04.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Shoto, kau ini umur berapa?"

"Delapan belas."

"Wah! Sama, dong."

Perjalanan yang sepi ke tempat penilaian bakat kini mulai tak terasa sesunyi sebelumnya sebab Hatsu-senpai mulai membuka percakapan.

"Eh?"

"Aku masuk akselerasi setahun," jawabnya sembari mengedipkan sebelah mata.

"Hebat ...." Aku bergumam. Sedikit kagum, sejujurnya.

"Ah, tidak kok. Kupikir aku hanya sedang beruntung saja." Oh, dia mendengarnya? Agak memalukan.

"Kalau Shoto, kenapa nama pahlawannya 'Shoto'?"

Aku terdiam. Kalau boleh jujur, aku tak ounya jawaban untuk yng satu ini. Aku hanya memilih nama asal karena tak tahu harus membuat apa. Tapi pada ajhirnya aku malah menjawab, "Soalnya, aku menghargai nama askiku."

Ah, jawaban apa itu?!

Kupikir aku kelihatan idiot sekarang.

"Wah! Memang sesuai harapan, Shoto, ya! Hebat sekali." Aku agak kaget reaksinya pun lebih bagus daripada yang dibayangkan.

"Kalau Enha-san, kenapa namanya menjadi 'Enha'?" Sial, aku keceplosan. Segera aku menutup bibirku rapat-rapat.

Hatsu-senpai menatapku lamat-lamat, kemudian tersenyum sampai mata sabitnya kembali terbit. "Sebenarnya Ance itu penggalan kata dari Enhancer yang berarti penambah."

Aku mengangguk mengerti. Ternyata begitu. Apa itu ada hubungannya dengan konsep quirk-nya?

"Kalau quirk Ance-san, apa?"

Aku agak penasaran.

"Oh, Shoto belum tahu, ya? Quirk-ku itu semacam, em ... oh! Sederhananya penambah stamina, energi, atau kekuatan. Bisa digunakan ke apa saja, sebagai gantinya kekuatanku di anggota tubuh lainnya akan berkurang, atau kalau aku memaksa bisa saja dampaknya aku akan kelelahan setelah menggunakannya."

Aku mengangguk paham, yang dihadiahi senyuman menawan dari Hatsu-senpai. Dia memang murah senyum, ya. Inilah keuntungan untuk naksir dia, mudah mendapatkan secret admirer-service

Penambah kekuatan, ya ... pantas saja belatinya kemarin sangat kuat, dia pasti sudah berlatih keras untuk mengendalikan kekuatan yang disalurkannya smapai bisa menebas esku dengan sempurna.

Dia memang luar biasa.

────────────────

Aku berusaha menggenggam tangan Hatsu-senpai agar dapat menahannya di satu tempat dan membekukannya dengan esku, dengan begitu dia tak akan bisa bergerak dan kalah telak—sesuai dengan ketentuan di mana jika aku
tersayat belatinya maka aku akan kalah, dan jika dia membeku deluan maka Hatsu-senpai-lah yang kalah.

Aku hampir bisa meraih pergelangan tangan kirinya dengan tangan kananku jika saja dia tak menarik lengannya sangat keras sampai aku mau tak mau melepaskannya agar pergelangan tangannya tak terkilir.

Sebagai gantinya, dia mengayunkan lengan kanannya ke arahku. Sayangnya, saat itulah dia tampak lengah karena hanya menetap di satu tempat saja. Aku segera melancarkan serangan

Esku menjalar mendekati kakinya, dia melihat ke bawah dan melompat kecil untuk menghindarinya. Melihat kesempatan itu, aku segera menarik pergelangan tangannya cukup keras. Ah, aku tak menyadari kalau tarikan tanganku sekeras itu sampai dia terjatuh menimpaku karena kakinya terjegal.

Untungnya sebelum itu, tanganku sudah mengeluarkan es yang membekukan sedikit dari kulit di lengannya. Namun sepertinya aku agak kurang beruntung karena siku Hatsu-senpai menyikut perutku. Aku meringis ketika merasakan tiga rasa sakit secara bersamaan. Yang pertama terduduk di lantai—hampir terbaring jik aku tak menahan posisiku, kedua Hatsu-senpai yang menimpaku, dan ketiga adalah siku gadis itu yang menyikutku.

Hatsu-senpai melihat wajahku, mata kami bersitatap sampai aku menolehkan kepalaku.

Aku melirik sedikit, melihatnya tersenyum. "Sepertinya lagi-lagi ada yang menahan Shoto, ya. Bahkan kau tak menggunakan apimu, padahal aku sudah mendengar kabar kalau kau mulai melatihnya," ujarnya sambil menjauh dariku.

"Tapi Shoto tetap menang dariku. Bukankah itu luar biasa?"

Aku termangu menatapnya yang mulai berdiri, dia menjulurkan tangannya, aku pun meraihnya dan dia membantuku berdiri. "Tidak. Enha-san lebih hebat, menurutku."

Dia mengelus tengkuknya, tampak tersipu karena pujian kecil. "Ah! Apaansih, kau ini."

Dia mengambil selembar kertas yang beralaskan papan ujian dan menuliskan sesuatu di sana. "Lain kali, jangan menahan diri, Shoto!"

Bagaimana aku bisa jika lawannya adalah kau?






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro