실망

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kau sudah gila pasti!" gerutu Cindy sambil mencoba berjalan melalui gerombolan fans Bangtan di lantai enam. Setelah membayar baju dan sepatu di Burberry, Seok-jin memutuskan untuk membawa Cindy makan di salah satu restaurant kesukannya. Namun, ia sengaja tidak memanggil security karena ia tidak ingin membuat masalah di lantai yang bukan lantai VVIP nya.

"Paling tidak kau sekarang sadar." balas Seok-jin kembali dengan suara yang seolah-olah menyindir.

Untungnya, setelah perjuangan sepuluh menit hanya untuk berjalan melalui jarak lima meter, keduanya sampai di restaurant kesukaan Seok-jin.

"Fiyuh, ayo kita makan." ujar Seok-jin dengan ceria sambil menyeret Cindy ke dalam restaurant.

Seumur hidupnya, Cindy tidak pernah merasa malu seperti ini. Setiap kali ia mengangkat kepalanya ia pasti akan melihat wajah para pelanggan lain berbisik-bisik. Sebenarnya sih, secara logika, ia juga tidak heran para pelanggan lain akan begitu terkejut ketika melihat seorang selebriti menarik seorang wanita yang memakai baju couple-an ke dalam sebuah restaurant.

Tiba-tiba Cindy merasakan sebuah tangan yang kini terletak di pundaknya dan menutupi wajahnya dari samping. Cindy menoleh dan mendapati Seok-jin kini berada begitu dekat dengannya. Setelah makan siang yang diakhiri dengan perbincangan panjang, wajah Cindy kini mengukir sebuah senyum bahagia. Melalui perbincangan makan siang yang panjang itu, Cindy perlahan-lahan mulai menyukai kehadiran Seok-jin.

"Kau mau diantar kemana?" tanya Seok-jin sambil perlahan-lahan memutar setir mobil ke arah luar mall.

"Um, antar aku ke. . . Grand Hyatt Hotel. Aku harus menemui seseorang disana," ujar Cindy sambil membuka pesan di ponselnya untuk memastikan agar ingatannya akan lokasi tersebut benar.

"Kenapa kau ke hotel untuk ketemuan?" lanjut Seok-jin tiba-tiba.

"Um, ada seorang temanku yang ingin bertemuku disana."

"Oho, dan nama temanmu adalah?"

"Um. . . uh. . . Park. . intinya, seorang temanku."

"Nama teman sendiri saja tidak tahu, kau yakin dia temanmu?" balas Seok-jin yang mulai curiga.

"Aish, sudahlah. Intinya dia adalah seorang temanku."

"Baiklah kalau begitu."

🌹🌹🌹

"Selamat sore Cindy Kim-ssi, atau haruskah aku memanggilmu Kim Chae-young ssi?" ujar seorang pria yang sedang berdiri di depan jendela balkoni kamar hotel, dan di tangannya ia sedang bermain dengan segelas wine layaknya seorang pria kaya.

"Mengapa kau ingin bertemu denganku disini?" tanya Cindy dengan nada yang kentara dingin.

"Ayolah, kita ini teman lama. Mengapa nada berbicaramu seperti itu?"

"Huh, teman? Michin-nom [Dasar brengsek]" gumam Cindy.

"Aku ingin menawarkanmu sesuatu."

"Malhaebwa [Bicara lah]" balas Cindy sambil menyilangkan kedua tangannya.

Sang pria meletakkan sebuah folder di depan Cindy dan Cindy langsung maju dan membuka isinya. Alangkah terkejutnya ia mendapati puluhan foto mengenai dirinya dan Seok-jin. Mulai dari kejadian di Brighton, hingga kejadian dorm Bangtan. Semuanya ada disitu. Cindy mulai merasa ketakutan mengambil alih tubuhnya, namun ia tetap berusaha kelihatan tegar agar tidak dimanfaatkan dengan mudah.

"Apa maksudmu menujukkan semua foto ini padaku?" tanya Cindy.

"Aku ingin kau menikah denganku."

"Michin-nom! Ya! Kang Dong-wook, neon micheosseo? [Dasar brengsek, Kang Dong-wook, apakah kau sudah gila?]" gerutu Cindy sambil mengambil folder tersebut dan semua kertas dalamnya dan ia langsung merobek semua foto itu dengan wajah marah besar.

"Jika ibumu menikah dengan pamanku, maka semua warisan dari kakekku akan diberikan padanya. Tapi jika kita menikah terlebih dahulu, semua warisan itu akan menjadi milikku."

"Apapun alasanmu, aku tidak ingin terlibat dengan pria menjijikan sepertimu. Sekian, aku akan pergi." ujar Cindy sambil memutar tubuhnya dan berjalan secepat mungkin menuju pintu keluar.

"Eits, jangan buru-buru. Kita masih belum selesai," ucapan Kang Dong-wook itu membuat langkah kaki Cindy terhenti seketika. "Kalau kau menolak, aku tidak bisa menjamin ibumu akan berjalan di altar di hari pernikahannya."

"Kang Dong-wook!" teriak Cindy yang seketika itu merasa seisi kepalanya seakan meledak.

"Terimalah tawaranku. Jika kau menikah denganku, toh kau tidak rugi, dan kau akan menikmati warisan yang bisa menghidupimu hingga ratusan tahun."

"Kenapa aku? Aku tidak seperti wanita bodoh di bar Lucid Dream lainnya yang tergila-gila untuk menjadi istrimu! Aku akan mengatakan ini untuk yang terakhir kalinya! Aku tidak mau berhubungan lagi dengan pria biadab sepertimu!"

🌹🌹🌹
2 months later . . .

"Kenapa kau beberapa hari ini minum terus?" tanya Seok-jin dengan nafas terengah-engah. Sejak dua minggu yang lalu, ia semakin sering berakhir menemukan Cindy di sebuah private room dalam keadaan mabuk berat. Ia bingungnya bukan main melihat Cindy yang biasanya workaholic dan tukang menginap di dapur, kini menjadi alcoholic.

"Ah! Nwa! Han jan deo. . . [Ah! Lepaskan! Satu gelas lagi]" ucapan Cindy pun semakin tidak jelas karena kondisi mabuk beratnya.

"Ayo pulang, lepaskan gelasmu itu, ayo cepat!" ujar Seok-jin sambil mencoba melepaskan pegangan Cindy yang erat pada gelasnya.

Akibat stress berat melihat ibunya masuk ICU dari kecelakaan mobil, Cindy semakin hari semakin gila. Ia tahu ini semua adalah perbuatan Kang Dong-wook, namun tanpa bukti yang cukup, ia tidak bisa menuntut pria tersebut. Ia baru saja dihubungi jaksanya mengenai hasil sidang, dan tentu saja sang hakim yang disogok akan menggunakan alasan bukti kurang lengkap untuk menggagalkan segala tuntutan yang dilayangkan Cindy.

Toko roti Cindy yang semakin ramai membuat hidup Cindy tidak semakin mudah, melainkan semakin sibuk sehingga ia berulang kali jatuh sakit karena kurang istirahat dan kebanyakan minum alkohol.

Tiba-tiba Cindy mulai melepas jaketnya sehingga kini tubuhnya hanya ditutupi tanktop hitam dan rok ketat pendek. Ia semakin tidak peduli lagi dengan hidupnya.

"Ya! Kau ngapain melepas bajumu! Ayo cepat pulang! Gaja! [ayo pergi]" ujar Seok-jin sambil terus mencoba menarik Cindy agar Cindy bangkit dari kursinya. Namun, entah kenapa kakinya tiba-tiba tersandung ujung meja dan ia kini terjatuh ke arah Cindy.

Cindy yang mabuk berat, secara insting mulai melepaskan tangannya dari gelas yang ia pegang dan mulai mendekati wajah Seok-jin. Kedua bibir mereka bersentuhan dan meskipun Seok-jin tahu ini salah, ia tidak bisa menghentikan tubuhnya.

Dengan usaha yang luar biasa, Seok-jin memalingkan wajahnya dari gadis mabuk dibawahnya. Ia merasakan tangan Cindy berada di wajahnya, membuat sekujur tubuhnya merinding tiba-tiba.

"Cindy-ssi, aku sarankan kau pulang saja. . . Kau sudah mabuk berat." ujar Seok-jin sambil memalingkan wajahnya.

'Kalau aku tidak berdiri sekarang, aku bisa kehilangan self control dan melakukan sesuatu yang tidak seharusnya kulakukan, ayo Seok-jin a, jangan lakukan sesuatu yang akan kau sesali," batin Seok-jin sambil menutup kedua matanya dan perlahan-lahan bangkit dari posisinya.

— End of Chapter Fifteen : 실망 —

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro