DOCUMENT 0.1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Jadi kau bilang mereka juga melakukan percoban padamu? Tapi siapa mereka ini?"

Ivana mengangkat kedua bahunya sambil terus berjalan menyusuri jalanan sepi Below. "Sudah kubilang, aku pun tak tau mereka siapa. Lagian, itu cuma cerita ibuku, nggak mungkin kau percaya, 'kan?" Mata gelapnya nyalang menatap sekitar penuh waspada. Senternya dia arahkan ke sudut-sudut sempit, rumah para sampah tak terurai.

Lelaki di sebelahnya, berbekal senter yang sama, mengerutkan dahinya. "Tapi, bisa jadi ibumu serius, lho. Setelah sekian lama manusia berkekuatan muncul, baru kali ini ada kasus ganda—"

"Itu cuma kebetulan!"

"Kau udah lapor ke pemerintah Above?"

Gadis itu terdiam beberapa saat. Langkahnya ikut berhenti bersamaan dengan kepalanya yang mendongak menatap langit malam. Beberapa puluh meter di atas mereka, sebuah dataran mengambang dengan cahaya temaram yang indah. "Mereka nggak perlu tau soal itu, dari dulu cukup kau sama Nathan." Senternya kembali berpatroli menyusuri gang-gang sempit berudara lembap. "Mereka bahkan nggak peduli, kalo rakyat di bawah mereka hidup sengsara, mereka milih nutup mata dan pura-pura nggak tau tentang itu dari atas sana."

Ganesha mengusap ke belakang rambut cokelat tuanya sambil menghela napas, berusaha berpikir rasional. "Tapi bisa jadi kekuatan keduamu itu bahaya. Siapa sangka tiba-tiba kau punya tanduk? Atau tiba-tiba ginjalmu empat—"

Kekehan singkat keluar dari mulut Ivana. Patroli berpasangan dengan Ganesha tidak pernah membahas hal normal. "Bung, kalo bener begitu, pasti dari awal Nathan udah bilang, 'kan? Tenang aja, anak itu genius!" Ditepuknya pundak lelaki yang sudah lama menempel dengannya.

Melihat Ganesha dilingkupi keraguan, Ivana teringat akan pertemuan pertama mereka bertiga yang tidak disangka-sangka saat SMA. Itu sungguh kenangan yang buruk, tetapi karena itu pula mereka mengingatnya hingga saat ini. Tahun pertama di SMA khusus manusia berkekuatan, tiga remaja itu diseret dalam satu projek lomba nasional. Nathan jelas menjadi satu-satunya di antara ketiga manusia itu yang paham betul konsep mutasi genetik, sementara Ivana dan Ganesha sukses menjadi tim penyemangat dan baca doa.

Sejujurnya, saat itu mereka mengakui kebodohan mereka sendiri karena merekayasa genetik, dan para guru yang asal pilih kandidat untuk diikutkan lomba yang bisa dibilang cukup bergengsi di kalangan pelajar SMA. Nathan memang memiliki kekuatan yang mampu merubah struktur kimia suatu medium, tetapi kekuatan Ivana dan Ganesha tidak membantu sama sekali. Ivana hanya mampu melihat hantu, yang dia sendiri tidak yakin apakah itu termasuk kekuatan super atau indra keenam, sementara Ganesha memiliki kekuatan mempercepat waktu untuk dirinya sendiri.

Awalnya, semua berjalan normal. Sampai kelinci yang mereka gunakan sebagai subjek menjadi liar dan bermutasi dengan brutal saat penilaian tiba. Detik itu juga, seisi gimnasium perlombaan heboh. Polisi dari Above sampai turun tangan mengatasi kelinci mutan yang besarnya setengah kali gimnasium dan terus membesar seiring waktu. Amukan kelinci mutan itu menewaskan beberapa peserta dari Below, tetapi sama seperti sebagaimana harusnya, Above tidak peduli, dan ketiga remaja jantungan itu tidak dikenai denda apapun kecuali beban moral mereka sendiri.

"Kau tau?" Ivana menyampirkan helai panjangnya setelah ditiup angin sepoi-sepoi, lagi-lagi tanpa mengalihkan pandangan dari sudut-sudut gelap. "Aku lagi ada—"

"Diem dulu." Satu tangan Ganesha terangkat, menghalangi Ivana untuk terus maju. "Ada yang nggak bener, kau denger?"

Gadis di sebelahnya refleks menajamkan pendengaran. Dalam satu tarikan napas, Ivana mengaktifkan kekuatannya. Pandangan gadis itu berubah kebiruan. Kini, apa yang dilihatnya bukan lagi jalanan atau benda mati lainnya, melainkan energi kehidupan sebuah makhluk, termasuk arwah-arwah yang berseliweran di udara sekitar mereka.

Netranya yang kini sewarna biru laut menyala, nyalang menguliti tiap-tiap makhluk hidup yang bergerak. "Nes, arah jam tiga ada yang lari!" Sekali gerakan, tangan gadis itu menyambar pistol di sabuk khususnya sambil melesat maju menyusuri jalanan perumahan kumuh warga Below.

Dengan Ganesha memimpin di depan, Ivana tak perlu takut menabrak benda mati yang kini tak bisa dilihatnya dengan jelas. Isi kepala kedua pemuda itu hanya berfokus pada siapakah sosok yang mereka kejar.

"Van, pegang lenganku!"

Tak perlu tahu alasannya, dia melakukan apa yang Ganesha perintahkan detik itu juga, menunjukkan sebesar itulah rasa percaya Ivana pada sahabat lamanya itu.

Seketika segalanya berhenti. Angin, suara, waktu, hanya mereka berdua dengan kendali penuh atas masa. Bahkan arwah dalam penglihatan Ivana ikut berhenti detik itu juga.

Dalam hati, Ivana tahu bahwa kekuatan yang berkaitan dengam waktu adalah milik Ganesha. Namun, baru kali ini dirinya melihat Ganesha memengaruhi waktu bersama orang lain.

"Ikuti aku." Ivana melangkah lebih dulu dengan langkah tergesa tanpa melepaskan pegangannya pada Ganesha. Dia bukan gadis bodoh yang perlu diberitahu mengapa harus menyentuh Ganesha saat lelaki itu mengaktifkan kekuatannya. "Orang itu ada di depan sana—"

"Ah, cepat! Aku sudah mulai lupa!"

"Hah? Baru sebentar, loh?" Meski demikian, Ivana tetap mempercepat langkahnya. "Tahan, Nes. Udah di depan." Itu pasti efek samping dari perubahan probabilitas yang Ganesha ciptakan dengan menghentikan waktu bersama orang lain.

Di belakangnya, lelaki itu mengeram panjang. Kepalanya berdenyut luar biasa, seakan otak dan tempurung kepalanya diremas tangan tak kasat mata. "Aku ... nggak bisa lagi!"

Sentakan kekuatan menimpa mereka beberapa meter tak jauh dari sosok yang dikejar. Tubuh Ganesha luluh latak di aspal jalanan kecil, sementara Ivana lekas meringsut bangkit dan kembali mengejar. Napasnya tersengal-sengal, tetapi langkah panjangnya tak berhenti bergerak memacu kecepatan.

"Berhenti!"

Sosok berjubah hitam itu mengindahkan seruan Ivana dan malah menambah laju larinya. Ivana masih belum menyerah, hanya tinggal sedikit lagi tangannya dapat meraih jubah hitam yang sedang berkibar itu. Satu lonjakkan lari, Ivana pikir dirinya berhasil meraih sosok misterius itu. Nyatanya, dia salah.

Ivana mendapati tubuhnya melayang di udara, begitu pula dengan sosok di depannya. Orang ini jelas bukan dari golongan Below yang memiliki kekuatan di rata-rata. Instingnya mengatakan bahwa sosok ini sangat berbahaya jika tidak segera ditangkap, entah kejahatan apa saja yang sudah diperbuatnya sampai melarikan diri dari penyidik.

Dari balik topeng hitam legam yang digunakannya, sepasang mata tajam menyoroti Ivana yang meronta di udara. "Ini peringatan untukmu, Nona." Suara terdistorsinya, ditambah posisi mereka yang berada di bawah lampu jalanan temaram mampu membuat rambut di leher Ivana berdiri. "Berhenti mencariku, sebelum kau yang bernasib sama dengan korbanku yang lain."

Sosok ini jelas sudah membunuh seseorang.

"Nonaktifkan kekuatanmu!" Dari belakang, Ganesha mendekat perlahan seraya mengarahkan senjatanya. Bentuknya serupa dengan pistol pada umumnya, tetapi menggunakan amunisi berupa mikrolaser yang dapat melumpuhkan kekuatan target beberapa saat. Napasnya terengah-engah, keringat membahasahi pelipis beserta lehernya yang ditenggeri kerah seragam dan dasi khusus penyidik.

Ivana berhitung singkat, mengamati lekat-lekat sosok bertopeng misterius di depannya. Hanya perlu satu tarikan napas dan konsentrasi penuh untuk mengaktifkan kekuatannya.

Ada yang aneh dengan sosok ini. Arwahnya ... memiliki lapisan yang tidak wajar. Ini pertama kalinya Ivana melihat kasus seperti itu. Arwah manusia pada umumnya hanya terdiri dari satu lapisan, tetapi yang ini bahkan lebih dari tiga.

"Ini peringatan terakhir. Nonaktifkan kekuatanmu!" Ganesha menggertak, memasang kuda-kuda kokoh. Tangannya memegang erat-erat senjata yang sudah ditarik pelatuknya. Napas lelaki itu dengan cepat berangsur-angsur normal dan kembali tenang.

Alih-alih menurut atau menyerang, sosok itu malah tertawa dengan suara terdistorsi, seakan mendengar rekaman tape lama. "Justru aku sedang memperingati kalian, Penyidik. Berhenti mencariku sebelum kalian menjadi targetku selanjutnya—"

Bzzt!

Ganesha menggertakkan geliginya sambil berdecih kesal.

Sosok itu menatap kosong Ganesha sambil memiringkan kepala. Tembakan itu berhasil dia hindari, hanya terpaut beberapa inci dari kepalanya. "Kalian sendiri yang meminta." Tangan kanannya terangkat, memperlihatkan telapak tangan beserta jemari yang sebelumnya tertutup lengan panjang jubah.

Baik Ganesha maupun Ivana yang sudah menonaktifkan kekuatannya membulatkan kedua mata mereka tak percaya. Jemari hingga pergelangan tangannya hitam sewarna galaksi dengan sulur-sulur ungu mengerikan. Baru kali ini sepasang penyidik itu melihat makhluk aneh seperti sosok di depan mereka.

Sosok itu mendekat ke arah Ivana dan mencengkeram kedua pipinya dengan satu tangan mengerikan itu. "Sampai bertemu lagi, Nona."

Detik selanjutnya, sosok itu mengempaskan Ivana dan menjentikkan jemarinya.

Ivana hanya melihat cahaya menyilaukan datang dari jemari sosok misterius, diikuti suara kencang memekakkan telinga. Pada detik berikutnya, Ivana mendapati dirinya tersungkur di tanah, tak jauh dari Ganesha. Sementara tempatnya mengambang tadi, tercipta lubang hasil ledakan yang cukup dalam.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro