Tak Seperti yang Terlihat - Dina Loanoto (Tema: Ibu Galak yang Jadi Viral)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dina Loanoto merupakan penulis yang sangat bersemangat. Terima kasih, Dina sudah diizinkan memuat ceritanya. Dina mendapat tema sama dengan Stefani, yaitu Ibu Galak yang Jadi Viral.


Wuuss... ciitt... breeem... breemm... "HEI!" teriak seorang penjual sayur yang sedang membawa gerobak. Ups, itu si Bos.untung tadi nggak nerusin pake kata-kata kasar. Lanjut si Penjual dalam hati.

"Wuaahh... gawat! Bos Da sudah sampai, ayo-ayo bereskan sebelum dia mengomel lagi!" seru beberapa pedagang yang lapak jualannya berada di dekat pintu masuk pasar.

"Anak-anak, matikan musik yang mengganggu itu. kita ini mao ambil uang sewa. Bukang mo pigi baperang," ujar si Ibu Bos berambut oval pendek dan bermata tajam seperti meremehkan setiap orang yang ada di hadapannya ini. "Hei, kau, Kribo! Apa yang kau lakukang dengan handphonemu? Ngapain pula kau pasang tampang mewek nan mellow begitu!" Logat Makassar bercampur bahasa Indonesia tergambar jelas dalam suara Bos Da.

"Ini Bos, video klipnyo e menyedihkan kali," ujar si Bujang Kribo sambil terisak sedih. Tampangnya boleh saja sangar bagai pejagal, tapi hatinya lembut seperti kapas.

"Ck, sudah! Buka pintu mobilnya," sahut Bos Da tak sabar lagi. Kedua anak buahnya buru-buru membukakan pintu mobil untuk bos mereka tersebut.

Ketiganya melangkah masuk ke dalam gedung pasar modern tersebut. Pasar bersih berlantai marmer dan berdinding putih itu sedang ramai dikunjungi oleh pengunjung saat itu.

"Stop... stop... stop! Berapa kali saya harus bilangi kau tentang kebersihan di tempat ini? Ayo, siapkan uang sewa kalian sekarang! Saya datang. Saya sudah peringatkan sebelumnya, to?" seru Bos Da menggelegar.

Sambil berjalan mengelilingi semua lapak dengan cepat, Bos Da membuat beberapa pengunjung terpaksa menyingkir sambil menatap marah kepada si Pemilik Suara. Mereka terusik dengan suara cempreng si Pemilik gedung pasar modern itu.

Beberapa pedagang merasa terganggu dengan keributan yang ditimbulkan oleh sang Empunya pasar tersebut. Bahkan, seorang ibu penjual bumbu pasar, menyempatkan diri menutupi kedua telinga dengan jahe yang ada di hadapannya saat ini.

"Kotoran apa ini? Berapa kali saya harus menegur kalian tentang hal ini?" serunya lagi.

"Apa yang sedang Bos Da katakan? Ada heboh-heboh apa, sih?" tanya si Ibu Penjual Bunga dalam hati sambil memandang penasaran jauh ke depan. Sedangkan si Bapak sesama penjual di sampingnya memberikan 2 kuncup bunga putih kepadanya. seakan memberitahunya untuk ikutan menutup telinganya memakai kuncup itu.

"Apa pula si Abang ini? Ngapain pula dia kasih ke saya itu kuncup bunga jualan saya?" tanya si Ibu muda itu sambil menatap temannya itu dengan dahi berkerut. Di lapak si Ibu Penjual bunga itu ada selembar kertas bertuliskan 'Tolong, bantu si Tuli.'

Bos Da masih saja mengomel dengan suara keras di dalam pasar miliknya itu.

"Semua harus bersih dalam pasar ini! kalian tidak pernah mendengarkan saya! Dan, kamu, Toi? Mana uang sewamu? Jangan membuat tampang menyedihkan seperti itu! Cepat berikan!" serunya lagi.

Wanita setengah baya bernama Toi itu memberikan sejumlah uang yang langsung direbut oleh Bos Da saat itu juga. "Dan... hapus ekspresi sedih itu dari wajahmu," tambah si Bos.

"Hei, Orang Aneh! Mana uang sewa lapakku?" Seru si Bos sambil membalikkan badannya, menemui pria berambut acak-acakan seperti pengemis di hadapannya.

Pria itu tergagap mundur.

"Sampai berapa lama kamu mau menunggak pembayaran lapakmu, Hah? Tidak ada lagi perpanjangan waktu, ya," seru si Bos lagi sambil menunjuk-nunjuk pria muda berbadan kekar itu.

"Kamu punya uang itu atau tidak?" tanyanya lagi makin mendesak Pria muda itu. Anak muda dihadapannya mundur teratur sambil mengangkat tangan – tanda menyerah, pada si Bos pemilik lapaknya itu. Anak muda itu terus bergerak mundur sampai langkahnya terhalang oleh meja beralaskan marmer putih di belakangnya.

"Kamu mau mati, ap..."

Belum lagi Bos Da menyelesaikan kalimatnya.

Tiba-tiba...

ZZTT...

Si Pria muda yang terlihat tak berdaya dihadapannya itu mengangkat tinggi sebilah pisau daging yang sudah ada di tangan kanannya sejak tadi.

Bos Da kaget. Perempuan itu mundur beberapa langkah. "Oh... Uh..." ucapannya terhenti seketika. Matanya membelalak lebar.

Kreek...

Css...

Sebuah kelapa dingin lengkap dengan sedotan berwarna merah muda, diberikan oleh si Pria muda penjual kelapa itu kepada si Bos pemilik lapak itu. Pria muda itu tersenyum lebar kepada sang Bos Besar.

Bos Da memandangnya dengan tatapan curiga.

"Terima kasih," katanya melembut. "Dan, uang sewanya?" tanyanya lagi.

Si pria muda memberikan uang yang sudah ada di genggaman tangannya.

"Hanya ini yang perlu kamu lakukan," kata Bos Da sambil menyeruput minuman kelapa pemberian si Pemuda di hadapannya.

"Bos! Bos! Kemarilah!" seru kedua anak buahnya dari lapak si Penjual Daging, tak jauh dari tempat si Bos besar berdiri.

Bos Da bergegas menuju tempat kedua anak buahnya.

"Sudah saya bilang berapa kali! Jangan pernah menipu pelanggan dengan timbangan yang dikasih pemberat!" seru Bos Da mendekati tempat Engko penjual daging di pasar itu.

"Kerja itu yang jujur!" tambahnya lagi sambil membanting timbangan yang sudah dicurangi itu. Pedagang yang lain hanya bisa geleng-geleng kepala melihat hal tersebut.

"Eh, Mas, Mas, jangan pingsan di sini. Ayo-ayo kalian, gotong dia ke belakang, beri dia minum," lanjut Bos Da lagi saat melihat salah satu pedagang yang rupanya terlihat lemas di lapak jualannya.

Di belakang, ketiganya berusaha untuk membuat pedagang tersebut bersemangat lagi. mengipasainya, memberinya minum, bahkan memijatinya. Memperlakukannya seperti petarung tinju yang mau berjuang untuk memenangkan pertandingan terakhirnya.

Diam-diam, ada pengunjung yang merekam kejadian yang menggegerkan gedung pasar di kawasan pinggiran Jakarta itu.

*

"Eh, lihat-lihat, si Bos kita ternyata terkenal sekali di luar sana," celetuk si Kribo. Saat menunggu Bos keluar dari inspeksi pasar seperti hari-hari lainnya.

"Dalam tiga hari saja, Video ini sudah ditonton oleh jutaan orang," serunya lagi.

Temannya yang lain hanya melihat sekilas dan mengerutkan kening. "Eh, tapi, kok..."

"Anak-anak, ayo kita pulang. Aduh, tidak adakah pekerjaan lain yang bisa kau lakukan selain nonton film? Sedang lihat apa kah ko itu? Sini saya lihat," kata Bos Da dengan kesal merebut handphone dari tangan anak buahnya.

Kasak-kusuk mulai tampak di mata para pedagang yang mengamati Bos Da dari jauh.

"Ssst, tampaknya Bos Da menerima akibat perlakuan kasarnya tuh, lihat, dia sedang melihat videonya sendiri," kata si Penjual sayur.

"Hei, kamu tidak boleh begitu. Ingat! Bos Da sudah banyak menolong kita, Lho," bisik si ibu pemilik warung kue.

Wanita muda penjual karangan bunga pun melihat dengan raut gelisah sedangkan penjual di sebelahnya seperti merasakan hal yang sama dan melihat ke Video yang sedang viral saat ini. Seakan mau membela tapi terdiam seribu bahasa.

Si Engko penjual daging pun merasa bersalah. "Seharusnya bukan itu yang terjadi, seharusnya orang-orang itu tidak men-cut video dan hanya menampakkan sekilas cerita saat Bos melemparkan timbangan miliknya itu." serunya dalam hati.

Beberapa penjual memintanya untuk memberi penjelasan, dan akhirnya dia melakukan hal itu dengan bantuan beberapa anak muda sesama pedagang. Tetapi, tetap saja, suara makian yang dilemparkan Netizen lebih kejam. Dan penjelasannya tenggelam dalam lini massa.

Ya, pasar itu akhirnya makin sepi. Pengunjung berkurang sekarang. Banyak pedagang yang menganggur. Tapi mereka semua bertahan untuk tidak meninggalkan pasar itu.

Bos Da datang menagih seperti biasa.

"Tidak perlu. Kau membayar terlalu banyak kepadaku. Ini, saya kembalikan uang kamu." Sang Ibu setengah baya itu tersenyum lemah dan berterima kasih atas apa yang Bos Da lakukan untuknya.

"Anak-anak, aku mau beli ayam ini. Angkut kedua kotak plastik ini. Letakkan di mobil." seru Bos Da pada kedua anak buah yang selalu mengikutinya.

"Jangan sedih, meski tidak ada yang membeli, ternyata hari ini daganganmu laku semua kan, Bu?"

Melihat hal itu, beberapa pedagang kembali mengingat masa lalu mereka. mengingat bagaimana mereka bertemu dengan Bos Da untuk pertama kalinya. Bagaimana cara Bos Da memberikan lapaknya untuk mereka.

Si Ibu muda penjual bunga seakan mengulang hari di mana dia masih berjualan bunga di tepi jalan, ada sebuah kertas yang disodorkan oleh Bos Da, "Saya punya tempat berjualan yang lebih layak, maukah ikut dengan saya?"

Anak muda penjual kelapa muda ingat benar Bos Da berkata, "Kau! Mana bisa laku kalau berjualan di tempat sepi seperti ini? Ayo, berjualan saja di tempat saya," serunya sambil tersenyum.

Iya.

Bos Da memang bawel, si Bos kalau berbicara kadang tanpa dipikir terlebih dahulu. Tapi, itulah Bos kami. Kami tidak perlu Bos yang hanya bisa berkata manis di depan kami kemudian, mencaci maki kami di belakang. Bagaimana pun, Bos Da mau kami menjadi pedagang yang lebih baik dari hari ke hari.

Meski, banyak yang mencercamu, kami tetap berada di belakangmu Bos, karena kami tahu, Bos Da sangat mengerti kebutuhan kami.

Tulisan ini kami buat, karena kami tak tahu lagi harus berbuat apa untuk menjelaskan, bagaimana Bos Da telah mengubah sebagian besar dari kami, para pedagang di pasar Da.

Percayalah, semua yang kalian lihat di video itu, bukanlah keseluruhan cerita yang terjadi saat itu.

Dari kami,

Pedagang Pasar Da. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro