jonghyun tahu rasanya hidup tanpa tahu relasi yang bahkan masih memikirkannya dengan baik. Sangat kesepian sekaligus menyedihkan. Dia pernah berada di tahap itu ketika usianya jauh lebih muda, beruntung dia bertemu dengan Yonghwa dan mengajaknya untuk membagi fokus ke dalam dunia kedokteran. Walaupun pada akhirnya kekasih dan orangtua nya meninggal karena sebuah kecelakaan kereta, setidaknya dia senang dengan kehidupannya sekarang yang bisa membantu orang lain.

"Aku tahu itu." Jungkook merespon sambil menyandarkan dirinya di kepala tempat tidur. Kedua matanya terpejam dengan napas tersengal. Sekelebat dia mengingat pernikahannya dengan gadis itu. Raut wajahnya masih tidak terlihat jelas dan pada akhirnya Jungkook menyerah dan membuka kedua matanya.

Jonghyun sedang sibuk menyiapkan makan malam ketika Jungkook memasuki ruang makan dengan kursi rodanya. Kemajuan kesehatan Jungkook sangat pesat. Sekarang dia sudah bisa makan dengan benar, hanya saja belum bisa berjalan dengan kedua kakinya. Ingatannya juga berangsur membaik karena dia mengingat ibu dan kakak iparnya yang juga seorang dokter —Kim Seokjin.

"Kau sudah merasa baikan?" Jonghyun mulai menyendokkan nasi sementara Jungkook mengangguk.

"Lumayan. Berapa lama lagi aku harus tinggal di sini?"

Jonghyun terdiam, lalu melanjutkan makannya.

"Kau tidak suka ya tinggal dengan pria sepertiku?" Jonghyun sedikit tersinggung.

"Bukan begitu, hyung," Jungkook jadi serba salah. "Maksudku, kau bilang aku punya istri dan seorang anak. Aku ingin bertemu dengan mereka."

Jonghyun masih tak menggubris, dia malah mengisi mulutnya dengan banyak makanan sehingga penuh dan dia tak perlu menanggapi ucapan Jungkook untuk beberapa saat.

Tak ada jawaban lagi selain dentingan sumpit dan sendok yang dipakai bergantian. Jungkook jadi merasa canggung, dia memecahkan suasana dengan mengajak tanding bermain ps dengan Jonghyun. Beruntung, dokternya itu mau dan terbakar semangat untuk menang sehingga melupakan perkataan Jungkook beberapa waktu yang lalu.

"Akhirnya aku menang!" Jonghyun memekik bahagia sementara Jungkook tersenyum. Dia sengaja bermain asal demi mood dokternya itu sedikit membaik.

Disela-sela kebahagiannya, ponsel Jonghyun berbunyi. Memperlihatkan sebuah pesan yang membuatnya senyum sendiri.

"Keinginanmu terkabul, Jungkook ssi," kata Jonghyun dengan senyum berlesung pipinya.

Jungkook mengernyit. "Maksudmu apa?"

"Seminggu lagi istri dan anakmu akan datang ke sini menjengukmu."

~



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro