37. Saranghaeyo

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Uzma mengerjap. Perlahan membuka kelopak matanya. Nuansa putih sebuah ruangan asing memenuhi pandangan netranya. Kepalanya terasa ringan kini, tidak pening lagi seperti kali terakhir ia sadar sebelum pandangannya memburam, kelam. Ia melirik ke samping, ada tenggeran infus di samping ranjangnya.

Sebelah tangan Uzma yang tidak diinfus bergerak lemah. Jaehwan yang sedang duduk dengan menunduk dalam di samping Uzma dengan air muka keruh, berhasil menangkap pergerakan istrinya ini. Berujar, "Yeobo ..." Sembari dua kelereng matanya menatap senang Uzma yang tampak khidmat mengamat selang infus yang menjulur.

Baru menduga-duga sekarang dirinya tengah berbaring di keranjang kamar rumah sakit dan sebelah tangannya diinfus, fokus Uzma sudah pecah oleh suara dalam yang sangat familiar untuknya, nada bass itu. Tatapannya terserobot ke muara suara. Bersitatap dengan Jaehwan yang menatapnya penuh binar senang dan lega.

"Alhamdulillah. Akhirnya kau sadar, Yeobo ...," syukur Jaehwan dengan membenahi posisi duduknya, lebih mendekat ke wajah Uzma yang terbaring pada kepala bantal. Meraih sebelah tangan Uzma yang tak berinfus itu, menggenggam, dan mengecup lembut.

Sadar bahwa kepulangan Jaehwan dalam serebrumnya bukanlah mimpi, berhasil membuat Uzma mengulas senyum dengan bibir pucatnya.

"Jangan seperti ini lagi. Setelah kau sudah berhasil minum air putih yang cukup, kau juga harus tetap menjaga pola makanmu agar tidak sakit," ungkap Jaehwan, mengelus lembut kepala Uzma yang masih memakai hijab hitam.

Uzma tersenyum tipis. Ia beringsut pelan untuk duduk di atas ranjang dengan Jaehwan langsung gesit membantu.

"Memang aku sakit apa?" Uzma bertanya polos.

"Kau kelelahan, Yeobo. Apa yang kau kerjakan selama aku tidak ada, sehingga kau bisa terjatuh sakit seperti ini, hmm? Dan ya, kata Jihan Ahjumma kau tidak makan nasi setelah berbuka, malah bebal nanti-nanti, bersikeras menungguku. Jangan lakukan seperti ini lagi. Aku sangat mengkhawatirkanmu ...."

"Jangan khawatirkan aku. Aku baik-baik saja."

"Kau baik-baik saja?" Kening Jaehwan tampak mengerut. "Kau tidak baik-baik saja. Kau pingsan, kau sakit, Yeobo," imbuhnya dengan nada geregetan.

Uzma tersenyum geli. Ia sangat terhibur menatap muka suaminya yang tampal kesal akan polahnya.

"Aku kelelahan sebab memikirkanmu. Aku tidak nafsu makan karena kau pergi dan membatasi kontak denganku. Mianhae ...." Akhirnya memilih jujur.

"Jangan meminta maaf, kau tidak bersalah, akulah yang sangat bersalah padamu. Mianhae, jeongmal mianhae .... Aku telah membuatmu sangat menderita. Aku mengulur waktu untuk pulang karena member Dazzle membuat miniparty ulang tahunku dengan live Instagram bersama penggemar. Kau boleh menghukumku semaumu, nanti setelah kau sembuh." Jaehwan mencium sebelah tangan Uzma lagi.

Uzma menggangguk pelan, lalu keningnya tampak mengerut sembari menanya, "Menghukummu semauku? Sungguh?"

"Kenapa harus setelah sembuh? Sekarang saja kenapa?" tambahnya.

Bukan langsung menjawab, Jaehwan malah tersenyum lebar dengan muka bingung.

"Memang kau mau menghukumku apa hingga tidak sabaran seperti ini, hmm?" Bertanya gemas, mengelus kepala Uzma.

"Hmm .... Aku juga masih bingung." Uzma nyengir.

Jaehwan mendengkus. "Kupikir kau sudah mempunyai deretan hukuman untukku di kepalamu."

Uzma mengulang cengiran. "Kemari," katanya kemudian.

"Kemana? Aku sudah ada di sini, duduk di sampinganmu. Menyuruh aku ikut duduk berbaring di sebelahmu, keranjang ini tidak muat."

"Kemari. Aku ingin membisikimu."

"Membisikiku?" Dahi Jaehwan mengerut samar. Bergegas mengangkat tubuhnya, menepikan sebelah cuping telinga caplangnya ke dekat wajah Uzma.

Uzma pun beringsut membisiki Jaehwan. "Saranghaeyo .... Aku sangat mencintaimu, Yeobo .... Selamat ulang tahun, Yusuf-ku ...."

Mendengar bisikan macam apa barusan itu, Jaehwan merekah senyum teramat senang. Suara lembut Uzma ini, ucapan yang menggetarkan hati itu, tak lain adalah kado ulang tahun pesanannya.

"Aku juga sangat mencintaimu, Yeobo. Terima kasih atas kado spesial ini, Uzma-ku yang imut." Jaehwan balik membisik. Mencuri kecupan lembut di kening jenong Uzma.

"Aku juga mempunyai kejutan untukmu." Kini Jaehwan mengungkapkannya setelah kembali duduk di kursinya.

"Apa?" Uzma bersemangat.

"Hmm ...." Jaehwan mengikuti gaya menggantungkan jawaban layaknya Uzma beberapa saat lalu. Tangannya mengomando sebelah tangan Uzma untuk mengulur pelan ke perut yang masih terbalut abaya hitam ala Turki.

Uzma sabar menunggu tentang jawaban apa yang akan ia dapatkan. Dan ia mulai menduga-duga sesuatu dengan harap-harap cemas.

"Sebentar lagi kau akan menjadi sosok ibu yang hebat dan aku akan menjadi sosok ayah yang tangguh. Kau sedang hamil muda, mengandung anak kita, Yeobo ...." jelas Jaehwan dengan binar beribu rasa senang dan syukur.

Uzma malah kehabisan kebendaharaan kata. Tersenyum dengan kedua mata kelamnya memanas, berkaca-kaca.

***

Jaehwan sebal pada Uzma. Istrinya ini baru saja pulang dari rumah sakit di siang tadi, sorenya malah sudah rusuh ingin memasak sendiri dengan banyak menu. Katanya nanti malam hendak kedapatan tamu spesial karena itu Uzma getol ingin memasak sendiri.

"Memang siapa tamu spesialnya, Yeobo?" tanya Jaehwan ketika Uzma meminta diantar membeli bahan-bahan untuk membuat menu jamuan tamu spesialnya, tetapi ia masih enggan mengindahkan, malah sengaja tiduran di sofa keluarga.

"Seseorang," singkat Uzma. Menarik sebelah tangan Jaehwan untuk bangun.

Kukuh untuk enggan, Jaehwan terus tiduran dengan Uzma kian manarik tangannya kuat.

"Siapa seseorang itu? Katakan dulu siapa dia, masa' aku tidak dikasih tahu," cicit Jaehwan yang sudah beringsut duduk.

"Aku sudah memberi tahumu, seseorang ...."

"Siapa namanya?"

"Rahasia."

"Ya sudah aku tidak mau mengantarkanmu jika tidak memberi tahuku siapa dia."

Uzma yang masih berdiri di depan Jaehwan mendengkus.

"Kita pesan saja nanti menu untuk jamuannya, ya? Kata dokter kau harus istirahat yang cukup. Kau harus benar-benar sembuh dulu, lalu aku akan mengantarkan kemanapun kau mau. Kau juga harus selalu mengingat, tubuhmu sekarang tidak sendiri, tetapi sudah bersama janin anak kita, kau tidak boleh egois, Yeobo."

Uzma tidak berkomentar. Wajahnya murung. "Aku sudah sembuh. Aku juga sudah kenyang tidur saat di rumah sakit. Dan aku selalu mengingat jika tubuhku bersama janin anak kita. Tidak apa-apa, aku tidak akan kelelahan lagi. Lagi pula hari ini aku sedang putus puasanya. Lihatlah, wajahku pun sekarang tidak pucat lagi, berseri sekali 'kan?" Nyengir lebar.

Jaehwan tersenyum tipis. Kedua tangannya mengulur, meraih tangan Uzma untuk duduk di sampingnya. "Kemari. Duduk di sampingku."

Uzma menurut. Duduk di samping Jaehwan.

"Memang siapa tamu spesialnya? Kenapa kau menyembunyikan siapa dia padaku? Seharusnya tidak seperti ini. Bukankah kita sudah berjanji untuk saling terbuka sekarang? Dan ya, jangan terlalu dipaksakan, kita bisa memesan saja jamuan tamu itu untuk malam nanti. Setuju 'kan, Jagoan Appa?" Jaehwan menutup dengan bertanya pada janin anaknya yang berusia 4 minggu, kepalanya ia dekatkan ke perut Uzma yang masih tampak kosong--sebab janin di dalamnya kentara kecil, bisa diibaratkan seukuran biji kacang hijau sekitar 2 milimeter. Sebelah tangannya mengelus lembut perut Uzma yang terbalut overall cokelat.

Membisu. Sepasang netra Uzma yang ber-softlens lebih tergoda mengamat polah Jaehwan.

"Kata janin anak kita, dia setuju sekali, Yeobo. Jadi, di rumah saja, ya? Baik. Aku tidak akan menuntut tanya lagi siapa tamu itu, tetapi kumohon menurut, kita pesan saja jamuan tamu spesial ini," bujuk Jaehwan, mengelus kepala Uzma yang sudah rapi mengenakan hijab putih.

"Baiklah." Akhirnya Uzma luluh. Ia beringsut menyandarkan kepalanya ke bahu suaminya.

Jaehwan tersenyum senang. Ia memeluk punggung Uzma dengan sebelah tangan. "Apakah kau butuh hiburan?" tawarnya.

"Iya, aku butuh hiburan."

"Baik. Aku akan memamerkanmu sebuah hiburan."

Sebelah tangan Jaehwan yang menganggur segera beringsut mengulur ke meja, meraih ponsel.

Uzma tidak bertanya apa pun. Hanya menerka dalam benak. 'Palingan hiburannya diputarkan musik.'

Kedua netra Jaehwan tampak khidmat mengamat layar, jempolnya berselancar di atas layar untuk mencari sesuatu.

"Dengarkan baik-baik, Yeobo," titahnya sesaat lalu.

Uzma tidak berkutik sedikitpun, menjawab singkat, "Baiklah."

Sebelah tangan Jaehwan sudah mengulur lagi untuk meletakkan ponselnya ke meja.

"Apakah kau sudah siap mendengarkan hiburan dariku?"

"Sudah ...."

Jaehwan pun cakap memberi komando hitung satu sampai tiga, lalu menekan layar ponselnya, segera kembali ke posisi duduknya dengan Uzma yang sedang bersandar itu.

Sudah cukup kau menghukumku dengan dengan kau pergi seperti ini, Yeobo. Sudah cukup. Cepat kembali. Aku merindukanmu. Aku tidak mau berpisah denganmu. Aku mencintaimu. Cepat pulang. Kumohon. Kumohon ....

Kedua mata Uzma membulat mendapati hiburan macam apa yang diberikan Jaehwan. Mendengar sampai habis suara putus asanya barusan itu berhasil membuat kedua pipinya memanas, menanggung amat malu. Suaranya barusan itu seperti suara-suara dalam sinetron lokal Suara Hati Istri di negara kelahirannya.

"Bagaimana, apakah kau terhibur? Apakah kau ingin aku memutarnya lagi, Yeobo?" bisik Jaehwan. Sengaja meledek.

"Mianhae, aku sangat telat membuka pesanmu ini. Aku baru sempat membukanya setelah kau siuman tadi pagi," imbuhnya dengan intonasi berubah serius.

"Bagaimana, kau sungguh ingin aku memutarnya lagi 'kan, Yeobo?" lanjut meledek.

Pipi Uzma semakin memanas. Sebal sekali pada Si Cuping Telinga Yoda satu ini. Beringsut mengangkat kepalanya yang bersandar di bahu Jaehwan.

"Kau ini, ya?!" decaknya sembari mencubit kecil bahu Jaehwan dengan keras.

Suara bass Jaehwan mengerang kesakitan, terdengar setelahnya.

______________

Translate:
Saranghaeyo= aku cinta kamu

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro