6. Big Rain

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

GENRE: FANFICTION-SLICE OF LIFE

***

Aku terjebak di kelas bersama Kaworu, Asuka, Mari, dan Ayanami. Di luar hujan deras, tidak ada dari kami yang membawa payung. Membawa payung pun akan percuma, karena hujan ini terlalu berat untuk dilalui.

"Huh, membosankan sekali harus terjebak bersama Shinji-bodoh di kelas ini." Asuka bersungut-sungut.

Dia memang selalu menyalahkanku, meski aku sama sekali tidak salah. Aku tidak bisa membedakan apa dia benar-benar marah atau hanya sekedar menunjukkan sifat tsundere-nya. Aku hanya bisa tersenyum canggung saja.

Kaworu tiba-tiba memelukku dari belakang.

"Ka-Kaworu-kun?"

"Di sini sangat dingin, berpelukkan akan membuat tubuh kita hangat. Ini juga bisa mempererat hubungan kita."

Benar yang dikatakan Kaworu. Setelah dia memelukku dari belakang, rasanya jadi lebih hangat. Namun, rasanya ada yang salah.

"He-hei!!! Apa yang kau lakukan?!" Asuka berteriak pada Kaworu.

"Aku sedang menghangatkan diri bersama Shinji. Kami sama-sama memberi keuntungan."

Wajah Asuka memerah. "Ta-tapi..."

"Apa? Kau ingin memeluk Shinji juga, Asuka? Maaf, Shinji itu milikku. Kau tidak bisa memilikinya." Kaworu semakin erat memelukku.

"Me-menjijikkan!!! Kalian berdua itu laki-laki!!!" Asuka lantas menendang Kaworu dengan kaki kanannya.

Sial, aku tidak sengaja melihat celana dalamnya.

Asuka dan Kaworu ribut di belakang, Mari hanya menertawakan mereka berdua.

Aku lihat Ayanami hanya duduk menatap hujan yang berjatuhan di luar. Seperti biasa, dia tidak mengeluarkan suara apapun. Hawa keberadaannya begitu tipis.

Ketika aku memperhatikannya dari samping, dia tetiba menoleh ke arahku. Ekspresinya tidak berubah sama sekali. Berbanding terbalik dengan ekspresiku yang merasa malu.

Mari lantas menepuk pundakku. "Hei, Shinji. Siapa yang lebih kau sukai? Asuka atau Rei? Atau jangan-jangan Nagisa?!"

"Suka? Suka seperti apa yang kau maksud? Aku menyukai ketiganya."

"Wahaha, kau ini serakah sekali, ya."

"Aku juga menyukaimu, Mari-san."

Mari langsung menepuk pundakku. "Kau ini bisa saja, hahaha."

Kami berlima adalah pilot robot evangelion. Sebuah alat tempur raksasa yang digunakan untuk membasmi musuh umat manusia yaitu angel. Evangelion hanya bisa ditumpangi oleh pilot yang masih berusia muda seperti kami. Orang dewasa di atas dua puluh, tidak akan bisa mengendarainya. Sinkronisasinya tidak akan berhasil.

Tanpa kusadari, Ayanami telah menghilang dari tempat duduknya. Dia sekarang berada di sebelahku. Menatapku intens dengan raut wajahnya yang tanpa ekspresi. Aku penasaran apa yang dia inginkan.

"Ikari-kun, apa kau punya bacaan?"

"Bacaan?"

"Ya, novel atau sejenisnya. Aku ingin menghabiskan waktu dengan membaca."

Aku tahu Ayanami senang sekali membaca. Setiap jam istirahat, dia selalu saja diam di tempat duduknya sambil menggenggam sebuah buku. Aku tidak tahu buku apa yang dia baca, tapi dia selalu menggenggamnya erat.

"Apa perpustakaan buka?" tanyaku pada Ayanami.

"Bodoh, perpustakaan dikunci. Lagipula, sekarang hari Sabtu." Mari yang menjawab.

Berbeda dengan murid pada umumnya, pilot evangelion seperti kami hanya masuk setiap Sabtu dan Minggu saja. Kami hanya berlima saja saat belajar bersama guru. Aku lupa perpustakaan tutup di hari Sabtu.

"A-anu... aku tidak membawa novel saat ini. Aku meninggalkannya di kamar. Tapi, kalau kau membutuhkan bacaan, kau bisa membaca ini." Aku mengeluarkan bertumpuk-tumpuk kertas hasil tulisan tanganku sendiri.

"Woah, Shinji! Kau menulis novel?!" Mari tampak antusias.

"Y-ya, aku hanya iseng mencobanya. Tidak terlalu bagus."

Ayanami yang melihat tumpukkan tulisan itu, matanya tampak berbinar. Dia terlihat sekali ingin segera membacanya.

"Apa kau tidak keberatan membaca novel buatanku? Aku sekalian ingin minta pendapatmu."

Ayanami mengangguk. "Ya, aku akan membacanya. Terima kasih, Ikari-kun." Ayanami mengambil tumpukkan kertas itu, lalu membacanya di mejanya sendiri.

Aku sungguh gugup. Tidak ada yang pernah membaca tulisan itu sebelumnya, padahal aku sudah menulisnya sebanyak dua puluh bab. Aku benar-benar tidak percaya diri.

Tak lama kemudian, Ayanami kembali datang menuju mejaku.

"Apa ada lanjutannya? Aku sudah selesai membaca semuanya."

Betapa terkejutnya aku, dia benar-benar membaca dengan cepat.

"Ehm, belum ada. Aku baru menulisnya sebanyak itu."

Ayanami tampak bersemangat. "Aku tunggu lanjutannya!"

Dengan gugup, aku pun bertanya. "Ba-bagaimana menurutmu? Apakah itu membosankan?"

Ayanami menggeleng. "Tidak, ini justru sangat menarik. Aku langsung dibuat kagum oleh karakter utama ketika dia sudah menghadapi bahaya di bab pertama. Aku kagum dengan cara dia mengambil keputusan. Bab-bab berikutnya juga menarik. Musuh-musuh yang sulit dikalahkan itu membuatku selalu penasaran akan lanjutan ceritanya. Menurutku ceritamu bagus, Ikari-kun. Aku menantikan kelanjutannya."

Aku benar-benar senang mendengar pujian tulus dari Ayanami. Rasanya semangatku untuk melanjutkan cerita semakin membesar. Mendapat pujian dari pembaca memang pembakar semangat yang paling ampuh. Aku bahkan sampai kaget Ayanami yang irit bicara itu sampai berkomentar panjang lebar.

"Terima kasih, Ayanami. Aku akan melanjutkan cerita ini ketika pulang nanti."

"Iya, Ikari-kun. Aku nantikan kelanjutannya." Dia lantas menatap tasku. "Apa kau punya bacaan lainnya?"

Kali ini aku benar-benar kehabisan stok bacaan. Aku tidak bisa memberi Ayanami sesuatu lagi.

"Maaf Ayanami, aku sudah tidak punya lagi."

"Begitu, ya sudah, tidak apa-apa." Ayanami kembali duduk di bangkunya.

Hujan masih saja deras di luar. Mari sudah terlelap di mejanya. Asuka sedang ngos-ngosan di bangkunya setelah mengejar-ngejar Kaworu dengan sapu. Dia terlihat puas setelah berhasil mendaratkan satu serangan.

Sementara itu, Kaworu segera duduk di sebelahku. Dia tampak kelelahan setelah dikejar-kejar Asuka di sepanjang lorong. Dia menatapku dengan mata yang sayu.

"Kaworu, kau tidak apa-apa?"

"Punggungku sangat sakit. Dia tidak main-main saat memukulku dengan sapu. Astaga." Kaworu tampak sangat kesakitan. "Shinji, bisa kau memijat punggungku sebentar? Kalau kau yang memijat, sepertinya sakitnya akan cepat hilang."

Sejujurnya, aku merasa kasihan pada Kaworu. Aku pun langsung memijatnya dengan lemah lembut. Aku terbiasa memijat Misato-san ketika berada di apartemen, jadi memijat Kaworu juga bukan masalah yang besar.

Setelah kupijat sebentar, Kaworu langsung tertidur. Pijatanku mungkin terlalu nyaman sampai-sampai dia merasakan relaksasi yang begitu nikmat. Hujan di luar juga menjadi lagu tidur yang membuat dirinya semakin mengantuk.

Saat kutengok ke belakang, Asuka sudah tertidur. Ayanami yang tadi melamun di bangkunya juga mulai tertidur. Di kelas ini, tinggal aku saja yang bangun.

Tidak ingin ketingalan sendirian, aku pun ikut tidur di kelas yang sedikit dingin itu.

Saat bangun, langit sudah gelap. Lampu kelas juga gelap. Aku tidak menemukan Ayanami, Mari, Asuka, maupun Kaworu saat aku menyalakan lampu. Apa mereka bertiga meninggalkanku? Astaga, jahat sekali mereka.

Sekarang aku bingung harus pergi ke mana. Hujan di luar masih belum berhenti. Akan tetapi, aku juga tidak berani jika harus berada di sini sendirian.

Saat menoleh ke jendela, aku melihat Sadako muncul dari sana.

Sadako muncul dari jendela?!

Aku tidak tahu mengapa bisa begitu, tetapi dia langsung mengejarku. Aku pun berlari karena takut, sampai akhirnya menubruk tembok yang tidak terlihat.

Ah, sial. Apa aku akan mati dimakan oleh Sadako ini?

Ketika Sadako itu mendekat, aku terbangun.

Langit di luar masih hujan. Ayanami, Asuka, Mari, dan Kaworu masih tidur di meja kelas ini.

Syukurlah itu semua hanya mimpi.

***

Written by kripik_kun

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro