03. Zaskia_putri

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebagai penulis, pembaca, sekaligus pelajar, masa pandemi ini menjadikan saya lebih banyak mengisi waktu saya di rumah dengan membaca buku-buku yang belum pernah saya selesaikan. Saya juga banyak mengikuti challenge dan proyek menulis yang diadakan beberapa penerbit dan komunitas supaya kemampuan saya tidak berkarat. Saya juga mengikuti beberapa seminar untuk memperdalam ilmu saya.

Sebagai seorang pelajar, saya memang merasa dirugikan karena pembelajaran daring menghambat kemampuan belajar saya. Sedangkan, sebagai penulis saya banyak diuntungkan untuk mengolah kembali semua tulisan yang telah saya buat. Memperbaiki kekurangan saya, membaca, berlatih menulis, membaca, mengikuti kompetisi, membaca, merangkai sinopsis, juga membaca. Sangat disayangkan, pandemi ini membuat salah satu buku antologi saya terlambat terbit karena pegawainya dirumahkan. Saya juga merasa sedih karena penulis kesayangan tidak bisa menerbitkan buku yang sudah saya tunggu-tunggu akibat alasan yang sama. Selain kedua hal tersebut, pandemi menyebabkan saya tidak dapat mengunjungi toko-toko buku dan terpaksa harus berbelanja online yang tidak semuanya ditanggung ongkir. Kabar paling baik yang saya terima waktu itu yakni, penulis kesayangan saya berjanji akan memublikasikan buku baru secara daring di platform gratis sebagai salah satu usahanya menghibur para pembacanya supaya bisa betah di rumah. Keren, ya?

Dalam dua tahun ini, saya sangat menyadari betapa banyak kontribusi penulis selama masa pandemi. Bukan hanya penulis, penerbit-penerbit mayor juga meluncurkan banyak buku yang didiskon dengan tagline ‘#Dirumahsaja’ tidak sampai di sana, jaminan gratis ongkir dan beli banyak lebih murah juga diikutsertakan untuk mendukung gerakan #Dirumahsaja ini.

Berdasarkan apa yang saya tahu, jumlah masyarakat Indonesia yang suka membaca jadi meningkat selama pandemi ini, terlebih membaca buku yang terbit secara digital. Informasi ini saya dapatkan di salah satu seminar yang mendatangkan pendiri salah satu platform menulis daring, yakni Kwikku yang banyak menjadi favorit selama pandemi. Dinyatakan dalam diagram batang, sebuah survei yang telah dilakukan Gramedia terhadap penggunaan internet menunjukkan bahwa 85% orang mencari E-book, survei ini berasal dari tahun 2019 dan seminar ini saya ikuti pada 31 Oktober 2020. Saya pikir, jika pada 2019 saja sudah banyak orang yang menyenangi buku-buku digital, bukankah di masa pandemi bisa jadi jauh lebih meningkat? Bagi salah seorang penulis platform, tentu saja ini merupakan angin segar.

Meskipun begitu, ada juga kabar memilukan tentang para penulis yang mengalami pembajakan, karya-karyanya disebarluaskan dalam bentuk PDF. Padahal, apa susahnya menghargai sesama di masa seperti ini? Tagar antiperbajakan sempat marak sekali waktu itu, ada penerbit dan toko buku yang mengalami kerugian. Di balik sisi menyenangkan, ada juga yang menyedihkan. Hidup memang seperti dua sisi koin.

Semua pasang surut suka-duka yang bermunculan dalam dunia literasi ini membuat saya memikirkan satu pertanyaan:

Lantas, apa yang bisa saya lakukan sebagai penulis?

Saya mungkin tidak bisa menawarkan cerita luar biasa seperti penulis kesayangan saya, tapi saya senang bisa berbagi ilmu yang saya punya di komunitas yang saya ikuti. Saya juga senang cerita-cerita pendek dan fanfiksi yang saya tulis bisa menghibur pembaca baru dan pengikut saya selama masa pandemi. Saya senang ketika teman saya mempercayakan kemampuan saya untuk jadi orang yang mengomentari sinopsisnya. Saya berusaha sebaik mungkin untuk memberikan apa yang saya punya walau sedikit. Saya bukan penulis besar yang memiliki karya-karya hebat dan bisa menghibur banyak orang selama pandemi ini seperti yang dilakukan penulis kesayangan saya, tapi saya senang usaha kecil saya bisa sedikit berkontribusi untuk sesama penikmat karya.

Teruntuk para penulis senior dan berpengalaman yang menginspirasi saya melakukan hal-hal baik, yang menggerakkan pikiran saya untuk berpikir, “Kamu harus melakukan sesuatu! Sedikit saja.” Saya benar-benar berterima kasih. Dan, ketika berpikir seperti ini, saya berharap ada orang-orang di luar sana, yang entah saya kenal atau tidak juga tergerak melakukan sesuatu, sehingga rantai perbuatan ini tidak putus dan kita bisa bersama saling bahu-membahu untuk menguatkan.

Saya tidak aktif menulis belakangan ini dikarenakan sedang berada di tahun terakhir masa SMA saya. Tak hanya hiatus menulis selama beberapa waktu, saya sangat jarang bertukar ilmu dengan teman-teman saya lagi dan nimbrung dalam diskusi. Pada masa itu, pada masa-masa saya tidak lagi memberikan apa pun, saya merasa kosong. Namun, di saat bersamaan saya merasa lega karena pandemi tidak lagi seburuk itu. Iya, tentu saja masih buruk. Tapi, setidaknya orang-orang sudah mulai membiasakan diri dengan keadaan, kehidupan New Normal pun dimulai.

Selama masa hiatus sesekali saya membuat flashfiction untuk menemukan esensi menulis dan mengobati kerinduan saya. Pada saat itu, tidak ada hal yang membuat saya lebih iri dibandingkan melihat teman-teman saya mulai melambungkan nama di platform-platform menulis. Naskah-naskah yang dulu kita bedah bersama kini sudah memiliki rumah dan pengunjung tetap yang bahkan bersedia membayar untuk terus melihatnya. Mereka juga masih sangat pengertian dan menanyakan kabar naskah saya, saya hanya menjawab bahwa saya belum bisa menerbitkan sebuah novel dan masih senang menuliskan cerita pendek. Entah kenapa saya lebih menikmati masa-masa membuat sinopsis dan menyusun outline daripada mengeksekusinya.

Ini adalah tulisan pertama yang saya buat setelah sekian lama dan saya senang bisa menceritakan semua ini. Sebelum menuliskan ini, saya melakukan riset kecil-kecilan dan menanyakan pengalaman teman-teman saya sebagai penulis/pembaca/ilustrator selama masa pandemi. Berikut pesan yang saya ketik dan saya kirimkan ke grup komunitas kami dan saya pasang di status Whatsapp:

Bagaimana pengalaman kalian sebagai penulis/pembaca/illustrator selama masa pandemi? Misalnya, karena pandemi ini jadi tidak bisa ke Gramedia atau semacamnya.

Tidak berselang lama, saya mendapatkan beberapa balasan:

Selama pandemi menjadi semakin aktif menulis, negatifnya kerepotan kalau mau riset ke Perpusnas (Perpustakaan Nasional)

Jujur saja, saya lebih sering melakukan riset dari buku-buku yang telah saya baca, internet, dan melakukan diskusi daripada pergi ke perpustakaan. Namun, sebagai pelajar saya juga merasakan kesulitan ini karena tidak bisa meminjam buku ketika perpustakaan ditutup. Padahal, kami dituntut belajar mandiri selama daring.

Benar-benar tidak bisa ke Perpusnas dan Gramedia, jadi menghabiskan bacaan yang ada di rumah saja yang paling tidak enak adalah tidak bisa menyentuh sembarangan barang ketika di luar, entah di mall atau di manapun. Positifnya, menjadi lebih produktif dalam menulis cerita dan memperdalam ilmu.

Nah, sama banget. Saya juga tidak bisa pergi ke Gramedia selama dirumahkan dan walau sekarang sudah dibuka kembali, rasanya masih sulit untuk pergi ke sana karena kondisi kantong tidak memungkinkan, hehe. Saya juga awalnya merasa jengkel karena tidak bebas memegang benda apa pun ketika berpergian. Biasanya saya suka menyentuh pegangan tangga atau eskalator, sering juga menempelkan tangan di pintu kaca, bahkan memegang-megang hiasan yang saya anggap lucu. Tapi semua itu tidak lagi saya lakukan.

Sekali lagi, saya setuju, pandemi ini memang membuat seseorang jadi produktif. Setidaknya saya produktif pada akhir 2020 lalu.

Tidak terlalu berpengaruh. Sama seperti biasa karena memang jarang ke mana-mana dan lanjut beli buku online seperti biasa.

Sedikit tidak bisa relate di bagian ‘… lanjut beli buku online seperti biasa.’ Karena saya penggemar baca gratisan dan murah. Tapi sebagai orang yang juga lebih sering di rumah, dirumahkan itu bukan perkara raksasa, haha.

Paling ngaruhnya jadi agak takut-takut kalau ketemu orang. Kalaupun ketemu, orang itu harus pakai masker dan cuci tangan dulu. Kalau masalah keluar enggak terlalu ngaruh karena memang senang di rumah, memasak, menonton, membaca dan menulis. Kalau mau jajan tinggal Go food, palingan enggak bisa ke warung bakso langganan. Selebihnya biasa aja. Karena dasarnya udah bosen liat jalanan, sedihnya karena engga bisa pulkam aja, sih.

            Pas baca aku langsung mikir, ‘Mimiku banget’ beliau suka cemas ketemu orang ketika masa awal pandemi dan mendadak sangat protektif terhadap kebersihan. Lagi-lagi pandemi menyebabkan orang-orang menjadi lebih produktif, apa cuma saya yang justru mengalami kemunduran di tahun kedua? Sayangnya sifat produktif ini harus dibayarkan dengan tidak bisa pulang kampung lagi, sedih.

Pandemi ngaruhnya cuma di pekerjaan. Susah mencari pekerjaan dan banyak kehilangan job. Tapi memang menulis jadi makin produktif. Kalau di kehidupan sehari-hari memang kurang berpengaruh karena aku introvert. Jadi enggak terasa sudah berjam-jam.

Oh, soal pekerjaan. Itu memang jadi salah satu masalah terberat yang dialami banyak orang di masa pandemi dan saya tidak bisa menentukan apakah pandemi yang menyebabkan tingkat produktivitas menulis justru naik adalah kabar baik atau sebaliknya. Tapi sebagai teman dan sesama penulis, saya senang kakak ini masih memiliki hal yang suka ia lakukan di tengah-tengah masa seperti ini.

Setiap hari kerjanya menggambar mulu, hehe.

            Hebat. Saya tidak bisa gambar dan sering iri dengan pembuat komik yang ahli bercerita dan juga bergambar. Kakak ini jago.

Hehehe, keren nih pada produktif. Aku malah mengalami demotivasi menulis, engga tahu juga kenapa. Tapi, lumayan fokus bikin WB (World Builiding)

            Apa demotivasi sama dengan writer block, ya? Tapi, aku kurang lebih sama dengan kakak ini. Ketika masa pandemi kemarin, jauh lebih produktif menciptakan sinopsis, outline dan rancangan dunia untuk cerita yang akan datang daripada melahirkan karya baru. Kenapa bisa begitu, ya? Jika ditanya apakah masih suka menulis, tentu saja saya cinta. Cuma kemarin rasanya hubungan kami datar saja.

Aku selama pandemi malah tambah produktif dan hunting event.

Seru, nih. Aku juga awalnya rajin banget hunting event, bahkan sekarang bisa dibilang mulai aktif berburu lagi setelah lama hibernasi. Satu-satunya kesedihan hunting event di masa pandemi ini adalah tidak mampu memenuhi persyaratan membeli satu ekspemplar karya sendiri karena uang sangu kena lockdown. Parah, sih. Sedih banget. Padahal selama pandemi ini event menjamur dan tiap kali buka sosmed informasi soal event berhadiah uang bisa ditemukan dengan mudah.

Sebagai ketiganya (Penulis, pembaca, dan ilustrator) pengalamanku selama pandemi menjadi lebih leluasa. Karena emang keseringan di rumah, jadi makin sering menggambar, menulis, dan membaca baik buku maupun novel.

Lagi-lagi makin produktif. Setelah dilihat-lihat sebenarnya pandemi itu banyak untungnya juga, ya. Memang ada dukanya, tapi di balik itu semua sukanya juga banyak. Bukan hanya penulis, komikus, dan pembaca juga punya keuntungan masing-masing. Menurut saya, penting sekali untuk menyikapi semua kondisi dengan melihat sudut positif dan terbaiknya lebih dulu, karena hal itu bisa memicu rasa senang. Guru saya selalu bilang, ‘Jangan lupa bahagia.’ Beliau yakin bahwa kebahagiaan juga salah satu aspek untuk menjaga kesehatan dan yang terpenting, bahagia itu gratis. Tergantung bagaimana cara kita memaknainya.

      Pandemi enggak pandemi aku emang jarang ke Gramedia, sih, wkwk. Tapi, pulang sekolah kadang ke Puskot buat baca komik/manga (komik Jepang), sekarang udah jarang ke sana, hiks.

      Di kotaku Perpustakaan Kota enggak punya komik, apalagi manga. Sedih banget, jadi rada iri baca ceritanya. Terus temanku ini lanjut memberi komentar:

      Tapi, sisi baiknya waktu buat menggambar dan belajar menggambar jadi lebih banyak. Bahkan waktu liburan tahun ajaran kemarin, aku bisa gambar 1 potret sampai selesai—sekarang engga secepat itu karena tugas sekolah dan multimedia, sih.

      Selain itu, karena gabut, aku iseng-iseng bikin TikTok. Ternyata algoritma TikTok jauh lebih baik daripada IG, masuk fyp (explore-nya TikTok) sama nyari mutual (teman atau teman untuk saling follow) pun lebih gampang. Dan selama pandemi ini, dengan makin banyak waktu nonton anime, baca Webtoon, dan baca fanftct—haluku makin menjadi-jadi.

      Keren banget. Temanku ini adalah seorang artist yang aktif memublikasikan karyanya di Instagram. Tapi, katanya algoritma Instagram kurang bersahabat, peluang untuk muncul di ruang pencarian pengguna lain sangat minim karena beberapa aspek. Karena itulah, doi mulai gambar juga di TikTok, secara rutin membagikan aktivitas gambarnya dalam bentuk video pendek dengan audio yang asik.

Memang, ya, kalau udah cinta sama sesuatu bakalan dicari terus caranya, gimana supaya karyanya bisa lebih banyak dikenal dan anak-anaknya bisa lebih dicintai. Hebat. Barang kali di antara pembaca tulisan ini ada yang aktif menggambar juga, bisa mulai PDKT sama TikTok atau penulis yang mau coba promosi di ranah aplikasi ini juga bisa. Saya lihat, banyak orang yang suka membaca tulisan-tulisan pendek yang ada di video TikTok, saya salah satunya. Mungkin nanti bisa promosi di sana dengan menyisipkan kalimat-kalimat quoteable atau cuplikan isi/blurb cerita kalian yang bisa bikin para TikTokers langsung kepo sama tulisan kalian. Apalagi kalau nanti bisa bangun jejaring mutual antar sesama penulis/pembaca/ilustrator dan saling promosi juga mendukung satu sama lain. Wah, keren, tuh. Selamat mencoba!

      Selama pandemi saya jarang keluar rumah sehingga lebih produktif dan bisa sering sama baby terus. Sekolah juga online. Kalau sekolah offline, saya pasti menghabiskan 8+ jam di luar rumah, sering ninggalin baby. Kegiatan sosialisasi dengan tetangga juga minim, tapi saya memang jarang ngobrol sama tetangga jadi, yah, selow aja. Kerjaan, dapat order lebih banyak, mungkin karena setahun ini saya berusaha mengimprovisasikan terus. Penting untuk sering sedekah aja, karena banyak yang kurang beruntung selama pandemic.

Banyak banget pesan yang saya dapatkan dari balasan Kakak  ini. Saya sampai enggak bisa berkata-kata waktu bacanya, tersentuh banget. Semoga pembaca tulisan ini bisa merasakan hal yang sama, ya.

Pandemi memang membawa banyak hal, baik dan buruk selalu beriringan seperti menarik dan membuang napas. Kita mendapatkan sesuatu yang baik sebagai ganti apa yang buruk dan tidak kita peroleh. Waktu luang yang banyak bisa dimanfaatkan sebaik mungkin untuk terus memberikan manfaat bagi orang-orang yang tak harus di sekitar kita, bisa juga untuk melihat ke dalam diri sendiri dan melakukan reparasi diri atau self-healing.

Akhir kata, teruslah berbuat baik, teruslah mencintai diri sendiri, teruslah berbahagia, teruslah melakukan sesuatu yang membuat kalian senang, dan teruslah melihat sesuatu dari sudut pandang yang positif. Jangan lupa bersyukur dan terus berdoa. Kita sama-sama pasti bisa melewati apa pun yang kurang menyenangkan dan mendapatkan bahagia di akhir nanti. Pengalaman-pengalaman yang dibagikan di sini, semoga bisa memberikan manfaat. Kita mungkin tidak saling mengenal, tapi tidak masalah. Semoga ada yang bisa kalian ambil dari tulisan ini.

Terima kasih sudah membaca.

Nama: Zaskia Putri

Username Wattpad: Zaskia_putri

Username Instagram: putri_ambarwati09

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro