Keluhan Saya Terhadap Dangdutan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sudah dua hari ini saya mencret. Jadi tolong dimaafkan bila sekiranya keluh dan kesah saya tidak setotal seperti biasanya. Saya pernah diare, tapi enggak separah ini. Setiap dua jam sekali bolak-balik toilet tapi enggak ada hasil. Yang keluar cuma air. Kaki saya sampai keram karena keseringan jongkok. Mungkin saya terkena azab karena selalu mengeluh, dan barangkali sebentar lagi kisah nyata saya ini bakal diangkat ke layar kaca Indosiar.

Sebetulnya saya berharap begitu, dan nanti bisa dapat royalti buat tambah modal kawin, meskipun calonnya belum ada. Ya, siap-siap saja. Siapa tahu entar pas beli obat mencret ke Indomaret, saya ketemu cewek secantik Chelsea Islan yang juga sedang diare. Terus enggak sengaja tangan kami bersentuhan waktu memilih obat yang sama. Setelah itu wajah kami bertemu dan saling memandang, kemudian sama-sama memalingkan muka sambil tersenyum malu-malu.

Bila situasinya sudah mendukung seperti demikian, sebagai lelaki maskulin wajib bagi saya untuk memulai percakapan duluan. Mungkin saya akan bertanya, "Neng, lagi mencret ya?"

Mungkin cewek itu akan mengangguk malu, lalu menjawab, "Iya, Kang. Sudah dua hari ini saya kena diare."

Mata saya langsung berbinar. "Wah, sama dong. Jangan-jangan kita jodoh."

Kami pun saling berkenalan dan bertukar nomor ponsel. Hari demi hari berlalu, setiap malam minggu kami bertemu. Setelah mengenal satu sama lain sekian bulan akhirnya kami berpacaran. Berkencan menghabiskan waktu akhir pekan dengan nonton di bioskop, karaoke di Inul Vista, makan di restoran bila awal bulan, dan puasa bareng kalau di dompet isinya tinggal selembar KTP. Tapi tak apa, untungnya cewek saya pengertian. Jalinan asmara kami tetap romantis meskipun tanpa gaya hidup hedonis. Jangan remehkan kekuatan cinta dari pasangan yang dipertemukan oleh obat mencret.

Akhirnya, uang dari royalti sinetron azab saya pakai untuk datang melamar. Ternyata orangtuanya tidak sepengertian sang anak. Mereka mensyaratkan jumlah mahar yang besar untuk sewa gedung, katering untuk undangan sekampung, dan menggelar dangdutan untuk dua hari dua malam. Mereka tidak dapat memberikan restunya kalau saya tidak dapat memenuhi permintaan tersebut. Saya jadi penasaran siapa orang yang pertama kali mempopulerkan di acara kawinan harus ada dangdutan? Sejak kapan kebiasaan ini dimulai di Indonesia? Seandainya saya tahu dan punya mesin waktu, tentu saja saya akan pergi ke masa lalu dan menyabotase kawinan yang mempelopori tradisi tersebut dengan membakar panggung dangdutan sebelum hari H dimulai.

Saya langsung pusing bukan main. Plafon rumah seakan tiba-tiba menimpa kepala saya. Perkawinan ternyata tidak murah, sedangkan uang royalti dari sinetron azab yang saya dapat cuma lima ratus ribu. Saya pikir itu cukup asal calon sudah ada, saling cinta, dan saya tinggal daftar ke KUA dan hanya bayar penghulu saja. Enggak memperhitungkan bila biaya gengsi perkawinan lebih mahal daripada kawin itu sendiri.

Saya pulang dari rumah mantan calon mertua dengan hati hampa. Saya mendengar sang kekasih menangis di belakang, mengiringi langkah kaki saya yang seakan melayang tanpa tujuan. Tamat.

Kisah yang sangat mengharukan, ya? Rupanya selain bikin pinggiran lubang pantat bengkak, mencret dapat menimbulkan halusinasi di dalam pikiran saya.







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro