01

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Matahari baru saja memberi warna keemasan untuk menerangi langit Miderland yang masih gelap dan terasa dingin, ketika Selena Redhearn memacu Typhoon-kuda cokelat kesayangannya-melintasi jalan setapak hutan yang sepi.

Jubah yang menutupi kepalanya sekarang tersibak ke belakang karena tiupan angin, menampilkan wajah bulat dan rambut cokelat tua yang dipotong sebahu. Tubuhnya yang kecil memakai baju rantai besi dan zirah dengan pedang panjang tersandang di punggung, menjadikannya semakin mirip anak laki–laki daripada perempuan.   

Semua kegilaan ini dimulai saat Selena berusia tujuh tahun, ketika ayahnya, Baron Redhearn pergi untuk berperang melawan pemberontakan bangsa orc yang ingin membangkitkan Morgrath penjaga semesta yang memberontak. Setelah pertempuran panjang, iblis itu akhirnya terkurung lagi di dimensi kegelapan, tapi ayahnya tidak pernah kembali.

Sang Ayah adalah satu-satunya keluarga bagi Selena sejak ibunya meninggal saat wabah menyerang wilayah mereka. Ia tumbuh tidak mengenal gaun dan pelajaran sopan santun seperti seorang gadis bangsawan yang dipersiapkan untuk menikah dengan sesamanya. Selena menjadi dewasa lewat latihan pedang dan berkuda dari Baron Redhearn, ditambah perkelahian melawan anak laki-laki di desanya.

Hingga ayahnya menikah lagi, Selena tetap tidak bisa menganggap istri baru Baron Redhearn sebagai ibunya. Wanita licik itu selalu berpesta saat Sang Baron pergi ke luar daerah kekuasaannya, mengundang para pemuda tampan dan kaya, lalu kembali bersikap manis ketika suaminya pulang. Menjijikan.

Selena akhirnya mendaftar ke akademi militer dengan berkata pada ibunya bahwa ia akan masuk sekolah kepribadian para bangsawan. Ia berharap bisa lepas dari cengkraman si Nenek Sihir, tapi kepergiannya memperparah segalanya. Begitu pulang, Selena menemukan kastilnya nyaris kosong. Pedang, baju zirah, dan peti-peti harta dari leluhur mereka lenyap, dijual oleh nenek tua untuk membiayai pesta yang ia lakukan.

Akhirnya, ketika sudah benar–benar muak, ia mengemasi pakaian dan sedikit uangnya, mengambil roti, daging asin, dan buah kering dari dapur. Setelah membohongi pengurus kuda dan penjaga gerbang, Selena akhirnya berhasil keluar dari kurungan kamar di kastilnya, dan bersumpah tidak akan kembali lagi.

Selena sempat menyesal kenapa ia tidak membunuh wanita itu saja selagi ada kesempatan.

Di tengah jalan, Selena kebingungan karena ia tidak merencanakan perjalanannya, apakah akan bekerja menjadi seorang ksatria pengembara tanpa nama, atau mengabdi kepada bangsawan lain? Tapi takdir baik masih menaunginya. Ketika uangnya hampir habis, ia bertemu Alan, teman satu akademinya. Selena mengarang cerita bahwa ia ditugaskan di tempat yang sama dengan pria itu, dan akhirnya mereka berdua sekarang memacu kuda menerobos hutan.

"Ada apa Alan?" Selena menoleh ke belakang. "Apa kau sudah lelah? Kita baru saja meninggalkan penginapan."  

Selena memperlambat laju kuda dan membiarkan Alan menyusul. Tubuh jangkung pemuda itu nampak sempurna dalam balutan baju perang yang sama seperti Selena, dengan rambut pirang berombak dan mata yang sebiru langit, ia akan memukau perempuan manapun yang memandang dirinya, termasuk Selena.

"Hei, apa kau tidak bisa lebih pelan sedikit?" tegur Alan. "Kudamu bisa cepat lelah kalau kau terus memaksanya berlari secepat itu."

Selena tertawa. "Aku tidak sabar untuk segera tidur di tendaku malam ini," katanya. "Itu akan seratus kali lebih nyaman daripada dikurung di kastil penuh dengan pelajaran sopan santun yang membuatku bakal mati kebosanan."

"Aku tahu kau tidak menyukai ibumu, sampai kau kabur seperti ini," komentar Alan. "Tapi, dari awal kau memang nekat masuk akademi militer. Kalau ayahku tidak turun tangan membujuk kepala akademi, kau bakal menghabiskan lima tahun hidupmu di penjara kota."

"Siapa pun bisa nekat kalau ibu barunya ternyata perempuan murahan yang hanya bisa memboroskan harta untuk berpesta bersama para bangsawan tengik setelah suaminya meninggal," sahut Selena ketus. "Ditambah lagi, ketika aku baru pulang setelah tiga tahun di akademi, ia malah memaksaku menikah dengan pria tua bau tanah agar bisa terus berfoya-foya sampai mati."

Alan berdecak sambil menggelengkan kepala. "Apa hanya itu alasanmu? Kabur karena kau tidak mau menikah?"

"Tentu saja bukan cuma itu," tukas Selena cepat, namun suaranya kini melembut sementara matanya yang berwarna cokelat hazel menatap langit biru cerah di atasnya. "Aku ingin seperti ayahku. Seorang ksatria yang menjaga perdamaian tanah Miderland."

"Semangat yang bagus," Alan memuji Selena. "Tapi aku tidak akan membantumu kalau kau nanti ketakutan waktu dikejar troll yang mau menjadikanmu makan malamnya."

"Tidak akan pernah!" sahut Selena pura-pura marah. Ia mempercepat laju kudanya dan meninggalkan Alan yang tergelak.

Mereka berkuda semakin cepat, sampai akhirnya berlomba untuk saling mendahului satu sama lain. Berbelok diantara pohon dengan lincah, melompati sesemakan, membuat jantung Selena berdebar-debar penuh semangat sementara udara perlahan–lahan mulai menjadi hangat. Keduanya sempat berhenti di mata air sesaat untuk menyegarkan diri dan mengistirahatkan tunggangan mereka, namun setelah itu, perlombaan dimulai kembali. 

Pagi sudah berganti menjadi siang ketika Selena akhirnya melihat asap tipis membumbung tinggi di antara pepohonan. Semakin mereka mendekat, pohon yang tumbuh semakin sedikit sampai akhirnya memperlihatkan padang rumput luas yang diapit oleh perbukitan. Dari jauh, Selena bisa melihat sekumpulan tenda dengan panji-panji yang berkibar.

"Kita sudah sampai," kata Alan menarik napas lega dan memperlambat laju kudanya. "Sebaiknya kau segera keluarkan surat tugasmu sekarang juga."

"Surat apa?" tanya Selena bingung. 

"Kau bilang kau ditugaskan bersamaku." Alan mengangkat alisnya. "Kalau begitu, seharusnya kau mendapat surat tugas resmi yang dikirim tepat dua hari setelah kita meninggalkan akademi."

Selena menggeleng lemah. "Aku tidak mendapat surat seperti itu, pasti nenek sihir itu yang membakarnya. Pantas saja belakangan ini, walaupun aku menulis banyak surat kepada teman - temanku, aku tidak pernah mendapatkan balasannya."

Alan nampaknya tidak mendengar apa yang dikatakan Selena, tatapannya terpaku pada perkemahan di kejauhan. Selena menangkap ada sejejak perasaan khawatir yang coba disembunyikan pemuda itu rapat–rapat.

"Karena kau sudah sampai disini, sebaiknya aku mengatakan apa yang akan kita hadapi nanti," kata Alan. "Selamat datang di pasukan pemburu Orc pimpinan ayahku dan Penyihir Agung Gladius." 



===============

Terima kasih sudah membaca bab ini, saya sangat mengharapkan komentar untuk perbaikan cerita dan vote jika kalian menyukai bab ini.

m(_ _)m

===============


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro