33. Cerita Mbah Mun

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jaehwan tidak bisa dihubungi oleh Uzma. Ternyata, lelaki oriental ini sungguh serius menarik diri dari Uzma sejenak.

Uzma sangat murung. Namun, murungnya tidak bertahan lama tatkala Mecca menelepon beberapa saat kemudian.

Obrolan dengan Mecca pun mengalir deras, berhasil menghilangkan sejenak beban Uzma tentang Jaehwan. Mecca bercerita bahwa kemarin sore meriang; tubuhnya menggigil, pusing, hingga muntah-muntah, alhasil pulang.

"Meriangmu itu pasti merindukan kasih sayang, 'kan? Biasanya anak pondok mah gitu, meriang-nya karena rindu rumah, kalo pulang langsung sembuh tanpa harus diobatin juga," komentar Uzma. Terkikik.

"Hei! Aku beneran meriang, Kak. Aku dah berobat ke dokter, gejala tifus nih. Jangan ungkit masa lalu pas awal mondok deh. Pusing dikit langsung manja minta pulang, setelah sampai rumah langsung sembuh kayak nggak pernah sakit, karena dulu itu ya ... meriangnya memang merindukan kasih sayang Mama sama Bapak," sanggah Mecca.

"Sekarang aku udah kelas 3 MA. Ya gak kayak gitu lah," imbuh Mecca.

"Iya deh." Uzma menyempatkan menyesap latte panas.

Bukan menjawab, Mecca tertawa lepas.

"Kak Jae mana? Aku pengen ngomong sama Kak Jae-ku tersayang."

Mendengar Mecca menanyakan Jaehwan, wajah Uzma berubah keruh.

"Pasti Kak Jae lagi sibuk, nggak ada di rumah, ya?" selidik Mecca, "Padahal aku pengen ngobrol. Kangen banget ngobrol sama dia, abis orangnya asyik banget kalo diajak ngobrol."

Wajah Uzma semakin kusut. "Maaf, Kak Jae-mu lagi keluar rumah, Mecc."

"Yah ... Sayang banget. Padahal kangen." Mecca terkikik.

'Kakakmu ini juga kangen. Kangen banget malah,' sahut Uzma dalam benak. Kalut sendirian beberapa saat ke depan.

"Kak! Hoi! Ngelamun, ya?"

Uzma terlonjak kaget dengan berhasil membuat sebelah tangannya yang memegang cangkir latte bergetar, cairan cokelat latte-nya memercik ke bahan gamis yang dikenakan. Menjawab gugup, "Ng-nggak.  Aku lagi minum kopi barusan!"

"Kukipir ngelamun."

"Nggak kok." Uzma memaksa untuk tertawa kecil. Menaruh cangkir latte-nya ke meja.

Mecca memilih diam menikmati tawa kakaknya.

"Mecc ...."

"Hmm?"

"Ceritin kakak sebuah kisah gih."

"Ceritain sebuah kisah? Apaan? Abu Nawas? Atau Si Kancil Nyolong Timun? Eh, atau cerita Mbak Kunti yang sebelom puasa kemarin nyurupin temen aku di pondok pas sandekala, serem banget tahu, Kak, tawanya itu loh, hikkss ... ngeri!"

"Hei! Jangan hantu dong! Jangan juga kancil atau Abu Nawas," cicit Uzma.

"Apa atuh? Soalnya yang lagi viral ya ini di pondok, si mbak kunti. Oh, iya, ada juga yang kemarin anak baru, baru sehari di pondok dah kesurupan jin nenek-nenek, mana raga yang disurupin dibanting-banting ke lantai dan--"

"Mecca! Jangan cerita horor napa!" interupsi Uzma, soalnya mulai merinding.

"Terserah aja, tapi jangan horor."

Mecca tertawa renyah mendengar Uzma mulai ketakutan.

"Oke, siap! Huh! Padahal stok cerita hororku buanyak," ledek Mecca, tertawa renyah lagi. "Tapi ya sudahlah. Aku mau ceritain yang lain aja. Cerita Mbah Mun, oke?"

Uzma mengganguk pelan seraya menjawab, "Okee ...."

***

Mecca membawakan kisah Mbah Mun, alias Mbah Ky. Maemun Zubair dari Sarang dengan seorang Istri yang sedang ingin cerai dengan suaminya.

Sebut saja Si Istri, ia datang ke Mbah Mun dan mencurahkan problematikanya; bahwa ia sudah tidak kuat dengan polah suaminya. Ia mengeluhkan suaminya sudah tidak kerja, tidak kreatif juga, dan tidak bisa jadi pemimpin yang baik bagi anak-anak. Lalu terciptalah diskusi dengan Mbah Mun. Mbah Mun pun membawa analogi kulkas dijadikan lemari pakaian.

Ibarat kulkas, tetapi dipakainya untuk lemari pakaian, pada akhirnya kita tidak akan pernah puas dengan produk kulkas tersebut. Jelaslah kulkas tidak akan muat banyak untuk diisi baju, tidak ada gantungan pakaian, tidak ada laci, apalagi kunci, malah boros listrik. Nah, itulah dampak dari sebuah produk yang dipakai tidak sesuai fungsi. Sebagus apa pun produknya, tetap saja tidak akan pernah puas dengan cara pemakaian yang salah kaprah itu.

Semua itu ibarat Si Istri yang berharap banget suaminya bisa jalankan fungsi sekunder, bahkan tersier juga barangkali, tapi nahasnya fungsi primernya tidak dipakai. Seperti mencari nafkah yang dikeluhkan Si Istri dan menjadi pemimpin baik bagi anak-anaknya, itu adalah fungsi sampingan bagi Suami karena fungsi paling utama suami bagi istri adalah menjadi tameng bagi dosa-dosa istri di neraka. Saat istri mendapatkan ridho dari suami, maka dosa-dosa istri akan melebur, diampuni oleh Allah dengan mudahnya, seperti yang termaktub dalam hadis sohih; Seorang istri meninggal dunia dan suaminya ridho sepenuhnya kepadanya, maka langsung masuk syurga.

Dan bahkan, sekelas istri Fir'aun, Aisiyah saja bersabar dengan kedzholiman suaminya itu. Dan keletaladanannya ini diabadikan dalam kitab suci.

Oh, Allah, melalui cerita yang dibawakan Mecca di malam ini, Uzma mendapat pencerahan. Hatinya berdesir. Goncangan rasa rindu pada Jaehwan semakin keras.

Uzma mencoba menelepon Jaehwan lagi, berharap suaminya mau mengangkatnya. Namun, nahas, Jaehwan bahkan tak segan untuk mematikan panggilan darinya.

Terpukul sekali. Dadanya sesak. Kedua matanya memanas.

Jangan hubungi aku untuk sementara waktu ini, Uzma-ya. Kumohon ...

Kau adalah istri yang baik, kau pasti menuruti permintaanku ini.

Tunggu sebentar lagi untuk kau bisa menjawabnya, ya ....

Mianhae. Jeongmal mianhae ...

Bendungan air mata Uzma akhirnya tumpah tatkala pesan Line masuk dari Jaehwan setelahnya. Ingin rasanya egois untuk membangkang dan menyuruh Jaehwan untuk pulang sekarang juga, tetapi pada akhirnya ia hanya mampu menjawab, baiklah, aku akan bersabar menunggu. Dan Jaehwan sudah tidak membalasnya sepatah kata pun lagi atau hanya sekedar stiker.

Aih, ia menjadi semakin cengeng saja setelah Jaehwan pergi. Nyatanya, dulu yang ia pikir bisa hidup lebih bahagia tanpa Jaehwan, salah besar. Malahan sangat menyiksanya. Bahkan ia merasa semua ini adalah hukuman untuknya karena telah lalai kurang bersyukur saat bersama Jaehwan di hari-hari sebelumnya.

Apa kabar dengan Yusuf-nya? Tinggal di mana sekarang Yusuf-nya? Apakah buka puasa hari ini Yusuf-nya juga rakus memakan banyak makanan? Apakah Yusuf-nya tidak kangen bagaimana rasa masakan istrinya? Apakah Yusuf-nya tidak rindu menciciti istrinya untuk minum air putih yang cukup? Apakah Yusuf-nya tidak rindu bisa menyebut istrinya lagi dengan sebutan Yeobo daripada hanya sebatas sebutan nama ... Uzma-ya?

Pikiran Uzma semakin semrawutan. Ia rindu pada Yusuf-nya. Sungguh merindu. Dan air mata yang terus menganak liar di pipi adalah saksi nyata untuk perasaan ini.

Uzma menyeka air matanya. Menaruh ponsel ke nakas. Mengamat potret mereka berdua di Cappadocia dalam sebuah bingkai 4R yang bertengger di atas nakas. Potret mereka berdua sedang duduk berdampingan di atas bantalan duduk dengan permadani indah yang menghampar di teras balkon hotel gua. Ada meja kayu bundar di sana berisi hidangan buah-buahan segar dan gelas-gelas kaca berisi jus stroberi dan mangga. Tersenyum bersama sembari menatap matahari terbit di langit Nevsehir yang bertaburan balon udara warna warni yang mengangkasa.

Uzma meraih bingkai foto itu, menyentuh wajah Jaehwan dengan jemarinya. Hatinya perih. Ternyata begini rasanya terbaret rasa rindu, bisa begitu perih.

"Bogosipeo ...," gumam Uzma. Jemarinya semakin lekat menyentuh wajah Jaehwan yang terekam manis dalam foto.

"Aku bersabar menunggu hari itu. Hari saat dirimu akhirnya kembali padaku. Hari ulang tahunmu. Dan--"

Sebuah ketukan pintu memenggal suara lirih Uzma untuk Jaehwan yang dipesankan lewat udara sekitar.

Uzma menghembuskan nafasnya sejenak. Beringsut menaruh kembali bingkai foto ke atas nakas. Membuang semua jejak air matanya di pipi. Bergegas membuka pintu.

"Maaf, mengganggu waktu istirahat Anda, Nyonya." Jihan Ahjumma meraut rikuh.

"Tidak apa-apa, Ahjumma. Ada apa?" Uzma tersenyum ramah.

"Ada tamu, Nyonya."

"Tamu? Di larut malam seperti ini? Siapa?" Dahi Uzma berkerut.

"Sahabat Tuan. Jingmi Ju."

_____________

Translate:
Bogosipeo= aku merindukanmu


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro