Kesepakatan Anjing Loyal

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sulit untuk mengatakannya, tapi, kalau bukan ulahmu sendiri, apa yang akan kau lakukan? Marah? Atau sebaliknya, merasa bosan sendiri? Andai saja kau mati dengan tanganku sendiri. Pasti menyenangkan, kan? Dasar anjing malang."

__________

Kesepakatan Anjing Loyal

Mataku terbuka perlahan. Putih. Dimana-mana warna putih. Dan wajah seseorang.

"Lo udah siuman?"

Aku mengerjap, merasakan bagian leherku sedikit sakit. Tapi kenapa tangan dan kakiku sulit digerakan? Sebentar!

Aku melirik ke arah seseorang di sampingku, "Kenapa lo iket gue, heh?! Kenapa tangan sama kaki gue lo iket kayak gini?! Miyuki!"

"Gue takut lo melampaui batas kayak tadi, Minami! Makanya gue sama Kak Matsuyama dan anggota unit kesehatan sekolah ikat lo."

Aku memejamkan mata perlahan, berusaha mengatur napas agar amarahku terkendali. "Mereka tau apa yang terjadi, Miyuki? Terus kemana si Berengsek? mana cutter gue?!"

"Gu-gue bilang ke mereka kalau lo pingsan gara-gara marah sama gue yang ketahuan selingkuh. Terus gue minjem tali buat antisipasi kalau lo bangun gak bisa nyerang gue."

Aku menghela napas lega, alasan yang masuk akal tapi memaksakan. Tapi--

"Si berengsek mana? Cutter gue mana?"

Miyuki mendekat, memegang tanganku, menggenggamnya. "Dia titip lo ke gue. Dia tanya kenapa lo sampai brutal kayak tadi. Dan.. gue dengan alasan jitu gue bilang kalau lo temen smp gue. Gue cerita kalau lo punya trauma dengan pelaku pelecehan sampai lo gak mau disentuh apalagi dicium sama sembarang orang. Dan dia percaya kenapa lo bawa-bawa cutter karena alasan perlindungan diri. Dan.. dia tahu cutter itu murni punya lo. Bukan punya Kak Fujiwara Kanna."

Aku menelan ludah sulit. Ternyata Anjing-ku ini benar-benar luar biasa bisa diandalkan. Aku tersenyum.

"Terima kasih Miyuki. Lo emang yang paling mengerti keadaan gue."

Miyuki memutar mata jengah, "Jangan libatkan gue lagi sama Kak Matsuyama Kento. Dia saingan gue dapetin Kak Fujiwara Kanna."

Aku terkekeh. "Budak cinta."

"Gimana rasanya?"

Aku merengut, "Maksud lo?"

Miyuki menatapku sentimen, melepas semua tali yang mengikat kedua tangan dan kakiku. Setelah semua terlepas aku mendudukan diri bersandar pada bantal, kembali bertanya.

"Maksud lo apa Miyuki? Yang jelas?"

"Gimana rasanya? Lo dapet ciuman dari primadona idola para cewek di sekolah?"

Aku berdecih, aku kira dia akan bertanya soal apa. "Menjijikan. Dia itu udah melakukan pelecehan dan dia harus dapet pelajaran karena berani melecehkan gue. Sialnya gak ada cctv di lorong bahkan di dekat ruang konseling."

Miyuki tertawa, perasaan tidak ada yang harus ditertawakan. Dia mulai aneh.

"Mana cutter gue?"

Tawa Miyuki berhenti. "Mulai sekarang cutter lo gue sita, Minami. Lo bahaya."

Si Anjing ini mulai menyebalkan. Aku turun dari ranjang dan mulai mendekati Miyuki, menyudutkannya berusaha mengintimidasinya. Dia menatapku tidak mau kalah. Aku mendekatkan wajahku padanya, berbisik tepat di telinganya.

"Mana cutter gue? Gue harus ketemu sama si Berengsek--"

"Gue bakal kasih cutter lo asal lo bisa kendalikan diri lo di setiap saat, Minami."

Saat aku hendak meraih tas miliknya dengan paksa, ponsel di tasku bergetar, bersamaan dengan ponsel Miyuki. Aku menarik diri, meraih tas dan mengeluarkan ponsel, memeriksanya. Dan, notifikasi dari grup kelas SMA ku benar-benar membuatku ingin tertawa habis-habis an. 

"Gawat! Minami!" 

Miyuki melirikku. Aku balas meliriknya dengan senyuman.

"Hidup lo gak bakal tenang kalau videonya udah kesebar, Minami Akira. Gue turut prihatin, lo bakal menghadapi para anak perempuan bar-bar fans Kak Matsuyama Kento setelah ini."

Aku tidak tahu, siapa yang tidak punya pekerjaan sampai-sampai menguntit Matsuyama Kento dan aku di ruang konseling. Anehnya, dia merekam kegiatan kami berdua pada saat sebelum Miyuki datang, dan berhenti merekam saat Miyuki datang. Seolah-olah kami seperti pasangan kekasih yang sedang bertengkar dan melakukan hal-hal tidak senonoh di depan ruang konseling. Bayangkan. Ruang konseling. Kenapa tidak di kelas atau di ruangan lain? Citra ku semakin buruk di sekolah ini. 

Biasanya, aku yang selalu melihat orang lain merisak temanku dan aku akan menontonnya dengan senang hati. Tapi, sepertinya, situasi yang akan datang malah berbalik padaku. 

"Miyuki, boleh gue pulang bareng sama lo?"

***

Benar saja. Barusaja aku pingsan beberapa menit setelah kejadian situasi mulai beralih menjadi semakin rumit. Tadinya, aku hanya ingin menyelesaikan urusanku dengan satu, ah tidak, dua targetku, si Jalang dan si Berengsek saja. Tapi sepertinya targetku mulai bertambah. Entah siapa yang berani merekam adegan paling berengsek itu dan menyebarkannya di grup chat kelas, bahkan grup chat sekolah dan media sosial. Judulnya masih masuk akal.

DUA SISWA TERTANGKAP BASAH MELAKUKAN ADEGAN MESUM DI DEPAN RUANG KONSELING, SANGAT TIDAK SOPAN DAN TIDAK BERMORAL

Diketahui Siswa asal kelas dua belas A berinisial MK dan siswi asal kelas satu A berinisial MA melakukan adegan mesum tersebut...

Dan yang membuatku berpikir sampai saat ini, keterangan di bawah artikel judul tersebut. 

Aku tidak tahu Miyuki menaiki sepeda menuju sekolah. Alhasil aku duduk di belakang diboncengi Miyuki di sepanjang jalan pulang sekolah. Pukul setengah enam sore, waktu yang baik melihat matahari sedikit lagi terbenam. Warna jingga begitu mendominasi langit. Miyuki mengayuh sepeda dengan sangat hati-hati. Entah apa yang dipikirkannya, aku sedikit beruntung bisa berteman dengannya hari ini. Hari pertama sekolah yang sangat menyebalkan. Dia melarangku bertemu dengan si Berengsek dahulu, dan langsung membawaku pulang. Tidak lupa dengan cutter-ku yang ia simpan di dalam tasnya. 

"Kenapa lo terkesan berusaha banget buat bantuin gue ya, Miyuki? Padahal dari awal gue udah jahat banget sama lo."

"Insting."

Aku memutar mata, "Maksud lo? Ngomong yang jelas?"

"Insting yang buat gue berusaha buat melindungi orang. Seenggaknya, gue pernah bantu dan melindungi orang yang jelas-jelas pernah menyakiti gue."

Aku tertawa. Mungkin dia benar-benar terlahir bodoh secara murni. 

"Lo tahu, difitnah depan orang banyak itu gak enak. Apalagi sama orang baru kenal."

"Fitnah orang itu seru, Miyuki! Apalagi sebar di sosial media."

Aku tersenyum miris, menyindir diriku sendiri. Mungkin saja video laknat itu sudah dilihat si Berengsek dan dia kini sedang berusaha membujuk si Jalang untuk percaya padanya. Tapi, kalau sudah begini, Fujiwara Kanna, Ketua Osis itu tidak akan tinggal diam duduk manis melihatku santai seperti ini. Sudah terbaca situasi keesokan harinya seperti apa. Aku hanya bisa mengikuti alurnya. dan begitu kesempatan tiba. Ketiga targetku akan kuhabisi secara perlahan. Tunggu saja.

"Minami!"

Senyumku memudar. Aku tersentak ketika Miyuki menghentikan sepedanya dengan kuat. Aku mendelik, menepuk bahunya pelan, "Ada apa?"

Miyuki menghela napas, "Ada anjing ditabrak mobil di depan gue."

ANJING!

Aku membulatkan mata, kebetulan kami sudah memasuki jalanan sepi dan tidak terlalu ramai kendaraan. Aku melihat ke arah bahu Miyuki, dan benar saja di depan kami ada seekor Anjing barusaja tertabrak dan sekarat. Begitu banyak darah menggenangi tubuh dan jalanan di depan. Tanpa bicara aku turun dari boncengan sepeda dan menghampiri anjing yang mungkin saat ini sedang sekarat seperti biasa aku lihat. Kakinya bergetar tapi tak bisa membantu. Matanya terbuka dengan percikan darah dimana-mana. Tangannya bergetar berusaha meraih apapun namun tak bisa. Aku menghela napas, meraih tubuh anjing itu dan meletakannya di pinggir jalan. Miyuki yang antusias melihatku ikut menepikan sepedanya. 

"Dia sekarat. Kasihan." Miyuki melirikku, dan mataku masih terpaku pada anjing di hadapanku saat ini. "Hoddie lo kotor, Minami."

"Cutter gue mana?"

Aku menoleh, mendapati Miyuki mulai merengut tidak mengerti. 

"Buat apa?"

Aku berdecak, "Lo gak kasihan liat dia natap lo tapi lo gak bisa nolong sampai dia mati?"

"Ya terus?" Miyuki mengeratkan tasnya awas, "Lo mau ngapain nanyain cutter?"

"Mana dulu?"

Miyuki, dengan tangan bergetarnya membuka resleting tasnya dan mengeluarkan cutter milikku itu, memberikannya dengan ragu. 

"Enggak bakal gue kasih." 

Aku berdecak, berdiri dan mencari batu atau benda tajam yang sekiranya bisa aku gunakan. Miyuki terlihat semakin bingung, sampai aku menemukan sebuah potongan batu besar dan berat. Aku mengambilnya dan kembali berjongkok di depan bangkai anjing tadi. 

"Minami, jangan bilang lo--MINAMI!"

Dug!

Percikan darah segar begitu terasa menghantam wajah, tangan, dan hoddieku. Kuhantam batu itu berkali-kali pada leher dan kepalanya sampai anjing itu berhenti merintih dan kupastikan dia mati. Wujudnya menjadi aneh. Jadi aku membantunya mempercepat ajalnya dengan cara seperti ini. Tidak menarik, karena dia sudah sekarat terlebih dulu. Dan murni bukan perbuatanku sendiri. Di sisi lain Miyuki terus berteriak ketakutan  dan membuatku semakin kesal dibuatnya. Dasar anjing tidak berguna.

"Lo gila, Minami! Kenapa lo pukul pakai batu, goblok!"

Aku mendongak, "Gue cuma bantu dia, Miyuki. Biar dia gak terus kesakitan. Sekarang kan udah mati jadi dia udah gak sakit lagi." Aku melepas jaket hoddie merahku, kujadikan media untuk membungkus anjing ini. Miyuki yang melihatnya semakin menggedikkan bahu. Bukannya membantu malah berdiri tidak jelas, dasar lelaki.

"Dasar gak waras! Terus lo mau apain anjingnya, Minami Akira?"

Selesai membungkusnya, kudekap anjing itu, memeluknya. Kebetulan hanya ada sedikit bercak darah di pakaian seragam sekolahku. Jadi aku tidak terlalu pusing menutupnya. 

"Mau gue bawa pulang, Miyuki. Mau gue kubur. Gue juga gak mau kali ditabrak orang terus gak diurus dengan baik sampai liang lahat. Atau gak dikremasi dengan baik."

Miyuki menggeleng, "Gue gak tahu jalan pikir lo. Gue menyerah."

Aku mengangkat bahu acuh. Kami kembali menaiki sepeda untuk pulang. Bedanya, kini kami membawa bangkai anjing. Dan Miyuki mulai mengayuh sepeda dengan cepat.

Sesampainya di rumahku, Miyuki menepikan sepedanya dan mengikutiku masuk ke dalam rumah. Rumahku berada di daerah komplek yang tidak terlalu banyak orang tinggal di daerah sana. Sisanya rumah kosong. Karena komplek perumahan ini biasa digunakan orang-orang supersibuk yang singgah hanya untuk beberapa hari dan pergi lagi untuk bekerja di luar negeri. 

Kebetulan, rumah kami memiliki pekarangan di belakang rumah yang biasanya digunakan untuk beberapa pohon dan tanaman kecil. Tapi Ayahku membuatnya sedikit luas beberapa meter hanya untuk pemakaman kecil. Lahan untuk semua binatang korbanku sedari dulu.

Aku mengajak Miyuki memasuki rumah, dan menyuruhnya untuk duduk menunggu sementara aku mengambil beberapa peralatan yang akan kami bawa ke belakang rumah. Setelah aku kembali membawa sekop dan sarung tangan Miyuki berdiri dan mengikutiku dari belakang. 

Miyuki berdeham, "Ibu dan Ayah lo kemana?"

"Mereka belum pulang kerja."

Miyuki ber-oh ria. Dia mungkin tidak peduli. "Gue ngerasa canggung masuk rumah lo dalam keadaan lo sendirian di rumah. Tapi, gue ngerasa lebih ngeri kalau cuma ada lo di rumah ini. Lo susah diprediksi, Minami."

Mendengarnya aku menghela napas. Perasaan aku tidak melakukan dan bertingkah di luar batas. Biasa saja. Seperti biasa.

Setelah mengubur bangkai anjing tadi di dekat beberapa kuburan bangkai yang aku ciptakan, aku menghela napas lega. Miyuki membantuku dengan ragu-ragu dan itu membuatku kesal.

"Nah, sekarang, mana cutter gue?"

Mendengarnya Miyuki refleks mundur menjauh, memegang tas nya erat. Menatapku tajam, 

Aku mengindahkannya, melangkah mendekatinya hingga dirinya tersudut di tembok. Miyuki nampak berpikir, tatapannya tidak lagi takut, melainkan menantangku.

"Gue bakal kasih lo cutter asal lo mau ngelakuin apa aja buat gue, Minami Akira."

To the point. Aku tersenyum miris, ternyata dia Anjing yang benar-benar tidak tahu diri. 

Dia menghela napas berat, "Gue.. udah gak sanggup liat lo dalam waktu sehari ini. Semua kegilaan lo, dan keanehan lo.. gue gak bisa tahan. Gue menyerah."

"Terus? Lo pikir gue gila, gitu?"

Miyuki tertawa hambar, "Lo gak nyadar, Minami?"

Aku mendelik sebal, memperhatikan tas yang berisi cutter milikku itu lekat.

"Gue mau lo.. bantu gue biar gue bisa deket sama Kak Fujiwara Kanna. Gue bakal kasih cutter lo kalau lo bisa bantu gue, dan lo bisa kendalikan diri lo sendiri. Ngerti?"

Aku mendengus, menahan tawa dan tawaku pecah. Ya ampun, Miyuki.. dia menginginkan timbal balik yang benar-benar tidak berguna. Kenapa harus Fujiwara Kanna yang selalu ada di matanya? Kenapa tidak perempuan lain? Dan kenapa harus targetku? 

Miyuki menggeleng, memegang bahuku agar aku tetap fokus padanya. Dia semakin menatapku tajam seolah berhasil mengancamku.

"Dan gue bakal jadi anjing setia lo."

"Gue terima."

Tanpa pikir panjang aku mengiyakan tawarannya. Yang penting dia jadi anjing pintar-ku. Anjing loyal yang selalu membantuku dan mengerti keadaanku. 

"Sampai gue pacaran ya, Minami. Gue gak mau Matsuyama Kento jadi pacarnya dia." Dia mulai membuka resleting tas dan memberikan cutter milikku. Akhirnya, "Awas! Pakai buat perlindungan, bukan buat kekerasan."

Aku tersenyum puas, kutarik paksa cutter milikku dan akhirnya dia kembali. Mataku melirik seseorang di dekat pintu. Sontak Miyuki ikut melirik apa yang aku lihat dan tubuhnya membeku di tempat. Tanpa terasa percakapanku dan Miyuki mulai diketahui Ibuku yang entah sejak kapan muncul di balik pintu pekarangan dengan sebilah pisau di tangannya.

"Sudah pulang, Minami? Dan.. temanmu?"

-----

Akhirnya update juga. Gak papa gak ada yang read. Itung-itung tabungan buat nanti direvisi terus update di platform lain atau self publish :'v

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro