34

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Tidak!" seru Selena. Ia mencabut pedang di pinggangnya. "Apa yang kau akan lakukan Glaive?!"

"Berikan dia padaku!" Glaive meninggikan suaranya.Ia menggenggam serpihan bilah es itu seperti sebuah pedang. "Aku akan melenyapkan benih Morgrath sebelum ia tumbuh menjadi lebih besar!"

"Kau akan membunuh anak sekecil ini?"

"Kalau itu diperlukan untuk mencegah pperangan yang lebih besar!" seru Gaive. "Kau lihat sendiri Selena. Kehancuran seperti apa yang ditimbulkan Penyihir Agung. Berikan dia padaku. Aku sudah bilang padamu sebelumnya, aku akan mengirimmu sendiri ke Shamvalla kalau kau menimbulkan bencana bagi manusia di Levan ini."

"Tapi bagaimana dengan Gladius? Dia masih hidup!" Selena memprotes, ia semakin erat mendekap Krall kecil di tubuhnya. Anak itu mulai menangis.

"Aku akan mencari cara untuk membunuhnya juga. Kau bisa pegang kata-kataku." kata Glaive. "Sekarang berikan dia padaku. Tidak akan lama dan tidak akan sakit. Aku janji."

Selena mematung, ia tidak akan menyerahkan anak ini kepada penyihir di depannya hanya untuk dibunuh. Ia sudah gagal melaksanakan permintaannya dari Krall, tidak bisa melindungi Kalia, tapi kali ini ia harus berhasil walaupun harus mempertaruhkan nyawanya.

Selena menyapukan pandangan ke arah Glaive, mengamatinya dari atas hingga bawah. Tenaga penyihir itu masih belum pulih sepenuhnya. Jika tubuhnya cukup cepat menghindari ri bilah es milik Glaive, ia mungkin bisa melumpuhkannya dan segera pergi dari sini.

Krall kecil menangis semakin keras, Ia menggeliat-geliat dalam pelukan Selena. Glaive nampak tertegun sejenak, sebelum wajahnya kembali terlihat dingin, tapi hal itu memberikan Selena sebuah ide. Mungkin saja ia bisa mengakhiri semuanya tanpa ada yang terluka.

"Glaive," Selena perlahan menurunkan pedangnya. "Dengarkan aku dulu."

"Apa?"

Selena mengumpulkan keberanian di dalam dirinya, Ia harus mempertaruhkan segalanya pada apa yang ia lakukan sekarang. "Jika kelak Morgrath dalam tubuh Gladius semakin kuat, apakah ada yang bisa mengalahkannya?"

"Pasti ada jalan," sahut Glaive.

"Morgrath adalah Penjaga Semesta. Kekuatannya bisa menyusun dunia, menciptakan para monster, juga menghancurkan alam ini. Kau yakin bisa mengalahkan Pencipta itu sendiri?"

"Aku tidak mengerti maksudmu. Katakan saja, tidak usah berputar-putar."

"Aku pikir ...," Selena berhenti sebentar memandang Orc mungil dalam dekapannya yang sudah mulai tenang. "Anak ini, mungkin saja bisa mengalahkan Gladius kelak."

"Apa kau sudah gila?"seru Glaive. "Dia seorang Orc! Ciptaan Morgrath, yang sekarang ditanami kepingan jiwanya. Taruhanmu terlalu besar, Selena!"

"Tidakah kau berpikir ini kesempatan kita? Lagipula apa jaminannya jika anak ini mati, jiwa Morgarath di dalamnya tidak akan mencari tubuh yang lain?"

Selena terengah-engah. Butuh waktu bagi dirinya untuk menyadari kata-kata yang baru saja ia keluarkan dari mulutnya sendiri, tapi pandangan Glaive sedikit melunak.

"Dia hanya akan menjadi iblis sama seperti Gladius, Selena."Glaive mencoba meyakinkannya. "Tidak akan ada bedanya, sekarang atau nanti."

"Tidak, jika aku merawat dan mencintainya," Selena bersikeras.

"Percayalah padaku. Ketika anak itu tumbuh di tengah-tengah manusia, kau hanya akan membuat anak itu menderita."

Derap langkah kuda sayup-sayup terdengar dan memecah perhatian Selena. Dari kejauhan, ia melihat tiga orang melaju ke arah mereka dengan membawa obor. Hatinya mencelus begitu mengetahui salah satunya adalah Horace, bersama dua orang ksatria yang Selena tidak tahu siapa mereka.

"Demi Kalios," kata Horace begitu mendekat dan turun dari kudanya. Ia nampak lelah. Tubuhnya diselimuti bau obat yang tajam. "Kalian berdua ternyata di sini."

"Apa maumu?" tanya Selena. Ia kembali bersiaga dengan pedangnya.

Horace dan kedua Kesatria mengabaikan Selena. Mereka berjalan ke arah Glaive dan membungkuk untuk memberi hormat. "Penyihir Tinggi, kami minta Anda segera kembali ke perkemahan."

"Ada apa ini?" tanya Glaive.

"Penyihir Agung menghilang dan Jendral Aiber meninggal. Para Zealot mulai bertindak kasar terhadap para prajurit dan Kesatria yang lain. Jika ini dibiarkan, aku khawatir akan ada kekacauan yang tidak perlu."

"Tapi aku mungkin sudah dianggap pengkhianat oleh mereka setelah kemarin malam." kata Glaive ragu. "Aku sendiri tidak yakin apakah para Zealot mau mendengarkanku."

"Tolong bantulah kami," Horace memohon. "Saat ini hanya Anda yang punya kekuasaan untuk mengatur para Zealot, kalau keributan di perkemahan dibiarkan-,"

Selena kembali dicekam rasa khawatir walaupun separuhnya merasa lega. Sekarang, dengan wewenang yang ada. Gladius bisa saja membebaskannya atau memerintahkan tiga orang itu untuk menangkapnya dan membunuh Krall. Kalau hal itu sampai terjadi, tidak ada cara selain melawan dengan kekerasan.

Gladius menarik napas dalam. "Aku menerima tugas ini dengan kerendahan hati." Ia menatap Selena sebentar, lalu beralih kepada ksatria yang baru saja datang. "Sekarang, aku ingin kalian bertiga kembali, sampaikan kepada para prajurit dan Zealot untuk saling menahan diri sampai aku datang. Kemasi barang-barang kalian. Aku akan segera menyusul, dan besok kita akan kembali ke ibu kota."

"Tapi, bagaimana dengannya?" Horace menunjuk Selena. "Apa dia ikut kita?"

Glaive menggeleng, lalu berkata dengan nada resmi. "Aku dengan wewenang yang kalian berikan, memberhentikan Selena sebagai ksatria karena tuduhan melanggar disiplin dalam peperangan."

"Tapi, itu harus dibuktikan dengan pengadilan militer." Horace memprotes. Ia dan dua ksatria yang menemaninya berjengit ketika melihat bayi Orc yang digendong Selena.

"Sekarang, mana yang lebih penting?" Glaive menaikkan kedua alisnya. "Mengurusi gadis ini dan bayi kecilnya  atau mencegah agar para Zealot dan prajurit kerajaan tidak saling bunuh?"

Para Kesatria tidak bisa menjawab lagi. Horace membungkuk untuk memberi hormat lalu berbalik bersama dua rekannya, ketika matanya bertemu dengan mata Selena, ia mengangkat bahu dan senyum tipis tersungging di bibirnya.

"Glaive, terima kasih banyak." Kata Selena ketika menatap tiga kuda itu menjauh dan menghilang dari pandangannya. "Aku,-"

Glaive mengangkat tangan sebelum Selena menyelesaikan bicaranya. "Jangan berterima kasih padaku dulu. Kau pada akhirnya malah membuatku untuk mencoba percaya pada kemungkinan yang mengerikan, Selena."

"Tapi tidak ada salahnya selama masih ada harapan," kata Selena.

"Berjanjilah padaku satu hal." kata Glaive. Mata hijaunya menatap tajam Selena.

"Apa?"

"Kalau jiwa Morgrath mempengaruhi anak ini .... Bunuh dia, sebesar apapun rasa sayangmu kepadanya. Iblis tetaplah iblis."

"Aku tidak akan membiarkan itu terjadi," kata Selena berusaha untuk yakin.

"Berjanjilah dulu."

"Baiklah, aku janji." Kata Selena berusaha serius, walaupun ia mengucapkannya dengan setengah hati.

Glaive menjentikan jari dan sebuah cahaya biru meluncur menuju tengkuk Krall kecil, anak itu langsung tertidur dengan nyaman dalam pelukan Selena, lalu penyihir itu mengeluarkan sebuah kantung kecil dari balik jubahnya.

"Kau butuh satu hari untuk pergi ke desa terdekat kan? Bisa repot kalau Orc kecil itu menangis kelaparan. Sihirku akan membuatnya tertidur sampai kau tiba di desa, dan pakai ini untuk membeli apa yang kau butuhkan." Glaive melempar kantung kecil itu dan langsung ditangkap oleh Selena, yang membukanya dengan perasaan lega. Di dalamnya bertumpuk kepingan koin emas dan perak yang cukup untuk perjalanan beberapa hari .

"Glaive, bisa kau memenuhi satu permintaan terakhirku." kata Selena, ketika tubuh penyihir itu mulai dikelilingi cahaya bewarna biru cerah. Ia akan melakukan sihir perpindahan.

"Ya?"

Selena berhenti sejenak, berusaha agar kata-katanya tidak terdengar terlalu egois. "Aku tahu ini akan sulit buatmu," katanya. "tapi bisakah kau kuburkan pemimpin suku orc yang tewas melawan Jendral Aiber dan istrinya yang ada di dalam kuil ini di tempat yang pantas? Setidaknya aku ingin menghormati mereka sebagai teman-temanku."

Glaive memberi anggukan penuh arti diantara pusaran sinar itu. "Aku akan mengusahakannya. Semoga berkat Kalios selalu bersertamu, Selena."

Dalam kedipan mata tubuh Glaive langsung menghilang, meninggalkan Selena. Gadis itu melirik kepada bayi Krall yang tertidur di dalam gendongannya karena pengaruh sihir.

"Saatnya mencari tempat tinggal yang tenang untuk kita berdua, nak." kata Selena penuh harapan sekaligus kecemasan. Ia melangkah menuju kudanya, Typhoon yang setia menunggu. dan segera berlalu meninggalkan kuil para Orc. "Ayo pergi dari sini."




=========
Akhirnya!

Bab terakhir dari Krall the Origins ini bisa diselesaikan, yah seminggu lalu ternyata ada "badai" yang menerjang jadi membuat mood saya drop sampai ke titik terendah, dan minggu ini mulai pulih, jadi doakan saja agar "badai" cepat berlalu ya. 

Tapi masih akan ada bab penutup dari serial ini, sebuah epilog. Sebenarnya saya berencana untuk mempublishnya sekaligus minggu ini tapi ternyata babnya cukup panjang dan harus sedikit di revisi lagi.

Juga, bagi yang ingin bertanya seputar Krall silahkan PM, dan akan saya jawab di bab khusus nanti :) 

Omong-omong. game PC Dragon Age Origins itu keren ya .... cocok buat riset fantasy.  

Terus dukung Krall dengan komentar dan votenya ya
 m(_ _)m

=========
Epilog

"Usir dia dari sini!" Teriakan itu semakin liar, beberapa orang mulai mengacung-acungkan pisaunya untuk mengancam. 

  =========

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro