Anjing Pintar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aku bingung. Ada saja manusia yang sudah aku sakiti malah berbalik mengikutiku. Anjing pintar."

Anjing Pintar

Aku tidak menduga Miyuki akan kembali dengan senyuman sengit duduk tepat di belakangku setelah bel masuk berbunyi. Kurasakan tatapan membunuh Miyuki selama jam pelajaran berlangsung. Aku tersenyum simpul, memikirkan bagaimana caranya agar aku bisa bertemu kembali dengan si Jalang yang berani mempermalukanku tadi pagi. Sekilas aku melirik Nakamura di depanku. Dia nampak biasa saja saat Miyuki kembali ke dalam kelas disertai tatapan tidak suka oleh teman satu kelas. Ada saja manusia seperti ini. Aku pikir Miyuki akan membalikan fakta yang aku sebarkan tadi pagi, ternyata tidak. Mungkin dia malas mempersulit keadaan.

Bel istirahat berbunyi. Saat guru keluar dari kelas, tiba-tiba Miyuki menggebrak meja keras. Membuatku berdecak kesal, meliriknya tidak suka.

"Lo makin sini makin nyebelin, sumpah."

Dia tersenyum, sementara semua orang sudah terpancing untuk melihat ke arah Miyuki jengkel, dan beberapa dari mereka mulai menghampiri Miyuki dengan tatapan kesal.

"Ngapain lo gebrak meja kayak gitu, hah! Gak sadar diri lo cabul!" Seorang lelaki berpenampilan urakan menarik kerah seragamnya kasar. Sepertinya dia bakal jadi calon pentolan kelas. Menarik.

Miyuki mengembuskan napas berat, menarik kerah seragamnya. "Sebentar, gue mau klarifikasi yang tadi pagi. Gue difitnah Minami."

"Ngapain Minami fitnah lo? Ga ada kerjaan banget. Baru masuk sekolah, pertemuan pertama. Mana ada anak cewek kayak gitu."

Benar bukan? Mereka tidak akan percaya aku melakukannya. Perempuan memang selalu benar.

Miyuki menatapku tajam, menunjukku. "Lo, jangan ngumpet di balik alibi. Gue sama sekali gak pernah berbuat mesum sama lo. Gue cuma ngerangkul lo, itu pun beberapa detik karena lo gak dengerin gue soal berbaur sama orang."

Wow. Aku terkejut. Akhirnya dia berani juga membeberkan kebenaran. Semua orang mulai kebingungan, antara tidak percaya sekaligus geram dengan pengakuan Miyuki. Mereka sama sekali tidak melirikku. Kecuali Nakamura. Sepertinya dia mulai mengambil alih. Dasar plastik.

Aku menunduk, bersikap seakan-akan takut terhadap tuduhan Miyuki. "Buat apa aku bohongin kalian. Miyuki jelas-jelas buat aku takut."

Miyuki menelan ludah, mengernyit menatapku begitu rupa, "Justru lo yang buat gue takut, Minami. Sikap lo ngeri amat. Gue heran, kenapa juga ada teman yang suka liat temannya menderita." Ia menatap Nakamura, "Aduh, gini amat nasib gue. Difitnah tapi gak ada yang belain kebenarannya kayak gimana."

"Udah lah, ya. Lo jangan sok jadi yang paling teraniaya, Miyuki. Jelas-jelas lo yang salah. Gak semua orang mau dirangkul tiba-tiba apalagi sama orang baru kenal."

Tebak siapa yang jawab.

"Lo berani ambil kesimpulan itu karena lo gak mau memperpanjang masalah sama gue kan, Nakamura?"

Yap. Benar, itu Nakamura. Si manusia plastik. Semua teman sekelas mulai tidak peduli dengan permasalahan Miyuki, mereka lebih memilih pergi ke kantin dan toilet. Malas menanggapi masalah kami. Ya, siapa lagi kalau bukan Miyuki, Nakamura, dan aku sendiri.

"Gue bukannya gak mau memperpanjang masalah. Dan perasaan, gue gak punya masalah sama lo. Gue cuma mau meluruskan dan menyudahi yang sudah terjadi tadi pagi. Okey?"

Dan sekarang aku mulai lapar. Melihat mereka berdebat membuatku  ingin keluar kelas dan pergi ke kantin. Namun seseorang menahanku pergi. Ah, sialan. Aku sudah lapar, bodoh.

"Jangan coba-coba lari dari masalah. Ini masalah serius. Lo baruaja datang dan buat Miyuki jadi korban bullying teman sekelas. Minta maaf."

Aku mengerjap. Untuk apa aku minta maaf. Kitamura Soji, calon pentolan kelas ini masih berusaha meluruskan akar permasalahan tadi pagi. Ia mulai menatapku penuh selidik. Bisa dibilang, dia manusia membosankan. Untuk apa bersikap seperti pentolan tapi masih saja sibuk mengurusi urusan orang lain sampai selesai.

Aku berdeham, menatap Miyuki dan Nakamura yang sepertinya ikut meminta penjelasan dariku. Aku mengembuskan napas pelan.

"Aku minta maaf. Karena aku kalian jadi sibuk menyalahkan satu sama lain. Sejujurnya, aku memang takut. Wajar gak sih kalau perempuan merasa takut dan risi kalau dirangkul secara tiba-tiba? Kamu juga gak mau kan punya adik disentuh sama orang baru kenal? Gak mau kan, Kitamura?"

Kitamura nampak berpikir. Aku melengos panjang, "Ya, aku lapar. Aku mau ke kantin. Takut keburu bel masuk bunyi."

Tanpa merasa bersalah aku pergi meninggalkan Kitamura yang masih kesal denganku, dengan Nakamura yang mulai menyusulku, dan juga Miyuki yang mulai serius meyakinkan Kitamura untuk percaya padanya. Ah, masa bodoh. Aku tidak peduli. Yang penting perutku kembali terisi.

Kantin terlihat lengang. Semua siswa kebanyakan membawa bekal masing-masing. Aku menghela napas, jengkel. Melihat Nakamura mulai mengikutiku. Sialannya dia mulai bergelayut manja di tanganku. Memang dari awal aku harus membiasakan diri dengannya.

"Hei, Minami. Sekarang gue tahu sifat lo yang sebenarnya. Gue gak masalah. Tapi, lo juga harusnya siap ambil risiko kalau ngelakuin sesuatu. Semisal fitnah orang, gitu. Lo harus tanggung jawab."

Aku mendelik, membeli sandwich dan susu stoberi tanpa menghiraukan omongan si plastik. Dia mulai mendadak bijak di setiap kesempatan. Namun kebijakannya tidak menutupi sifat plastiknya.

"Eh, eh, Minami liat tuh!" Nakamura mulai heboh sendiri, menunjuk ke arah datangnya gerombolan siswa kelas dua belas. "Matsuyama Kento. Kamisama.. ganteng banget!"

Mataku melihat gerombolan anak kelas dua belas, tepatnya mungkin pada satu lelaki yang kini mulai jadi pusat perhatian seluruh kantin. Dan menurutku biasa saja. Aku kira si Jalang--

"Dia ganteng banget, sih.. mungkin ini yang dibilang temen-temen di kelas. Cowok paling cool, ganteng, dan selalu menebar senyum. Pengen deh foto bareng sama dia, Minami.."

Aku berdecak kesal, melepas tangan Nakamura yang sedari tadi tidak bisa diam. Mataku menyapu seluruh penjuru kantin, berharap melihat si Jalang walau hanya untuk memperhatikan.

Saat aku duduk, kurasakan seseorang mendesakku untuk ikut duduk di sampingku. Aku mendesis, melirik siapa yang barusaja membuatku kesal di tengah kehebohan kantin.

Benar saja, si Ketua Kelas bodong dengan si Pentolan Kelas duduk di sampingku.

"Gue udah dengar semua cerita Miyuki. Lo emang cewek paling sesuatu, Minami."

Sesuatu? Hah. Aku melahap sandwich malas begitu mendengar pernyataan Kitamura di depanku. Sementara Miyuki, jangan ditanya, dia tersenyum penuh kemenangan.

"Makanya jangan pernah sentuh gue sembarangan. Lo mau senasib sama Miyuki? Dijauhin satu kelas itu belum seberapa. Ini masalah harga diri gue sebagai perempuan." Aku menjawab sengit, melihat Kitamura yang mulai menggelengkan kepala sambil berdecak panjang.

"Benar juga. Perempuan memang harus dihormati. Gue setuju. Dalam kasus ini Miyuki yang salah. Tapi dengan cara perlawanan Minami yang terlalu ekstreem."

Miyuki yang semula percaya diri mulai terkejut dengan jawaban Kitamura, "Lo kok belain Minami? Kan gue yang difitnah."

Aku tersenyum simpul, mendekat, berbisik di telinga Miyuki. "Jangan salah. Perempuan selalu benar, Miyuki."

Miyuki mendesis, melihatku begitu rupa. "Lama-lama gue pensiun jadi ketua kelas kalau punya teman sekelas kayak lo."

"Kenapa?"

"Lo emang sesuatu, Minami. Gue ngeri. Tapi, gue dapet pelajaran juga. Lama-lama gue suka sama lo."

Aku menaikan kedua alis terkejut, sementara Kitamura tersedak saat makan, "Justru lo yang sesuatu, Miyuki. Lo sinting. Masa lo suka sama orang yang jelas-jelas jatohin lo di depan semua orang. Dasar aho!"

"Antonim suka maksudnya. Jangan geer! Gemes gue, kalau aja lo bukan cewek. Habis lo gue tampol pake tangan Saitama."

Kitamura terbahak. Aku menggeleng pelan melihat sikap Miyuki yang sudah bingung menjelaskan seberapa bencinya dia padaku.

"Oh, iya, gue mau ke toilet. Lo mau ikut?"

Aku menggeleng, Nakamura yang sedari tadi memotret idola sekolahnya itu mulai pergi dari pandangan. Enyah saja sekalian.

"Lo gak ikut?" Tanya Miyuki yang mulai memasang wajah sungkannya. Kenapa bertanya kalau masih merasa kesal dan tidak suka padaku?

Aku menggeleng. "Dia mungkin bukan ke toilet. Tapi balik ke teman-temannya di kelas."

"Gue juga mau ke kelas. Katanya ada tugas, gue belum beres mau nyontek dulu. Dah."

Giliran Kitamura yang mulai tergesa-gesa menghabiskan makanan dan meninggalkan kami menuju kelas. Sekalian menyebarkan fakta bahwa aku benar-benar memfitnah Miyuki. Ah, masa bodoh. Paling teman sekelas menjauhiku. Ada untungnya juga.

Sekarang Tinggal kami berdua, Miyuki yang masih menatapku begitu rupa. Mungkin dia gengsi, atau sungkan kalau saja memukul perempuan tidak menjatuhkan harga dirinya. Apalagi di depan umum seperti ini.

"Hei, Minami."

"Apa? Tugas gue beres."

"Bukan itu. Lo punya pacar?"

Aku menggeleng. Pertanyaan di luar nalar.

"Lo mau jadi pacar gue?"

Hah? Aku sontak tertawa. Sejak kapan dia mulai merencanakan sesuatu sampai menyatakan perasaan bencinya itu padaku dengan berlebihan.

"Gue masih waras. Gue gak mau."

Miyuki mengernyit, "Emang yang pacaran itu gak waras?"

"Yang gak waras itu, jelas-jelas lo benci sama gue tapi kenapa lo tiba-tiba ngajak pacaran? Kan gak normal."

"Di kelas semua orang benci sama gue. Dan setidaknya gue bisa berteman sama lo sekarang. Dan lo gak larang. Asal gak sembarang sentuh lo, kan?"

Aku mengindahkan pernyataan Miyuki. Sebentar, aku punya ide.

"Lo mau gak jadi teman gue? Seenggaknya kalau jadi pacar kan amit-amit. Apalagi lo yang agak sesuatu. Gue saking bencinya sama lo, gue speechless. Bingung. Padahal lo udah fitnah gue habis-habisan. Mungkin pesona lo yang sesuatu itu yang buat gue bingung buat bersikap benci sama lo."

Aku makin tidak mengerti dengan jalan pikiran Miyuki. Entah, bodohnya murni. Tapi, apa salahnya punya teman se--bodoh Miyuki. Ah, yang penting tidak se--plastik Nakamura.

Aku tersenyum. "Gak usah minta kalau mau berteman. Bukannya gue sekelas sama lo? Berarti secara gak langsung kita itu teman."

"Gak. Gak semua dari mereka itu teman gue." Miyuki tersenyum miris, "Seenggaknya gue ketemu lo yang agak sesuatu. Bukan sesampah Nakamura."

Benar saja. Ternyata dia mulai membenci Nakamura. Tidak heran, aku memakluminya. Karena aku tahu alasannya.

"Karena lo teman gue, lo mau gak bantu gue?"

"Apapun. Berurusan sama lo emang susah buat nolak. Sekali nolak gue tahu akibatnya. Bikin ngeri."

"Ah.. baik banget." Aku tersanjung, memang benar. "Beneran?"

Miyuki menyipitkan mata. "Lo emang nyebelin, Minami."

Aku terkekeh, melirik ke arah gerombolan siswa kelas sebelas yang barusaja datang. Mataku menajam, si Jalang barusaja datang dengan berbagai sapaan dari warga kantin. Semuanya nampak memujinya. Dan juga menghormatinya. Namun tidak seheboh laki-laki anak kelas dua belas tadi.

Aku menyikut Miyuki, "Siapa dia?"

"Dia Ketua Osis periode baru. Kalau gak salah namanya Fujiwara Kanna. Cantiknya mirip Hashimoto Kanna, waifu gue."

Oh. Ketua Osis. Target sudah ditemukan.

"Miyuki, lo gak keberatan bantu gue, kan?"

"Bantu apa?" Miyuki menatapku penuh selidik, "Jangan-jangan, ini ada hubungannya sama--"

"Lo tahu akibatnya kalau nolak, kan?"

Miyuki menelan makanannya pelan. Enggan memberi komentar. Tanganku terulur, mengusap puncak kepala Miyuki pelan.

"Anjing Pintar."

--------

Lagi suka sama Miyuki 😂



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro