Buku Dongeng dan Tinta Darah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

    Sunyi. Hanya ada sepasang langkah kaki yang melangkah dengan hati-hati. Gelap gulita. Semua jendela tertutup rapat oleh tirai. Cahaya senter yang menyorot lorong menjadi satu-satunya penerangan. Mata Angeline sesekali menatap catatan di genggaman tangan kirinya, sesekali menatap ke depan memastikan jalan di depannya.

    “Menurut denah yang telah Kak Roseline buat, aku harus belok ke kiri setelah sampai di ujung jalan ini.”

    Angeline menelan saliva. Lorong yang seperti tidak memiliki ujung terus menumpuk rasa takutnya. Jarak pandang yang sebatas wilayah terkena cahaya senter membuat lehernya mematung. Hanya ingin menatap ke depan, tidak mau menoleh ke arah lainnya. Jantungnya juga terus berdetak tidak beraturan. Dia akhirnya sampai di ujung jalan. Matanya menangkap tulisan dari cat semprot yang tertulis di dinding.

Kiri dan kanan tidak ada bedanya. Kau tidak akan menemukan apa yang kau cari. Pergilah sebelum ‘Dia’ menyadari keberadaanmu dan kau tidak akan pernah bisa lari darinya.

    Adrenalin Angeline menghentak keras setelah matanya selesai membaca. Bagian belakang lehernya terasa dingin. Meskipun sudah mengetahui tulisan itu hanyalah bualan semata, dia tetap terkejut. Menurut catatan kakaknya, tulisan itu dibuat untuk acara uji nyali yang diadakan Klub Sepak Bola beberapa tahun lalu.

    Angeline menoleh dan menyorot senter ke arah lorong di sebelah kirinya. Karena sudah menghafal denah yang dibuat kakaknya, dia memasukkan catatan milik Roseline ke dalam tas selempangnya. Sebelum melanjutkan perjalanan, dia menyingkirkan terlebih dahulu sekumpulan helai rambut yang mengenai bagian atas pundak kirinya, kemudian menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan.

    “Aku sudah menyiapkan semua keperluan yang dibutuhkan, bersusah payah mendekati Sally Ketua Klub Sains untuk bisa mendapatkan kunci laboratorium, dan bersembunyi sampai malam di sana. Kalau barang yang aku cari tidak ada, semua usahaku akan menjadi sia-sia.”

    Angeline mengepal kuat tangan kirinya dan melanjutkan kembali perjalanannya. Sampai akhirnya, dia pun tiba di perpustakaan. Ruangan yang menjadi tujuannya. Belum masuk saja ruangan itu sudah menghadirkan aura yang menyengat seakan mengisyaratkannya untuk tidak masuk. Namun, dia tak mengindahkan. Dengan hati-hati, dia membuka pintunya dengan perlahan. Suara decitan besi yang menghubungkan kosen dengan pintu terdengar begitu nyaring. Senter di tangan kanannya segera menyorot ke bagian dalam ruangan.

Sekali lagi, Angeline menelan saliva. Nalurinya berkata untuk tidak melangkahkan kakinya ke dalam ruangan, namun tekadnya terus memberikan perlawanan. Alhasil meskipun ketakutan setengah mati, kakinya tetap melangkah masuk. Namun baru beberapa langkah, seketika embusan angin menerpa bagian belakang lehernya. Tangan kanannya bergerak cepat menyorot ke arah pintu. Tidak ada siapa-siapa di sana.

Angeline kembali melangkahkan kaki menuju ke tempat di mana barang yang dicarinya berada. Dia pun tiba di rak buku nomor sembilan belas. Sambil melongok, dia mengarahkan senternya ke arah lorong yang ada di antara rak buku sembilan belas dan dua puluh. Penuh dengan jaring laba-laba dan debu yang cukup tebal menempel di mana-mana. Dengan teliti, dia mulai mencari sebuah buku yang terdapat di rak itu.

    Ayunan senter Angeline berhenti di sebuah buku yang sampulnya berwarna merah darah. Dia mengambil buku itu dan melihat bagian depannya.

    “Marasoul dan Bintang Jatuh di Ujung Samudera. Ini buku yang aku cari.”

    Angeline duduk bersimpuh di bawah dan meletakkan bukunya di hadapannya, kemudian mengubah mode senternya menjadi seperti lentera dan meletakkannya di samping kanan buku. Saat dia membuka bukunya, sebuah pena yang terbuat dari bulu terbaring di halaman depan. Dia segera mengambil pena bulu itu dan mendekatkannya ke cahaya senter untuk mencari tulisan yang ada di batangnya. Matanya pun membelalak begitu menemukan sebuah tulisan.

    “Maruhi. Ini pena bulu yang ada di catatan Kak Roseline. Kalau Maruhi ada, itu berarti catatan mengenai buku dongeng ini juga benar.”

    Angeline langsung membuka halaman belakang buku itu. Dan benar saja dugaannya, halaman itu kosong. Tidak mau membuang waktu, dia menarik tusuk konde yang sejak tadi digunakannya untuk mengikat rambut dan menyayat bagian muka tangan kirinya dengan kelopak dari hiasan bunga besi yang terdapat di tusuk konde itu. Dia kemudian menjadikan darah yang terus mengalir dari tangannya sebagai tinta untuk menulis halaman kosong buku dongeng.

Marasoul berhasil menemukan bintang yang selama ini dicarinya. Dia memegang bintang itu dan mengucapkan sebuah harapan. ‘Aku ingin kakakku Roseline Estergard bisa sembuh dari penyakit yang dideritanya, sehingga kami bisa bermain bersama lagi.’

    Tiba-tiba saja muncul gambar di halaman kosong itu sesuai dengan apa yang Angeline tulis. Tanpa sadar, air matanya keluar membasahi pipi. Dia mengambil perban dari dalam tasnya, kemudian melilitkan luka sayatannya.

    “Aku ingin segera pergi ke rumah sakit. Aku ingin memastikan apa buku dongeng ini berhasil menyembuhkan Kak Roseline atau tidak.”

    Setelah membungkus tangannya dengan perban, Angeline merobek sedikit bagian perban untuk mengelap noda darah yang ada pada hiasan bunga tusuk kondenya. Saat ingin memakainya lagi, seketika sebuah ingatan beberapa menit lalu tebersit di kepalanya. Ingatan saat dia menyingkirkan sekumpulan helai rambut yang mengganggu di pundak kirinya dan bagian ‘Pergilah sebelum ‘Dia’ menyadari keberadaanmu’ yang tertulis di tembok.

    Mata Angeline terus menatap tusuk konde yang ada di genggaman tangan kanannya. Tangannya pun mulai gemetar. Belum sempat mengumpulkan keberanian untuk berdiri dan segera lari dari tempat itu, tiba-tiba saja ada tangan yang merangkul pundak kanannya dan rambut yang sempat mengganggu pundak kirinya kini menjuntai sampai ke perut. Cairan hitam yang terus menetes di atas paha kirinya, membuatnya tidak berani untuk menoleh ke kiri. Kuku-kuku hitam tajam yang terdapat pada tangan yang merangkulnya, membuatnya tidak mau menunduk lagi.

    “Roseline meminta sesuatu yang hampir sama, Angeline. Tetapi, dia tidak bisa memberikan apa yang aku inginkan sebagai gantinya. Karena sekarang apa yang aku inginkan sudah datang, aku bersedia mencabut kutukan yang tertanam pada diri Roseline. Tidak perlu takut, Angeline. Prosesnya sangat cepat.”

    Makhluk itu tak memberikan waktu untuk Angeline merespon perkataannya. Tangannya langsung membuka paksa mulut Angeline. Dengan cepat, tubuhnya berubah menjadi abu dan masuk ke dalam mulut Angeline. Di saat yang sama, Angeline memejamkan mata menahan rasa sakit yang rasanya seperti ditusuk ribuan pisau.

    Setelah semua abu sudah menghilang, Angeline membuka matanya. Dia membuka halaman depan buku dongeng Marasoul dan meletakan pena bulu Maruhi di atasnya. Dengan tersenyum, dia menutup buku dongeng itu rapat-rapat.

    “Ayo kita kabulkan permintaan banyak orang, Marasoul, Maruhi. Aku sudah tidak terjebak lagi di dalam perpustakaan ini.”

_______

Jumlah: Pas 1.000 kata

- 30 September 2021 -

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro