Sontoloyo

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Matahari sedang berada di puncaknya. Hari ini sangat panas, terlebih waktu istirahat hanya tersisa beberapa menit lagi. Waktu untuk mengipasi diri sendiri dengan buku akan berakhir. Pembangunan di sekolah ini memang cukup lambat sehingga menyisakan banyak ruang kosong yang membentuk gurun pasir saat musim kemarau dan danau cokelat saat musim penghujan. Meskipun begitu, prestasi sekolah ini memang tidak bisa diragukan karena beberapa kali pemenang olimpide dan ajang olahraga ternama berasal dari sekolah ini. Setelah lonceng berbunyi, kelas XI IPA 5 akan belajar bersama seorang guru yang sudah terkenal berhasil mengirimkan anak bimbingannya ke olimpiade.

Seseorang yang perawakannya mirip dengan Mr. Minion memasuki kelas. Auranya terlihat berbeda, Mr. Minion biasanya memancarkan aura ceria dan menyenangkan tetapi Bapak ini terlihat sedikit misterius dengan wajah yang sangat serius.

"Selamat pagi."

Belum sempat Pranata berdiri untuk memadu teman-temannya untuk mengucapkan salam, Bapak yang dikenal dengan nama Pak Agus itu sudah menyapa siswanya dan kemudian duduk di kursi yang terletak di depan papan tulis.

"Kamu ngapain toh?" Pak Agus bertanya sambil menurunkan kacamatanya.

Pranata yang sudah terlanjur berdiri akhirnya hanya bisa duduk kembali tanpa bisa berkata-kata. Seketika kelas menjadi hening dan mencekam.

"Saya tuh sudah bilang sama yang nyusun jadwal, Kimia ndak boleh dikasih jadwal siang-siang begini. Kalian itu, masih pagi dan seger aja belum tentu mengerti apalagi siang begini, sudah lapar, malas, mengantuk juga. Bener toh? Kamu yang duduk di belakang, lihat depan sini."

Akhirnya pelajaran pun dimulai, ternyata Pak Agus tidak semenyeramkan yang terlihat. Beliau sangat menyenangkan saat menyampaikan materi dan sangat perhatian pada seluruh siswanya. Saat mengerjakan soal latihan, beliau bahkan menghampiri satu persatu siswanya untuk menanyakan apakah ada yang mengalami kesulitan. Pemandangan sangat langka yang membuat beberapa orang kagum adalah kesabaran beliau mengajar siswa yang terlihat sama sekali tidak mengerti.

"Nah kalau begini kan bagus, ndak ada sontoloyo lagi di kelas ini. Kalian harus saling membantu, yang bisa ajari yang ndak bisa dan yang ndak bisa jangan gengsi tanya. Biar kalian itu gak sotoloyo-sontoloyo amat." Pak Agus akhirnya tersenyum dengan ramah. Jenis senyuman seorang ayah yang melihat harapan di mata anak-anaknya.

Beberapa siswa jadi tersenyum mendengar kata-kata Pak Agus. Beberapa dari mereka ada yang dulunya sangat membenci kimia tapi setelah bertemu Pak Agus mereka akhirnya menyadari bahwa kimia tidak sesulit yang dibayangkan.

"Untuk PR kalian kerjakan soal halaman 12, nomor 1 sampai 10. Ndak ada tawar-tawar, kalau ada yang ndak mengerjakan jangan harap saya akan masuk mengajar."

Biasanya kelas ini akan mulai mengeluh dan membicarakan guru setelah guru tersebut keluar dari kelas, tetapi hari ini bagian mengeluh berubah menjadi kata-kata pujian. Beberapa dari mereka ada yang langsung menghampiri Prana untuk menanyakan bagian yang tidak mereka mengerti.

"Pak Agus keren banget, gue jatuh cinta." Vista tersenyum sangat lebar, sepertinya senyum terlebar yang pernah Leon lihat.

"Iya, perhatiannya itu loh. Bapak itu bisa hipnotis mungkin ya?"

"Kenapa kok hipnotis?"

"Kamu gak lihat tadi, semua cowo-cowo di kelas ini hikmad memandang papan tulis dan tangan mereka sibuk mencatat. Gue sampai merinding." Leon bergidik kemudian menunjukkan bulu-bulu halus di tangannya yang berdiri.

Pagi ini terlihat berbeda dari pagi-pagi sebelumnya. Beberapa siswa yang biasanya terlambat-termasuk Renzo dan Fras- sudah duduk manis di tempat mereka masing-masing.

"Tumben sudah rame?" Leon bertanya pada Vista yang sudah tiba lebih dulu dari Leon.

"Wah lo gak lihat tadi, nih ya anak-anak tadi pagi sudah sibuk dengan PR kimia. Mereka saling memastikan sudah selesai mengerjakan dan saling cek PR, lucu kan?"

"Luar biasa, kalau bisa semua mata pelajaran Pak Agus aja yang mengajar." Leon mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas dan benar saja, seluruh bangku sudah terisi dan seluruh meja juga terisi dengan buku-buku. Pemandangan langka yang bisa dilihat pada kelas yang terkenal cukup nakal.

Sekitar 20 detik setelah lonceng berbunyi, Pak Agus sudah memasuki kelas dan tersenyum ramah. "Selamat pagi, nah gini toh saya suka kalau mengajar kalian pagi-pagi. Silahkan keluarkan PR kalian."

"Pak Agus memang luar biasa, sebelum lonceng pasti beliau sudah jalan ke kelas." Vista semakin terpana dengan Pak Agus.

"Yup, tepat waktu sekali."

"Siapa yang ndak mengerjakan PR?" Pak Agus memandang satu persatu oknum yang sudah terkenal dikalangan para guru karena kenakalannya. Yang beliau dapati justru senyuman dari anak-anak itu.

"Bagus, berarti semua mengerjakan. Kalau sudah bisa mengerjakan berarti bisa menjelaskan, iya toh?"

Hampir seluruh siswa di kelas itu berpandangan satu sama lain. Bahkan Prana hanya mengangkat bahu saat mata teman-temannya menuntut jawaban darinya.

"Nah soal nomor satu, Renzo. Soal nomor dua Dini. Silahkan maju, tulis jawaban kalian. Kalau sudah nanti tak cek, kalo dah bener jelaskan sama kawan-kawan."

Semua mata tertuju pada Renzo dan Dini, tiba-tiba kelas menjadi sangat kompak. Semua siswa mendukung kedua teman mereka yang akan mengerjakan soal dengan tatapan semangat dan terharu layaknya melepaskan salah satu anggota keluarga mereka ke medan perang.

"Sudah, Pak." Renzo menatap ke arah Prana untuk meminta kekuatan. Prana menaikkan kepalan tangan tanda mendukung dan membenarkan jawaban Renzo di papan tulis.

"Wes bener, silahkan jelaskan."

Renzo sedikit gugup sehingga ia tidak dapat menjelaskan dengan baik. Akhirnya Pak Agus menunjuk Vista untuk membantu Renzo menjelaskan. Seperti yang diharapkan, mereka dapat menjelaskan soal tersebut dengan baik. Dini juga menyelesaikan soal dengan baik.

Saat Vista dan Renzo kembali ke tempat duduknya, Leon mengangkat tangannya kemudian melakukan tos dengan Vista dan Renzo sebagai bentuk ucapan selamat.

"Sejak kapan lo sama Renzo jadi dekat? Sampai tos segala."

"Hah? Gak sadar, ya dia kan teman kita."

"Sudah diakui teman?"

"Ya, kan kita satu kelompok iklan kopi dan sudah banyak ngobrol juga. Iya kan?"

Vista hanya tersenyum jahil mendengar jawaban Leon.

Setelah semua soal terjawab dan dijelaskan dengan baik, Pak Agus mengajarkan materi baru. Seperti biasa, setelah mengajar satu materi baru beliau akan memberikan soal latihan kemudian memeriksa satu persatu buku siswanya untuk memastikan semuanya sudah memahami materi yang disampaikan.

"Karena kalian semua sudah mengerjakan PR dengan baik, saya mau kasih bonus. Kalian lihat soal di pojok kiri sana, siapa yang bisa menjawab dan menjelaskan dengan benar akan mendapatkan hadiah."

Seluruh siswa di kelas mengambil pulpen dan mereka mulai sibuk dengan angka dan huruf yang ada di buku mereka masing-masing. Prana yang pertama kali mengacungkan tangan untuk menantang diri menyelesaikan soal yang ada di papan tulis. Sayang sekali jawaban Prana tidak tepat. Beberapa siswa lainnya juga memberanikan diri mencoba menjawab soal yang ada di papan tulis tetapi tidak ada satupun yang berhasil.

"Ada lagi, kalo ndak ada lagi yo jelas bener kelas ini sontoloyo."

Leon yang melihat buku Vista sudah terisi dengan jawaban berbeda dari jawaban-jawaban sebelumnya akhirnya mengacungkan tangan.

"Vista, Pak."

"Ya, Vista silahkan. Buktikan kelas ini bukan kelas sontoloyo."

Vista berhasil menyelesaikan soal dan menjelaskan dengan baik. Pak Agus tersenyum bangga, kemudian ia mengeluarkan dompet dari saku belakang celananya dan menarik selembar uang berwarna biru. Tindakan Pak Agus membuat seisi kelas riuh.

"Nah, biar kalian semangat. Ini bisa buat beli permen, bagi-bagi ya." Pak Agus memberikan selembar uang berwarna biru lainnya pada Leon untuk dibelikan camilan yang bisa dinikmati oleh seluruh siswa di kelas. Pak Agus keluar dari kelas dengan senyum bangga.


Salam dari Pranata Febryan Pak Ketua Kelas yang bisa diandalkan.


Terima kasih sudah membaca ;)

#30DayWritingChallenge #30DWCJilid23 #Day13

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro