5. Who?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Biarpun Jimin sudah melarangnya untuk tak berkomunikasi, Taehyung tetap menelpon Jimin. Pria itu belum siap apa-apa, termasuk rencana yang matang. Padahal, tenggang waktunya tinggal empat hari lagi. Jimin geram, tapi lagi-lagi dia harus berlaku seperti anak anjing yang penurut. Dan di sinilah dia sekarang, di sebuah restoran mewah yang sengaja di booking oleh Kim Taehyung.

"Akhirnya kau datang juga." Kim Taehyung menyambut Jimin, dengan jemsri yang asik membelai gelas wine kosong.

"Apa maumu?" Jimin to the point, dia tak suka berlama-lama dengan Taehyung. Pria itu banyak bicara sementara Jimin benci hal yang bertele-tele.

Kim Taehyung menggeleng sambil tersenyum, tampak menggemaskan, jika saja tak melihat kepribadiannya yang brengsek dan bipolar. Sorot matanya begitu menyedihkan, sudah dipastikan saat ini dia sedang mempunyai masalah baru, pikir Jimin.

"Minji marah kepadaku karena aku menciumnya." Taehyung tertawa hampa.

"Aku hanya ingin tahu perasaanku, tapi ternyata Jeon sialan masih menguasai hatiku. Benar-benar sialan!"

Jimin hanya terdiam, memilih duduk di depan Taehyung dan meneguk air putih. Dia sedikit gugup, tentu saja. Jimin tidak ingin bertanya atau berbicara. Dia hanya memandang Taehyung yang terus-terusan mengisi gelasnya dengan wine sampai pria itu mabuk.

Jimin menghentikan gelas kesekian saat Taehyung mulai ambruk di mejanya. Ada isak yang tertahan, pilu jika dia mendengarnya. Jimin baru ingat ingin membicarakan masalah pembunuhan berencananya tapi urung. Masalah itu hanya boleh dibicarakan di ruangan Kim Taehyung, tidak di tempat-tempat seperti ini. Tak berapa lama, gadis bernama Minji muncul dengan wajah kesal dan khawatir sekaligus. Menatap Taehyung lalu Jimin –menuntut meminta penjelasan.

"Dia menyebut-nyebut nama Minji. Sepertinya dia ada masalah dengan gadis itu," ucap Jimin tanpa tahu gadis di depannya adalah Minji.

"Kau kerabatnya, kan? Jadi, aku menyerahkan dia kepadamu. Aku tidak mau tahu urusannya." Jimin beranjak, ingin pergi tapi tangannya ditahan oleh Minji.

"Kau Park Jimin, benar?" Choi Minji tak berharap wajah itu terkejut. Tapi sebaliknya, Jimin tertegun dan dia hanya membalasnya dengan menyeringai.

"Benar. Dan kau?"

"Apa urusanmu dengan Kim Taehyung?" Minji memilih untuk menyepelekan pertanyaan Jimin. Dia tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya selama ini. Kim Taehyung beberapa kali menyuruhnya untuk menyiapkan waktu di siang hari, bertemu dengan teman lama, begitulah alasan Taehyung. Namun, Minji tak mudah percaya. Taehyung yang malang tak punya banyak teman.

Jimin tersenyum, belum pernah dia mengobrol selama ini dengan orang lain yang berkaitan dengan Taehyung, apalagi jika dilihat dari penampilan, gadis di depannya adalah rekan kerja Taehyung. Dia melepas genggaman tangan Minji dengan lembut kemudian membisiki gadis itu, "Kalau kau penasaran, kau bisa tanya sendiri kepada Kim Taehyung."

Setelahnya, Jimin meninggalkan Minji yang mengeram kesal. Pria itu, Minji harus tahu latar belakangnya. Dia merasa sesuatu yang tak baik sedang terjadi diantara kedua lelaki tersebut.

~

"Kau tidak ikut? Yakin?" Hoseok sedang mengikat tali sepatunya, sementara Jungkook masih duduk di kursi nyaman sambil menatap komputer.

"Sepertinya aku akan lembur. Lee Sonsaengnim memberikan pekerjaan sore hari, sementara webtoon ini harus terbit tengah malam nanti." Jungkook menerangkan, menurunkan kacamatanya sejenak. "Aku harus menyelesaikannya malam ini."

Hoseok cemberut, pria cerewet itu ingin sekali Jungkook ikut dalam acara makan-makan satu divisi. Dia tak terlalu dekat dengan pria lainnya—seperti Yoongi atau Namjoon. Ya, keduanya memang mempunyai jabatan lebih tinggi, karena itu Hoseok selalu merasa tidak enak terlalu dekat dengan mereka.

Hoseok menghela napas lagi. "Baiklah. Kau jangan lupa untuk makan malam, aku akan meninggalkan ini," ucap Hoseok sambil menaruh satu kotak dosirak di meja Jungkook. Pria itu tersenyum dengan sangat lebar, memamerkan jejeran geligi yang membuatnya terlihat seperti anak kecil.

"Terima kasih, ya. Kau yang terbaik!"

Hoseok mengacak rambut Jungkook sebentar. "Baiklah aku pergi dulu, ya," kata Hoseok begitu melihat Yoongi dan Namjoon keluar dari ruangannya. Sempat berbincang sedikit dengan Jungkook dan kemudian mereka pergi.

Jungkook menyenderkan punggungnya lagi ketika selesai mewarnai lima page gambar di komputer, sempat melirik ke jam tangannya. Sudah hampir jam 10 malam. Dia sudah menghubungi Hyunjin sebelumnya, dan meminta wanitanya itu untuk istirahat.
Ketika Jungkook ingin melanjutkan pekerjaannya, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari nomor yang tak pernah dia lupakan.

From : 010-****-3012

Aku merindukanmu...

Hati Jungkook merasakan nyeri yang sangat begitu membaca kalimat itu. Impresi tentang Taehyung berputar cepat di dalam pikiranya.  Dia berusaha mengabaikan, tapi ponselnya terus menjerit ingin diperhatikan.

Jungkook meremas rambutnya kesal. Luka dihatinya masih belum sembuh benar walaupun dia sudah bahagia bersama Hyunjin sekarang. Jungkook kemudian mematikan ponsel dan memilih untuk melanjutkan pekerjaannya yang harus selesai dalam waktu dua jam.

~

Kim Taehyung menatap nanar ponselnya. Setelah dia sadar telah berada di rumahnya, Taehyung langsung mengirim pesan ke Jungkook. Menghujani dengan pesan-pesan rasa cinta dan sakit yang harus ditanggungnya belakangan ini. Tak peduli bahwa dirinya terlihat lemah dan sangat membutuhkan Jungkook. Karena hanya satu yang terlintas di dalam benak Taehyung.

Dia ingin memiliki Jungkook seutuhnya.

Taehyung kemudian beranjak ke dapur, berniat untuk minum air putih untuk melegakan tenggorokannya yang kering. Dia juga lupa sepenuhnya bahwa dia ingin bertanya dengan Park Jimin soal rencana pembunuhan itu. Memang sempat melihat dan berbicara dengannya, tapi dalam keadaan mabuk dan pikiran yang kacau.

Taehyung mendapati sosok wanita tengah membuat sesuatu di kompornya. Dengan celemek hitam yang hampir tak pernah dijamah oleh Taehyung. Dia langsung tahu bahwa itu Minji begitu wanita itu berbalik untuk memindahkan sup ke meja makan. 

"Kau sudah bangun?" Taehyung mengangguk, lalu duduk di meja makan. Menatap Minji yang menuangkan segelas air putih kepada Taehyung kemudian mengeluarkan kimchi dari dalam kulkas.

"Kau yang mengantarkanku?" Walaupun Taehyung sudah tau faktanya, dia tetap ingin bertanya. Minji mengangguk sambil menaruh Haejangguk di depan Taehyung. Uap panasnya membuat Taehyung sepenuhnya bangun dan merasa lapar.

"Makanlah." Minji mencuci tangan kemudian melepas celemeknya. Hampir menyambar tas tangannya jika Taehyung tidak menahan.

Minji bergeming, kemudian sepasang netranya bertemu dengan manik Taehyung yang menatapnya dalam. Minji berdebar untuk kesekian kali, tapi dia berusaha meredamnya sendiri. Berusaha menghadirkan perasaan lain selain cinta untuk Taehyung, karena sampai kapanpun Minji yakin tidak akan pernah memiliki pria tersebut.

"Duduklah, kau kan tahu aku tidak suka makan sendirian." Taehyung meminta, dengan raut wajah memohon yang terlihat seperti anak kecil di mata Minji. Gadis itu akhirnya menyetujui ajakan Taehyung, seiring dengan memorinya yang ingin menanyakan sesuatu sejak tadi.

"Kalau boleh tahu," Minji akhirnya berbicara ketika Taehyung sudah hampir selesai melahap sup buatannya, "siapa itu Park Jimin?"

To Be Continued

* Sonsaengnim : guru / seseorang yang telah mengajari sesuatu.

*Dosirak : Bekal makan Korea, biasanya berisi kimchi, telur goreng, nori dan sosis goreng dengan gojuchang.

*Haejangguk : Sup yang dimakan untuk menyadarkan diri setelah mabuk.

Voment Eaaaak! Nih aku kasih paha kencang Aa Jimin 😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro