[1.1] - Bosan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari itu. Matahari bersinar terik. Panas menyengat, tapi tak satupun pertanda hujan turun. Seharusnya hari ini hujan layaknya lagu Guns n Roses.

Go-Jack berjalan melalui Jembatan Ampera membawa seorang gadis berseragam SMA di belakangnya. Alamat sesuai navigasi dan tarif sesuai aplikasi. Gadis itu turun lalu rebahkan diri sesaat di dalam kamar dan raih ponselnya.

"Ih, nyebelin. Masa sih besok kudu PAS Matematika sama Fisika segala," rutuk sang gadis selagi tatap layar ponselnya. Ia buka game seraya berharap sang pujaan hati pulang dalam gacha berikutnya.

"Momo. Kenapa kamu gak pulang pas event ini sih?" gumamnya tatkala menatap layar ponsel, lagi-lagi seakan meledek Anda belum beruntung.

Ia langkahkan kaki ke lantai bawah kamarnya.

"Nadia sayang. Gimana PAS-nya?"

"Ma, Nad mo istirahat dulu."

"Ya sudah. Makan dulu gih. Mama udah siapin makan."

Lagi-lagi makan sendiri. Mama lalu pergi berbelanja ke supermarket. Gadis bernama Nadia itu ambil sepiring nasi berisi lauk pauk selagi menyetel tayangan televisi. Cih, lagi-lagi FTV azab, batinnya merutuk selagi ujung jemari tekan tombol remote televisinya. Matanya membelalak tatkala sebuah tayangan muncul di layar kaca hingga membuatnya tersedak.

"Yang Mulia, kumohon. Jangan tinggalkan aku!" rajuk seorang wanita bergaun mahal selagi raih sepasang kaki jenjangnya.

"Diam kau, Shotacon! Aku tak sudi memiliki selir seperti dirimu!" balasnya dengan senyuman angkuh selagi palingkan wajahnya.

"Alah, sinetron kek gini masih aja diputer," rutuk Nadia selagi tenggelam dalam setiap adegan sinetronnya. "Katanya cerita kerajaan kok plat mobilnya aja plat B? Terus apaan tuh? Shotacon."

Adegan berganti dengan kemunculan dua wanita bergaun cantik di dekat sang raja.

"Yang Mulia. Biarkan saja Pare jelata itu menderita."

Nadia mengernyihkan dahi. "Apa-apaan ini? Masa nama tokohnya pakai Chitato segala? Iklan apa sinetron nih?"

Ya. Maklumlah. Biasanya orang yang terlalu terlarut dalam cerita sering mengomentari hal sepele seperti halnya nama dan bahkan gaun yang mereka kenakan.

"Abaikan saja dia, Selir Chita. Biarkan rakyat jelata itu menerima takdirnya hingga Yang Mulia Raja Bintang menjadi milik kita."

"Emangnya mau Raja dengan seorang wanita sesableng dirimu?"

Tangannya berayun dan berkata, "Tidak-tidak-tidak. Aku adalah Ratu Elin. Ratu dari kerajaan ini sekaligus istri pertama dari Yang Mulia Raja. Jangan berani bermacam-macam denganku jika kau tak ingin bernasib sama dengan gadis di sana!"

Nadia remas remote lalu membantingnya di atas sofa.

"Sinetron apaan tuh! Mana ceritanya gak jelas, ngawur, masih bagusan cerita buatanku!" rutuknya selagi cuci piring.

Seharusnya Nadia bersiap untuk belajar besok. Namun kini ia mengurung diri di dalam kamar dengan seutas kain putih terikat kuat di dahinya. Mulutnya berkomat-kamit dalam serapah selagi jemarinya berdansa lebih cepat daripada bayangannya sendiri di atas keyboard.

"Dasar pembuat sinetron sialan. Awas aja ntar! Sini biar kusantet pembuat skenarionya. Lagian aku masih bisa bikin cerita apalagi sinetron yang lebih bagus daripada itu!"

Mata berapi-apinya tak henti ketikkan satu persatu kata di depan layar komputernya hingga muncul sebuah kotak dialog di depan layar monitornya.

Santet has successfully sent.

"Rasain tuh! Makanya bikin cerita yang mendidik kek!" balasnya dalam seringai dengan senyuman puas dan tawa lebar.

Itulah dia. Nadia si dukun santet. Jangan berani macam-macam dengannya jika kau tak ingin mendapat balasan santet online langsung dari tangannya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro