07. Labirin

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'Sebenarnya mau aku apa? Doa-doa aku di jaman dulu udah diijabahin sama Allah, tapi sekarang kenapa jadi nggak bersyukur?'

Bermonolog tanya dengan putus asa. Dada Uzma terasa sesak. 

'Apa tujuan hidup dia selain musik? Selain pengen jadi penyanyi, komposer masyhur?'

Sambil membenahi letak hijab abu-abu dengan kedua tangan, Uzma menanyakan pertanyaan perihal Jaehwan kepada senyap, menatap wajahnya di pantulan cermin.

Seumur tiga bulan menikah, ia belum menemukan tujuan hidup lain dari sosok suaminya, selain perkara musik. Ia ingin sekali menanyakan kepada Jaehwan--tapi itu tidak mungkin--perihal masih adakah hasrat untuk lebih mendekat ke arah-Nya seperti yang ia harapkan.

Beginilah paradoks perasaan Uzma. Dia bahagia bisa menikah dengan Jaehwan, tetapi di sini lain, dia juga merasa sedih atas pernikahan yang ada karena selama ini, dia mengidamkan sosok suami yang bisa membimbingnya bisa lebih mendekat ke arah-Nya. Sejauh menjadi penggemar, Uzma hanya sebatas menjadikan Jaehwan suami halu, tak pernah lebih.

"Yeobo." Suara bass Jaehwan memanggil Uzma setelah berhasil membuka pintu kamar.

"Kau lama sekali berdandan," cicit Jaehwan yang memilih menunggu di depan pintu, "Kau sudah imut dan cantik. Tidak perlu memakai make up tebal, Jenong."

Lamunan Uzma buyar. Wajah yang barusan tampak muram berubah otomotis menjadi cerah, tapi bibir lembapnya cemberut.

"Jenong?" Uzma merajuk sebal seraya memicing Jaehwan di pantulan cermin dengan netranya yang sudah ber-softlens. Belum lama Jaehwan tahu arti dari kata jenong, sekarang sudah main meledekinya dengan sebutan demikian.

Jaehwan tertawa kecil. "Memang kenyataan 'kan keningmu jenong?" Masih saja meledek.

Uzma mendengkus. Menoleh ke arah Jaehwan yang tengah riang jail.

"Ya, Si Cuping Telinga Yoda!" Uzma pura-pura kesal, berhasil membuat Jaehwan tertawa kecil lagi.

"Ini anugerah, Yeobo. Banyak yang menyukai cuping telinga caplangku, loh. Bahkan Bora dan Sejoon saja suka sekali. Mereka kerap menjewerku," sahut Jaehwan. Ia memegangi sebelah cuping telinga caplangnya yang katanya seperti Yoda di film Star Wars.

Uzma mendengkus tanpa menimpal sepatah kata pun lagi.

"Aku juga sangat menyukai kening jenongmu, Yeobo. Kau pasti tahu, kening jenong masuk dalam standar kecantikan perempuan di sini. Kau seharusnya bersyukur." Jaehwan meledek lagi, kini kaki panjangnya yang terbalut jeans melangkah mendekati Uzma.

"Oh, jadi kalau keningku tidak jenong, kau tidak akan menyukai keningku begitu?" cicit Uzma dengan langkah Jaehwan yang semakin mendekat.

"Bersangka buruk itu dosa. Aku menyukaimu apa adanya. Mau keningmu jenong atau tidak, itu bukan masalah." Jaehwan mengelus kening jenong Uzma.

Uzma mendengkus. Bibir kecilnya manyun ke arah Jaehwan.

"Masalahnya adalah apakah kau juga menyukaiku apa adanya, hmm?" tanya Jaehwan seraya tersenyum hingga memamerkan lesung pipitnya.

Uzma tetap bergeming, menatap wajah Jaehwan yang sebenarnya tengah meledek. Bukan menjawab, dada Uzma terasa sesak.

"Ya! Istriku sering sekali tetiba melamun. Kau terpesona dengan wajah tampan suamimu, ya?" Jaehwan mengatakan itu dengan menaikkan sebelah alis untuk menggoda Uzma. Pula membenahi letak rambut hitam poninya.

"Pasti. Kau sangat tampan, Yeobo." Uzma mencoba membanggakan hati lelaki 30 tahun itu. Lolos membuat Jaehwan mesem-mesem bahagia.

Sesaat kemudian, mereka beringsut bersiap pergi di musim semi ini ke Busan. Ke rumah kediaman ibu Jaehwan.

***

Mengisi waktu senggang yang akhirnya ia dapatkan setelah sederet kepadatan promosi album solonya, Jaehwan memutuskan berkunjung ke rumah ibunya di Busan bersama Uzma. Ia adalah anak lelaki tipikal sangat menyayangi keluarga. Di mana terdapat waktu senggang, ia lebih menghabiskannya untuk mengunjungi ibunya di Busan atau ayahnya yang tinggal di Daegu. Pula ke rumah Zahid di Itaewon.

"Tidak usah membantu kami di sini. Kau pasti lelah setelah menempuh perjalanan beberapa jam dari Seoul. Sudah. Lebih baik cari Yusuf. Suruh dia mandi. Dia itu--"

"Aku sudah mandi, Umma," interupsi Jaehwan, melintasi pantry, mengenakan handuk kimono abu-abu dengan rambut hitamnya yang masih basah. "Aku sudah bukan bocah lima tahun lagi. Jangan bawa-bawa aku yang malas mandi seperti dulu, Umma."

Nyonya Noura yang tengah mengambil kecap ikan di pantry menoleh ke arah anaknya yang mendadak melintas.

"Nah, kau 'kan sudah mempunyai istri. Rajin-rajinlah mandi, Yusuf-ie," ucapnya, setelah berhasil melengok ke arah Jaehwan.

Jaehwan mendesah. "Aku sudah rajin mandi dari zaman sekolah menengah. Umma selalu saja menghilangkan fakta itu."

Uzma di sebelah ibu mertuanya yang sedang mencoba membantu mengambil bumbu masakan, menukik senyum geli mendengarkan keluh Jaehwan.

"Kenapa kau tersenyum begitu, Yeobo? Kau senang suamimu dipermalukan oleh Umma-nya sendiri seperti ini, hm?" Jaehwan berkeluh lagi. Bibirnya lebih maju untuk mencakap itu dengan nada bass mengirama kesal.

Uzma tampak apatis. Ia malah berbisik dengan ibu mertuanya, lalu tertawa kecil, membuat Jaehwan bertambah kesal, berprasangka buruk.

'Pasti sedang membicarakanku!' desah Jaehwan dalam benak.

"Yusuf itu tipe lelaki pemalas. Dia kerap menaruh barang-barang pribadinya secara sembarangan. Nanti tinggal dia membutuhkan barang-barang itu, lupa menaruhnya di mana, dia akan menjengkelkan sekali dengan merengek terus ke orang lain untuk meminta mencarikannya. Dasar Anak Manja!" Kini tinggal suara kakak perempuan Jaehwan yang tetiba memojokkannya. Mendadak bergabung ke sekitaran pantry mensejajari Jaehwan, lalu menjewer cuping telinga caplang yang adik lelakinya itu miliki.

"Ya! Noona!" decak Jaehwan, menoleh ke arah Yoon Ah, menatap kesal.

Nyonya Noura dan Uzma otomatis menoleh ke arah Jaehwan lagi. Menahan tawa geli. Bibi Bitna, sosok paruh baya yang menjadi pembantu rumah tangga di rumah itu pun ikut menahan tawa geli seraya menyalakan kompor di top table yang telah tertumpu wajan dengan sedikit olive oil di atasnya.

"Ahjumma, bahkan kau tidak mendukungku juga," keluh Jaehwan ke arah Bibi Bitna. Lalu menghempas napas kasar.

"Yeobo, jangan diam saja. Beri dukungan untuk suamimu ini," lanjut Jaehwan, kini sorot matanya mengarah ke Uzma yang masih menahan tawa.

Yoon Ah langsung membuat kode silang dengan kedua tangannya ke arah Uzma. 'Jangan!'

Uzma menukik senyum. "Itu memang benar sekali. Dia memang lelaki dewasa dengan tabiat bocah."

"Manja sekali, 'kan?" sahut Yoon Ah.

Uzma mengangguk. Jaehwan semakin lesu. Menginterupsi pula, "Efek anak bungsu."

"Dan efek anak sulung selalu dicap galak, begitu?!" Yoon Ah melirik ke arah adiknya, mendongak, menatap sinis.

"Itu memang benar. Kau galak sekali kepadaku, Noona!"

"Aku galak karena kau sering jail, bertindak sesukamu di kondisi yang tidak pas."

"Iya, tapi bisakah marah dengan cara yang lembut?"

"Mwo? Marah dengan cara yang lembut? Tidak ada konsep seperti itu, Yusuf-ie!"

"Ya sudah. Itu tandanya memang kau galak. Jangan mengelak lagi, Noona!"

"Tapi galakku adalah tanda sayang!"

"Tetap saja itu namanya galak!"

"Galakku adalah wujud perhatian!"

"Sudah, jangan tambah mengelak. Kau galak, Noona. Tidak boleh didebat lagi!"

Pasangan kakak adik itu malah sibuk berdebat satu sama lain, tidak ada habisnya layaknya bocah, padahal sudah sama-sama dewasa dengan Yoon Ah sudah mempunyai anak lelaki umur lima tahun. Menjadikan Nyonya Noura mengambil tindak agar mereka segera enyah dari dapur karena malah rusuh.

Mereka berdua menurut, beringsut pergi dengan decakan satu sama lain yang masih tampak terdengar seiring langkah yang semakin jauh.

"Begitulah mereka, sikap bocahnya tidak pernah pudar jika sudah bersama," ucap Nyonya Noura kepada Uzma. Lalu beralih ke top table untuk mulai memasak bersama Bibi Bitna.

***

Setiap Jaehwan pulang ke rumah, sudah menjadi kebiasaan Nyonya Noura memasak sendiri untuk anak lelakinya itu, Bibi Bitna hanya membantu. Pasalnya, Jaehwan sangat menyukai cita rasa masakan ibunya sendiri.

Kali ini Uzma tengah membantu ibu mertuanya membuat kimbap, tengah menggulung lembaran nori dengan roll bambu. Pastinya lembaran nori yang sudah dituangkan rataan nasi terteman sosis, sayuran, telur, hingga acar lobak kuning.

Sejak memasak, Uzma banyak mendapat cerita tentang Jaehwan dari Nyonya Noura; mulai dari cerita Jaehwan kecil yang sulit sekali untuk mandi, kecintaan Jaehwan kepada musik yang mengikuti jejak ayahnya, sampai makanan kesukaan.

"Sebenarnya Yusuf suka dengan cumi-cumi, tapi tubuhnya malah alergi. Jika dia bandel makan; bibir, wajah, lidah, dan tenggorokannya akan bengkak," cerita Nyonya Noura seraya melakukan hal yang sama dengan Uzma, menggulung kimbap.

Uzma mengangguk seraya mengulas senyum. Sebenarnya ia sudah tahu jika Jaehwan alergi cumi-cumi, bahkan sebelum menikah dengan lelaki itu. Secara, ia kan sosok Ray, pula paling mengagumi Jaehwan melebihi kagumnya pada member lain di Dazzle. Banyak sekali info yang ia tahu perihal Jaehwan, termasuk makanan kesukaan dan makanan yang malah menjadi alergen itu.

"Kebiasaan dia tidur dengan lampu terang, apakah masih sama?" Kini Nyonya Noura menoleh ke arah Uzma.

Uzma yang malah melamun dalam lokatraya, menimpal tolehan itu, tersenyum lagi seraya mengata, "Tidak, Sieomeoni. Karena aku sendiri justru tidak bisa tidur dengan lampu menyala terang, dia mengalah. Awalnya, dia kerap bangun sesaat-sesaat, tapi lama-lama katanya sudah merasakan nyaman."

"Bagus.Pasti kau pintar kasih Yusuf pengertian secara baik-baik, Myeoneuri," timpal Nyonya Noura. Netranya berbinar cerah.

Uzma hanya menukik senyum, menimpali, "Tidak juga, Sieomeoni."

"Yusuf sangat menyanyangimu, Myeoneuri. Pasti dia akan banyak menuruti apapun keinginanmu. Jadi ...." Perkataan Nyonya Noura menjeda.

Uzma tetap bergeming menunggu lanjutan perkataan ibu mertuanya.

Kilatan netra sipit Nyonya Noura menyempatkan melirik ke arah Bibi Bitna yang tengah menggoreng ayam di sebelah Uzma. Lalu memerintah Uzma untuk lebih mendekat ke arahnya. Membisiki sesuatu.

Perlahan, bisikan sesuatu itu berhasil membuat dada Uzma ngilu. Ada keresahan yang mendadak menghujamnya. Ada sebuah beban yang tetiba menjejal sesak. Pula, ini menjadikannya tambah merasa semakin tersesat dalam ruang kosong yang simpang siur. Perasaannya semrawut.

Uzma sungguh semakin merasa terjebak dalam ruang kosong simpang siur. Sebuah labirin yang terus membuatnya berputar-putar penuh resah mencari jalan keluar. Mencari titik terang.

_______________

Translate:
Umma: mama
Sieomeoni: ibu mertua (dari pihak lelaki) Noona: kakak perempuan (jika yang menyebut lelaki)
Myeoneuri: menantu perempuan
Ahjumma: bibi
Mwo: apa

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro