11. Pengalaman Seorang Pelupa

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

GENRE: FANFICTION-KOMEDI

***

Namaku Boboiboy. Anak Pulau Rintis, pecinta hot cokelat buatan Kakek kesayanganku–Tok Aba–dan pembenci biskuit buatan Yaya. Aku punya banyak kekuatan, ada delapan, masing-masing memiliki kepribadian yang berbeda. Tapi, tahukah kalian, kalau semakin lama aku membelah diri–oh, jangan samakan aku dengan ameba atau paramesium–daya ingatku akan menurun. Yah, bisa dibilang, aku akan amnesia karenanya.

Hal itu sangat sangat tidak menguntungkan. Hm, mari aku ceritakan kejadian yang sangat menyebalkan.

Suatu hari, Yaya datang ke rumahku. Membawa biskuit berbentuk hati buatannya sebanyak lima bungkus–yang mana barang satu biji pun aku tidak mau menghabiskannya–kepadaku.

"Eh, Yaya? Kau mau apa ke rumahku?" tanyaku sambil mengingat apa aku berjanji dengan Yaya kemarin, atau Yaya yang berjanji denganku?

Yaya menggembungkan pipi. "Alah, Boboiboy. Kamu ini jahat. Kan kemarin kamu berjanji mau memakan biskuitku sampai habis? Nah, sekarang aku membawakan lima bungkus resep rahasia dari biskuit super, duper, mega, maha, dahsyat enaknya punya Yaya ini!" ucap Yaya sambil mengangkat lima bungkus biskuit berbentuk hati.

Dengan wajah bingung, aku memastikan kalau ucapan Yaya benar. "E– betul?"

Yaya menautkan alis. "Kau ini! Selalu saja lupa pada hal-hal seperti ini. Cih, dasar! Ochobot 'kan sudah mengingatkan untuk jangan menggunakan kekuatan berlebihan, kenapa kau masih nakal? Ceroboh!"

"Eeeh! Bukan begitu maksudku, Yaya. Anu, em, baiklah. Bagikan pada aku." Yah, akhirnya aku memakannya juga.

"Aaa, terima kasih Boboiboy, kau ini memang sahabat terbaik yang kupunya. Nah, silahkan makan, jangan malu-malu." Yaya tersipu sambil menyodorkan lima sekaligus bungkus biskuit berbentum hati.

Aku menerimanya dengan senyum manis, sambil ber-istighfar dalam hati.

Biskuit Yaya, biskuit Yaya, biskuit Yaya, biskuit yaya~

Suara-suara dari dalam pikiranku mengendalikan tindakan. Tapi, mau bagaimana lagi? Seorang lelaki tak boleh menarik ucapannya, kecuali di Whats App.

Menelan ludah, aku menutup mata sambil mengucapkan bismillahirrahmanirrahim. Biar berkah, seperti yang Tok Dalang bilang.

Biskuit buatan Yaya menjadi lebur oleh gerakan-gerakan lidah, dilumatkan oleh lendir, lalu dikirim ke lambung melalui tenggorokan.

Tapi oh tapi, kenapa sulit sekali menelan biskuit ini?!

"Haa, macam? Enak, 'kan? Mau lagi?" Yaya membuatku tersedak–dia menepuk pundakku dengan keras. Membuat lumatan biskuit itu turun dengan tidak estetis ke lambung.

"Eeh, cu– cukup, cukup Yaya, aku dah kenyang," tolakku dengan halus.

Sesuai dugaan, Yaya tidak terima. "KAU INI BOHONG YA? BISKUIT AKU NGGAK ENAK YA? SPILL AJA! SINI, AKU TANGGEPIN!" ucap Yaya yang tiba-tiba menjadi ngegas.

"Ya, ya maaf, iya, iya. Aku makan lagi." Terpaksa, aku mengambil satu biskuit lagi di bungkus yang sama.

Yaya berhenti marah, langsung mengganti ekspresinya dengan senyum bak bidadari. Aneh betul.

Kembali mengunyah, melumatkan, dan berusaha keras menelannya agar masuk ke lambung.

"Haa, mau lagi?" Yaya kembali menawari. Aku mengangguk lagi, dan dia memberikan aku satu biskuit lagi, lagi, dan lagi.

Kau tahu seperti apa rasanya? Pernah minum air? Kurang lebih seperti itu, hanya, rasanya lebih, sangat, sangat tidak pantas untuk dimakan.

Untunglah, di tahap penghabisan biskuit ke dua–aku telah sukses menghabiskan satu bungkus dengan payahnya–Ying dan Gopal datang ke rumah.

"WOI ASTAGA KAMU NGAPAIN?" tanya Gopal cemas, mendekat ke arahku, melihat tidak ada jawaban Gopal beralih kepada Yaya. "Apa yang kamu lakukan? NGGAK PUAS LIAT BAPAK SAYA KESEDAK MAKAN BISKUITMU?!" Gopal geram.

Yaya memasang raut wajah tak bersalah. "Boboiboy yang mau makan, kenapa aku yang disalahin?"

Woi, kan situ yang minta aku makan biskuitnya? Napa jadi gini dah.

"Hee, Boboiboy baik juga, ya. Mau makan biskuit Yaya." Ying tersenyum penuh arti–maksudnya, mengejekku.

"Apa boleh buat, aku sudah berjanji pada Yaya kemarin," keluhku dengan deraian air mata palsu.

"HAH? KEMARIN KAN ADA MISI, KAMU BERDUA NGGAK KETEMU ASTAGA–" Gopal frustrasi melihat wajah tampan setengah shota-ku yang perlahan berubah warna menjadi hijau–tanda tingkat satu pada penderita keracunan biskuit Yaya.

"Hah? Apa?!" Aku yang terbaring lemas kini terbangun, menoleh pada Yaya. "Ya, beneran? Kamu bohong?"

Yaya tersentak, memainkan ekor bajunya. "Ha ... habisnya, nggak ada yang mau makan biskuit buatanku lagi, aku ... aku ... aku ...."

Huft, aku tidak bisa melihat orang lain sebegitu terkekangnya. "Maafkan aku Yaya, aku tidak bermaksud untuk tidak menyukai biskuitmu, hanya, mungkin lidahku tidak pantas untuk mencicipinya. Bagaimana kalau kamu mencoba menawarinya pada–"

"LARIAN LAJU!" Belum apa-apa, Ying, si pemilik kekuatan berlari cepat kabur. Memanfaatkan kekuatannya.

"WOI YING TUNGGUIN!" Tak lama Gopal mengikuti.

Percuma, Kanjeng Yaya tidak akan menyerah semudah itu. Kalian lupa Kanjeng Yaya punya kekuatan gravity?

"Sini kau berduaa!" Nah, benar saja, yaya menggunakan kekuatannya.

Yah, itu pengalaman burukku. Kalau aku tahu dari awal Yaya berbohong, mungkin aku bisa mencari alasan lain yang lebih masum akal agar terhindar dari amarah Yaya.

Pengalaman kedua, paling membuatku ingin membenturkan kepala. Kejadiannya di sekolah. Begini ceritanya ....

Malam sebelumnya aku sudah tahu akan ada ulangan Sejarah Malaysia, aku belajar sungguh-sungguh, menghapalkan materi, merangkum, dan mengerjakan soal.

Ditengah sedang fokus mengerjakan, ada pemberitahuan dari jam tangan keren abis buatan siapa aku tidak tahu. Kalau ada pencuri, atau bisa dibilang musuh bebuyutanku, Adudu.

Sebelumnya aku ingin bilang kalau penampilan Adudu sekarang sudah lebih baik. Dia membeli produk skin care dari Bagogo yang harganya setara dengan lima planet milky way. Hasilnya? Muka kotaknya glow-up. Yang awalnya berbentuk kotak, atau bisa dibilang trapesium? Entahlah, pokoknya, mukanya sekarang menjadi manusia seutuhnya–termasuk badannya. Hanya bagian rambutnya saja yang mewarisi genetik hijau sebelumnya.

Komentar kami? Menganga! Bagaimana bisa alien kotak sepertinya glow-up?

Pelajarannya, semua orang bisa berubah. Asalkan punya usaha.

Oke, balik ke topik. Adudu kini lebih mudah mencari masa karena ketampanannya–tentu masih lebih populer aku, tapi, alien mantan kotak ini membuat beberapa fans-ku menjadi belok atau memutuskan untuk mengidolakan kedua-duanya dari kami.

Aku menghabisinya dengan mudah– tentu jelas aku karakter utama. Sayangnya karena belakangan tidak ada misi aku memecah badanku menjadi delapan bagian. Seharusnya satu saja sudah cukup, tapi ya mau bagaimana lagi?

Misi selesai, ingatanku tentang pelajaran hilang begitu saja. Blank. Sama sekali tidak mengingat apa yang tadi sebelumnya kupelajari.

Sampai rumah aku tidak tahu harus apa, ingin melanjutkan kembali belajar tapi ... badanku serasa capek–efek membelah diri. Mau tak mau, aku ketiduran.

Besoknya, ketika seisi kelas mendapat ulangan tujuh puluh, aku mendapatkan sembilan puluh. Mungkin ini pengalaman baik? Ya, mungkin ini karena aku membantu orang. Atau menyelamatkan orang.

Tapi, itu sangat tidak baik untuk ditiru lagi. Aku tidak mau melakukannya lagi, untuk yang kedua kalinya.

Yah, sekian pengalamanku, sampai jumpaa!

***

Written by renulis_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro