17. Akhirnya?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Keputusan bisa diputuskan besok."

"Jika Ara benar tidak hamil, kami pihak sekolah akan mengusahakan Ara untuk tetap sekolah di sini. Tapi, kalau Ara hamil, mohon maaf, kami pihak sekolah tidak bisa mempertahankan Ara lagi."

Ara mengembuskan nafasnya pelan kala mengingat ucapan pak Irawan pada Hanin siang tadi.

Gadis itu memegang testpack yang sempat dibeli tadi.

Besok Ara akan membuktikannya dengan benda itu. Tapi, jika benar dirinya hamil---ia harus rela menghentikan sekolahnya.

"Gue bilang juga apa, Nin! Lo itu gegabah. Sekarang kalau udah kaya gini siapa yang malu? Gue! Keluarga gue!"

"Fatur cukup. Ara juga adik gue."

Ara menyimpan benda itu di dekat laptopnya. Gadis itu turun menuju ruang tengah saat mendengar suara pertengkaran di sana.

"Puas, Ra? Puas lo malu-maluin keluarga?"

"Fatur! Jangan marahin Ara kaya gitu!"

"Dia pantes gue marahin. Makin besar bukannya makin mikir malah makin jadi," kata Fatur.

Malik menahan dada pria itu, "Sekarang lo maunya gimana? Semua udah kejadian. Lo marah-marah gini gak akan bikin semuanya balik lagi kaya semula."

Fatur menepis tangan Malik, "Ini semua gara-gara adik lo. Keluarga lo, emang turunan-turunan brengsek."

"Fatur!" Hanin menepis tangan cowok itu.

"Kerasa sekarang, Ra?" tanya Fatur.

Ara menunduk. Gadis itu mengepalkan tangannya di sisi jaitan. "Fatur, lo itu Abang macam apa sih? Adik lo lagi kaya gini bukannya lo kasih semangat malah marah-marah kaya gini. Toh mereka juga udah nikah sekarang, Leo udah mau tanggung jawab sama Ara. Fikirin perasaannya Ara, Tur. Lo udah dewasa," kata Hanin.

"Fikirin perasaan Ara? Gue tanya, dia mikirin perasaan Mama gak? Fikirin perasaannya Papa? Perasaan gue? Nggak sama sakali!" sentak Fatur.

Ara langsung berlari menaiki anak tangga. Ia masuk ke dalam kamarnya kemudian menangis di sana.

"Ara mau pulang. Ara mau sama Mama," isak Ara.

***

Leo baru saja selesai menambal ban motor pelanggannya. Cowok itu sekarang duduk di samping Fadil dengan wajah kusutnya.

"Kak Leo? Bisa minta waktunya sebentar?"

Leo mengerutkan alisnya kala mendapati beberapa wartawan di bengkel ini.

"Maaf ada apa, ya?" tanya Leo.

"Kak, benar berita tentang Kakak yang menghamili sahabat Kakak?"

Leo membulatkan matanya. Cowok itu meraih tasnya, "Bang, gue izin," bisik Leo pada Fadil.

"Kak! Kak apa benar kabar tentang Kakak yang sudah menikah?"

"Maaf permisi." Leo naik ke atas motornya. Cowok itu melajukan motornya meninggalkan beberapa wartawan itu.

Leo hampir lupa Abangnya adalah seorang artis. Berita semacam itu pasti akan sampai dengan cepat ke media.

Perlu waktu beberapa menit untuk sampai ke kawasan rumahnya.

Leo memarkirkan motornya kemudian turun dan masuk ke dalam rumahnya.

Saat kakinya menginjak ruang tengah, cowok itu mengerutkan alisnya kala mendapati Fatur. "Puas lo hancurin adik gue?"

"Satu-satunya yang ngancurin adik lo itu lo sendiri! Lo kaya gini sama aja lo ancurin mentalnya Ara, Tur. Lo mikir gak sih?" tanya Hanin.

Fatur mengusap wajahnya kasar. Cowok itu duduk di kursi, "Gak ngerti lagi gue!"

"Ara mana?" tanya Leo.

"Di atas."

Leo menatap Fatur, "Bang, Leo mohon banget sama Abang. Jangan marahin Ara terus-terusan. Ara gak salah. Di sini yang salah itu Leo."

"Ara itu cuman korban. Kalau Abang mau hukum, hukum Leo aja," sambung Leo.

Fatur memejamkan matanya sesaat. "Gue balik," ujar Fatur mengabaikan ucapan Leo.

Cowok itu langsung pergi begitu saja meninggalkan rumah Malik.

"Ezi, Om Jomblo kenapa marah-marah?" bisik Ayla yang rupanya tengah mengintip di pintu kamarnya.

Astaga, masih kecil sudah kepo.

"Gak tau," jawab Kenzie.

Hanin, Malik, dan Leo mengalihkan pandangan mereka. Ketiganya mengerutkan alis bersamaan, "Ngapain di situ?" tanya Hanin.

"Yah, Ezi sih. Ketahuan deh, kita harusnya ngumpet di kolong kasur," kata Ayla.

***

"Gimana?"

Ara menyerahkan testpacknya. Leo mengerjapkan matanya beberapa kali. "R-Ra," panggil Leo.

"Ara gak papa," jawab Ara.

Gadis itu langsung berjalan menuju kasur. Duduk di tepian seraya menatap kosong ke arah jendela.

Benda itu menunjukan dua garis merah. Itu tandanya, Ara positif hamil.

Tapi ... Mengapa harus secepat ini?

Leo berjalan menghampiri Ara. Ia berdiri menggunakan lututnya di depan Ara. Tangannya menggenggam erat tangan gadis itu. "Maafin Leo, Ra," kata Leo.

Ara tersenyum tipis dan menggeleng pelan. Sebelah tangannya terulur mengusap pipi cowok itu dengan pelan, "Ara gak papa," bisik Ara.

Ara menghela nafasnya dan menunduk. "Apa Leo keluar sekolah aja sama kaya Ara?"

"Leo, Leo itu udah mau jadi punggung keluarga. Kalau Leo berhenti sekolah, gimana sama anak kita," tanya Ara.

Mata Leo turun menatap perut rata gadis itu. "Tapi rasanya gak adil, Ra. Leo yang salah kenapa harus Ara yang nanggung semua resikonya?" tanya Leo.

"Yo, udah, ya? Ara beneran gak papa," jawab Ara.

Leo pindah dan duduk di samping Ara. Cowok itu menarik Ara ke dalam pelukannya. "Leo janji, Leo bakal jagain Ara. Leo minta maaf sama sikap Leo kemarin. Kalau Leo gak kaya kemarin, mungkin Ara masih---"

"Leo udah, Ara gak papa."

Ara melepas pelukannya. Gadis itu tersenyum tipis, "Leo mandi, terus siap-siap. Ara siapin sarapan ya buat Leo?" kata Ara.

"Ra---"

"Leo, udah dong. Ara aja gak papa, kenapa Leo kaya khawatir banget?" tanya Ara.

Leo menarik Ara kemudian mencium kening gadis itu dengan lembut. "I Love you," bisik Leo.

Ara tersenyum dan mengangguk. "I Love you, Leo," jawab Ara.

Leo terdiam. Benarkah? Apa dirinya tidak salah dengar? Sudut bibir Leo perlahan terangkat, cowok itu mengigit bibir bawahnya, "Ara serius?" tanya Leo tak percaya.

Ara mengangguk. Leo menarik Ara lagi ke dalam pelukannya.

"Makasih, Ara."

TBC

Kesan setelah baca part ini?

Ada yang ingin disampaikan untuk

Leo

Ara

Fatur

Novel DHUM udah bisa dipesen lewat shopee ya

Papay!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro