25. Bogoshipeo

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Wardah masih tidak tahu bagaimana perasaan yang sesungguhnya pada Aybars. Namun, seberapa besar pun ia mengelak garis kehidupan yang tengah tersentak, nyatanya tidak bisa mengubah apa pun.

Lagi pula, takdir tidak semata-mata bisa berubah karena ia menginginkannya, 'kan?

Biarlah. Sekalipun ia masih belum bisa peka akan perasaannya sendiri karena kerap memanipulasi, ini bukan sebuah masalah besar lagi. Mungkin memang Aybars adalah yang terbaik untuknya, dari-Nya yang kerap ia pesankan dalam doa-doa panjang sebelum menikah. Aybars adalah masa depannya, maka dari itu ia harus bisa menerima Aybars dengan tulus mulai detik ini, tanpa pernah mengeluh lagi. Sudah, itu saja.

Cinta itu, apakah masih bisa dibutuhkan di posisinya ini? Entah, Wardah tidak paham. Tetapi, ia pikir, ia cukup menyayangi Aybars dan sangat menghormatinya, bukankah ini sudah cukup untuk membina keluarga yang tetap harmonis?

Uzma membaca ulang kalimat-kalimat yang barusan ia buat untuk lanjutan bab kisah Wardah di salah satu platform menulis online. Menyempatkan membenarkan sedikit typo yang ada, membaca ulang, untuk kemudian mengulas senyum.

Selalu ada rasa lega ketika Uzma berhasil menulis tentang kisah Wardah yang mengambil konsep masalah hidup mirip dengannya. Lega karena dengan menulis, ia bisa melepaskan bebannya, curhat secara tersirat.

Seperti kini. Tulisannya barusan nyaris 100 persen curhatannya. Tentang dirinya yang mulai merasa nyaman dengan Jaehwan dan mulai detik ini tidak mau merisaukan apa pun lagi, menerima Jaehwan sepenuhnya. Toh, Jaehwan perlahan-lahan sudah menjadi pribadi yang lebih baik; seperti salat 5 waktunya tidak lagi bolong, untuk saat ini, itu lebih dari cukup, sekalipun jelaslah ia masih menginginkan Jaehwan bisa berubah lebih banyak lagi. Tidak apa, ini hanya masalah waktu, ia percaya suaminya bisa menjadi sosok yang lebih taat lagi ke depannya.

Wardah mengulas senyum sembari menatap langit senja dari balik rooftop rumahnya. Angin mendesau, menakali lengkungan hijab merah yang ia kenakan. Kemudian menutup kedua netra amber yang ia miliki, merasakan hembusan angin lagi dengan kejaman mata itu, merasakan kenyaman mendalam yang tengah menyelimutinya kini.

Oh, ternyata begini bahagianya mendapati hatinya bisa tentram setelah nyaris satu tahun menikah dengan Aybars kerap merisau. Wardah baru tahu, ini nyaman sekali.

Di detik selanjutnya, Wardah bersemoga, kenyamanan hatinya akan langgeng, hingga ajal yang akan memutusnya.

Uzma menulis paragraf penutup bab untuk kemudian ia klik "publikasikan" sebelum dipratinjau satu kali. Keluar dari aplikasi, menutup laptop.

Masih sama, seperti yang baru ditulisnya, Uzma juga tengah merasa sebahagia ini. Lega pada akhirnya bisa merasa nyaman dengan Jaehwan, sekalipun ia belum juga bisa paham perihal apakah ini sudah bisa dikatakan cinta yang sempurna. Namun, seperti Wardah kepada Aybars, ia tidak peduli lagi akan satu itu. Sungguh tidak peduli.

Tanpa sadar, Uzma melengkungkan bibir kenyalnya dengan masih duduk berselonjor di atas kasur, dengan laptop tertutup di atas kedua pahanya yang dilapisi bantal.

Mendadak menjadi merindukan Jaehwan yang kini tengah melakukan tur konser dunia, tepatnya sedang di Singapura. Ingin menyapa lelaki itu. Menanyakan pertanyaan basa-basi.

Uzma bersemangat, menyempatkan menyelipkan poni rambutnya yang panjang ke selipan cuping telinga, sebelum akhirnya menaruh laptopnya ke nakas, beralih mengambil ponsel.

Yusufku, bagaimana geladi bersih hari ini, apakah berjalan lancar?

Ketik Uzma di kolom pesan Line. Membaca ulang, tetapi kemudian bergegas menghapus pesan itu.

Eh, tapi tunggu. Uzma mendelik perihal apa yang malah barusan dilakukan. Salah pencet, malah mengirimnya ke Jaehwan. 'Dasar ceroboh!'

Jaehwan yang sedang online, jelaslah di detik kemudian sudah terbaca, membuat Uzma menggigit bibir bawahnya dengan kuat. Kemudian cepat-cepat keluar dari Line. Membuang ponselnya ke kasur sembarang. Cemas nian perihal kalimat pesannya yang memanggil Jaehwan dengan "Yusuf-ku". Oh, ini aneh sekali, ia tetiba bisa menjadi perempuan selebay ini dan pasti lelaki bercuping telinga caplang itu akan mabuk kegeeran dan segera meledikinya.

Uzma mengacak rambut, ia merasa malu dengan sikapnya yang mendadak lebay. Berharap Jaehwan tidak akan membalasnya dengan meledekinya akan itu.

Tak berselang lama, ponsel Uzma berdering.

Jaehwan mem-video call Uzma.

Uzma semakin was-was dan malas mengangkat.

***

"Ada apa istriku? Apakah kau begitu merindukanku sehingga kau menyebutku dengan 'Yusuf-ku', hmm?"

Sesuai atensi Uzma, Jaehwan meledekinya karena sebutan "Yusuf-ku".

"Ya! Jangan kegeeran dulu, itu typo, sebenarnya aku mau menulis Yusuf jelek!" cecar Uzma dengan kedua pipi memanas, malu sangat.

"Dari nada bicaramu, dari tatapan matamu, Yusuf-mu ini paham jika kau tengah berbohong, Uzma-ku," jawab Jaehwan dengan enteng, teriring ulasan senyum lebar. Menyibak poni rambut hitamnya yang basah oleh peluh.

Jantung Uzma mencelus. Meneguk ludahnya. Kedua pipinya terbakar sudah.

"A-aku hanya berkelakar. Jangan dibawa perasaan!" Berkilah dengan buruk.

Jaehwan di tempatnya, yang tengah duduk berselonjor asal di ujung panggung di Singapore Indoor Stadium, tertawa renyah.

Uzma manyun ke arah Jaehwan.

Jaehwan tertawa lebih renyah.

"Geladi bersihnya lancar, besok selama 3 hari ke depan tinggal konser bersama Ray," jelasnya kemudian.

Uzma memilih mengangguk pelan.

"Kau mau oleh-oleh apa, Yeobo?" bass Jaehwan setelah meneguk air mineral.

"Oleh-olehnya adalah kau bisa pulang dengan sehat, itu sudah cukup untukku," kata Uzma.

Jaehwan mengulas senyum.

"Aku pasti pulang dengan sehat, jangan khawatir. Kau juga, jaga dirimu, minum air putih yang cukup, jangan sampai sakit selama aku tidak ada di sampingmu."

"Hmm, jangan khawatir. Aku pandai menjaga diriku sendiri," jawab Uzma.

"Dan ya, aku juga sudah teratur minum air putih sekarang," imbuhnya.

"Alhamdulillah. Ya sudah. Aku tutup video call-nya dulu, ya? Istirahatnya sudah selesai. Dengarlah, Bora bahkan sudah cerewet sekali meneriakiku untuk segera bergabung lagi. Kau dengar, 'kan?"

Uzma diam untuk mencoba lebih jelas mendengarkan teriakan Bora yang memanggil nama Jaehwan, disusul suara bariton lain, entah siapa.

"Iya, aku mendengarnya," katanya kemudian.

"Baiklah, aku tutup. Wassalamu'alaikum, Yeobo ...."

"Wa'alaikum salam ...."

"Yeobo," interupsi Uzma tergesa, sebelum sambungan video call-nya diputus oleh Jaehwan.

"Hmm? Ada apa?" selidik Jaehwan dengan suara Bora yang meneriaki namanya untuk bergegas bergabung latihan. Membuatnya menyempatkan berteriak sahut, "Iya, tunggu sebentar!"

Sembari menunggu Jaehwan memperhatikannya lagi, Uzma tengah menimang untuk mengucapkan "bogoshipeo". Namun, berakhir ditahannya, membuah menggeleng pelan kepada Jaehwan.

Jaehwan mengulas senyum. Sebenarnya, hanya melihat dari tatapan mata cokelat tua Uzma kini, ia sudah paham tentang perasaan wanita mungilnya.

"Aku akan segera menghubungimu lagi nanti setelah geladi bersihnya selesai. Jangan khawatir."

Masih membisu. Uzma mengangguk pelan dengan kedua pipinya yang memanas lagi.

"Aku juga merindukanmu, Yeobo ...," lanjut Jaehwan sebelum menutup sambungan video call-nya, setelah Uzma mengangguk pelan lagi dengan lukisan senyum di bibir.

Uzma menjatuhkan ponselnya sembarangan ke kasur. Pipinya yang barusan terasa terbakar, luruh perlahan, menyisakan gelanyar aneh di dada yang semakin terasa.

Dadanya terjejal sesak, tapi aneh, bukan menyusahkan, tetapi malah menyenangkan.

Benar. Ternyata ini adalah sesak yang menyenangkan hatinya. Ah, bahkan debaran jantungnya berpacu rancu, semakin menyesakkan, tetapi keadaan ini malah membuat candu.

Uzma kalut sendirian dengan perasaan aneh yang tetiba hadir. Sebelah tangannya kemudian menyentuh dadanya. Kemudian wajahnya berubah seperti orang linglung karena bingung.

Jantungnya sungguh berdetak cepat. Debaran itu terasa oleh telapak tangannya.

'Apakah ini sudah bisa dinamakan mencintai secara sempurna?'

________________

Translate:
Bogoshipeo= aku merindukanmu


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro