Keluhan Saya Terhadap Indomaret (3)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saya pulang dari Indomaret dengan membawa segelas green tea frappe dan segalon kekecewaan di hati. O, kemalangan panjang. Gadis bening tidak ingat nama saya. Meskipun sudah seminggu tidak bertemu, harusnya itu tidak menjadi alasan buat dia melupakan wajah seorang lelaki tampan seperti saya.

Tiba di kontrakan, saya langsung rebahan di lantai, menatap sendu cahaya remang bohlam lampu. Saya sudah lelah dengan semua permasalahan hidup ini. Jomblo, dompet tipis, kemacetan, polusi, global warming, debat capres, spoiler Endgame, dan quick count! Mereka semua sibuk dengan pemilu, tanpa memikirkan perasaaan saya yang tidak diingat oleh sang gadis pujaan. Kamar kontrakan yang sudah sempit semakin terasa menyesakan di dada ketika sakit hati melanda. Green tea frappe yang dibeli dengan mengorbankan jatah uang sabun tidak saya minum karena memang sudah tidak berarti lagi. Seperti sosok saya yang tidak berarti di matanya.

Saya mulai meragukan ketampanan yang saya miliki. Bukti si bening tidak ingat sama saya adalah sesuatu yang merisaukan. Teringat umur sudah tidak bisa dibilang muda, mungkin tanpa disadari ketampanan saya sudah berkurang. Saya buru-buru bangkit, lalu menghampiri cermin yang terpasang di dinding. Kupandang wajah saya dengan saksama, kemudian memalingkannya ke kiri dan ke kanan, meneliti setiap sudut mata, pipi, hidung, dan bagian bawah dagu. Hasilnya, saya masih tampan.

Langsung terbesit pikiran yang tidak mengenakkan. Bagaimana kalau selama ini ketampanan saya merupakan jenis ketampanan internasional? Ketampanan yang diakui secara interlokal tapi tidak mendapat perhatian di negeri sendiri, seperti halnya kebudayaan tradisional yang baru dianggap penting setelah diklaim hak ciptanya oleh negara tetangga. Ini gawat! Berarti ketampanan saya tidak ada pengaruhnya terhadap gadis lokal!

Setelah dipikir-dipikir lagi, kemungkinan itu tidak valid juga. Seperti yang Anda ketahui, dulu saya pernah jadi cowok idaman dan digila-gilai gadis lokal. Tidak terbantahkan, ketampanan saya adalah hakiki dan universal, pesonanya bisa mencakup kepada gadis lokal maupun interlokal, tidak menutup kemungkinan juga sampai ke seluruh galaxy dan alien-alien setempat.

Hanya satu kemungkinan lain tersisa bila seorang wanita tidak terpengaruh oleh wajah saya yang tampan. Untuk mengecek kemungkinan itu saya ambil ponsel dan membuka aplikasi Instagram. Saya ketik Point Cafe di bar pencarian. Hasilnya terlalu banyak. Saya persempit dengan menambahkan alamat Indomaret tempat si Bening bekerja. Dan, pembaca budiman, Anda tidak akan percaya ini. Saya menemukan foto gadis bening sedang berpose bersama seorang tukang ojek online di akun Instagram Point Cafe yang saya ketik. Wow, kenapa saya enggak kepikiran cara ini dari awal, ya?

Di deskripsi akun instagram Point Cafe itu terdapat akun instagram masing-masing pegawainya. Saya klik akun yang namanya kayak cewek--sengaja tidak disebutkan untuk kepentingan privasi dan jaga-jaga bila di antara Anda semua ada yang kurang kerjaan, lalu penasaran dengan si bening kemudian mencari akunnya di Instagram--dan langsung foto gadis bening itu muncul di layar ponsel saya. Sekarang saya sudah tahu namanya.

Saya tidak senang sama sekali karena sudah mengetahui nama gadis bening itu. Percuma saja, bila pada akhirnya dia bukan jodoh saya. Malahan saya semakin kecewa. Berat kekecewaan saya sama dengan ketika dulu dikhianati tukang angkot karena disuruh turun sebelum sampai tujuan.

Setelah selama sejam penuh melihat satu persatu kiriman foto si bening di Instagram. Kemungkinan yang tersisa memang benar. Gadis bening sudah punya pacar. Saya menyalahkan Indomaret atas patah hati kali ini, karena telah mensponsori pertemuan saya dengannya tanpa ada niat untuk mempersatukan kami berdua di pelaminan.







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro