Bab 4 : Before This Accident (2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sepuluh tahun udah lewat sejak gue masuk ke dunia novel tanpa judul dan tanpa nama yang baru gue tulis satu bab. Gue udah mencoba berbagai cara buat memberontak sedari orok, tapi bukannya menyerah, orang tua gue di sini malah mengupayakan segala cara agar anaknya kembali 'normal'.

Akhirnya gue menyerah untuk balik ke dunia gue dan memutuskan untuk bertahan hidup di sini sebagai Elleanor Centaury. Satu – satunya time line yang harus gue lewati adalah saat Ellen datang ke pesta tahun baru yang diselenggarakan Grand Duchy Cassavero. Soalnya petaka untuk tokoh figuran yang gue peranin saat pesta dansa itu.

Sekarang umur Ellen sepuluh tahun, waktu gue nulis adegan dia mati terbunuh setelah ngeracunin si Alicia, kalau nggak salah dua tahun setelah debutante... berarti saat umur sembilan belas tahun. Alur novel di mulai saat Elleanor Centaury mati dan kekuatan suci Alicia Javes bangkit.

Thalia mencatat semua alur di dalam outline novel yang ia ingat. Ia sadar bahwa semakin lama menjalani kehidupan di tempat ini, semakin kabur juga ingatannya akan kehidupan masa lalu dan bagaimana alur novel itu berjalan di dalam outline yang sudah diberikan padanya sebelum menulis.

"Berarti yang perlu gue lakukan sekarang adalah mencari tahu soal dunia ini dan mulai memperkuat diri untuk bertahan hidup." Thalia mencatat semua rencananya. "Kelas tata krama dimulai pas gue usia delapan tahun, dan sekarang udah saatnya gue minta kelas pengetahuan umum."

Lagi, Thalia mencoret-coret di kertas. Dia sengaja menulis semuanya dalam bahasa Indonesia agar orang – orang di sini tidak mengerti apa yang Thalia tulis. Mereka hanya mengira kalau 'Ellen' mulai belajar menulis dengan coretan di buku.

"Gue paham dan mempelajari bahasa di sini secara natural karena tumbuh dari orok di tempat ini, tapi itu aja nggak cukup." Thalia menghela napas panjang. "Udah sepuluh tahun gue di sini, tapi bokap nyokap di sini belum mau manggil guru les untuk pengetahuan umum. Pokoknya setelah adiknya si Ellen ini lahir, gue harus minta kelas untuk pengetahuan umum."

Sedikit demi sedikit Thalia menyusun rencana, sesuai yang bisa dia lakukan saat ini. Setelah beberapa jam di ruang bermain, Diana menjemputnya dan mengatakan bahwa adik Ellen sudah lahir. Mereka kembar, lalu Joseph menamai anak kembarnya dengan Juliette Centaury dan Jason Centaury.

Setelahnya waktu kembali berlalu dengan cepat. Count Joseph Centaury dan Countess Carrentia Centaury mengabulkan permintaan Ellen untuk memanggil guru privat yang mengajarkan pengetahuan umum, dan bukan hanya sekadar pengajar untuk kelas tata krama saja. Tak ada yang perlu di ingat bagi Thalia selama Ellen dan kedua adik kembarnya tumbuh dengan baik dalam keluarga yang harmonis.

Kecuali satu hal.

Sesuatu yang penting yang Thalia lupakan.

Hal yang memicu pertemuan antara Grand Duke Andreas Roanoor Cassavero dan Elleanor Centaury.

Kebangkrutan Count Centaury karena penipuan dan penggelapan oleh salah satu oknum gelap yang Joseph kira merupakan petinggi dari kuil suci Lux yang merupakan penyembah dari Dewa Qirian.

"Josh, bagaimana bisa kau tertipu begini?" Carren menghela napas khawatir. "Apa yang harus kita lakukan ke depannya?"

"Aku tidak tahu, mereka mengambil semua dana yang berasal dari kuil suci Lux." Joshep mengerang frustrasi.

Carren menatapnya tak percaya. "Berapa jumlahnya?"

"Lima milyar clover." Joshep menelungkup di meja.

"Kau sudah gila!" Carren berteriak. "Kau sudah meyerahkan seluruh harta County, dan masih berhutang lima milyar?!"

Tahun 1122, musim panas ke-4 kalender kekaisaran. Jason dan Juliette yang baru berusia empat tahun memeluk kaki Ellen, menatap orang tua mereka dengan takut sambil mengintip dari balik rok sang kakak. Thalia yang melihat itu hanya mendesah napas panajang.

Sial, gue terlena. Harusnya gue nggak menikmati kehidupannya Ellen. Semestinya gue lebih waspada. Ternyata ini adalah adegan yang dimaksud dalam outline, kondisi yang menyebabkan Count dan Countess jatuh miskin, lalu membuat hidup Elleanor dan kedua adiknya sengsara.

"Aku tidak mau tahu, kau harus mencari orang itu!" Carren menghardik suaminya.

Joseph kebingungan, "Sayang... mereka sudah melarikan diri ke pelabuhan dan naik kapal dini hari."

"APA?!" Carren histeris. "Lalu bagaimana nasibku dan anak-anak?!"

Kejadian ini adalah pemicu yang membuat keluarga Centaury hancur. Grand Duke yang baik hati akhirnya membantu Ellen menghidupi kedua adiknya dengan memberikan pekerjaan. But in the end, Ellen salah paham dan malah jatuh cinta. Lalu perasaannya itulah yang mengatarkan Ellen kepada kematiannya yang konyol.

Thalia hanya bisa menenangkan kedua adik kembar Ellen sambil menyusun rencana di dalam otaknya. Sebab setelah hari itu, kekayaan keluarga Centaury habis dalam sekejap. Semua pelayan dipecat, dan mereka pindah ke sebuah rumah kecil di pinggiran desa. Satu-satunya yang tersisa bagi mereka hanya gelar bangsawan dan rumah tua bobrok.

Penghasilan Joseph sebagai kesatria kuil suci saja tidak mencukupi untuk membayar hutang dan menopang kehidupan. Perlahan, hutang itu semakin mencekik Joseph dan Carren sehingga taraf hidup Elleanor, Jason, dan Juliette semakin menurun. Dari daging steak menjadi roti mentega, lalu berubah menjadi bubur gandum, dan sup encer.

Bahkan, setelah semua penderitaan itu Thalia lewati sebagai Elleanor Centaury, masih ada satu hal yang sama sekali tidak ia ketahui. Yaitu fakta bahwa pasangan Joseph dan Carren akhirnya menjadi gila.

"Anak – anak, ayo makan!"

Secara tiba – tiba Carren memanggil anak – anaknya untuk makan bersama. Setelah sekian lama hanya makan bubur gandum dan sup wortel encer, hari ini tersaji sup krim yang terlihat enak dan roti yang dipanggang dengan mentega. Thalia mendelik. Makanan yang tersaji di atas meja adalah barang mewah. Dengan kondisi keuangan mereka saat ini, tidak satu pun dari menu di meja makan bisa mereka beli.

"Ibu, bukankah ini sangat mahal?" Thalia membuka suara, sebagai Ellen ia menahan kedua adiknya yang hendak merebut roti mentega di atas meja makan.

"Ayah bekerja keras untuk mendapatkannya, demi kalian." Joseph menjawab. "Ayo makan."

Wajah pria itu lusuh dan tampak lelah, sama seperti Carren. Thalia mendelik, menatap mereka berdua yang tak kunjung duduk di meja makan. Kedua orang tua Ellen tersenyum, tapi Thalia merasa kalau senyuman itu tampak menakutkan.

Ini pasti ada yang nggak beres. Waspada Thalia, waspada...!

"Kenapa masih diam saja? Ayo di makan." Joseph menyodorkan makanan itu kepada anak – anaknya.

"Kalau kami makan ini, bagaimana dengan cicilan hutang ke kuil suci Lux? Jatuh tempo pembayaran bunga bulanannya besok, kan?" Ellen bersuara, dan itu membuat Carren geram.

"Jangan banyak tanya, Ellen! Makan saja apa yang sudah ayah dan ibu persiapkan dengan baik!" hardiknya keras. "Kalian harus tahu bagaimana caranya bersyukur!"

BRAK!

Kaki Carren tanpa sengaja menendang meja makan. Kemudian, seperti efek domino, sebuah kampak di ujung ruangan terjatuh dan memotong sebuah tali. Thalia mendelik, intuisinya bergerak cepat dan mendeteksi bahaya dengan tepat. Gadis muda itu mengangkat tubuh Juliette dan Jason bersamaan, tepat saat sebuah karung gandum berisi batu - batu mendadak turun dari langit – langit rumah kayu tua mereka.

Bruk! Bruk!

Sreeettt!

"AKH!"

"OHOK!"

Thalia terhenyak, tangannya sibuk menutupi mata Jason dan Juliette. Carron dan Joseph tahu – tahu sudah tergantung dengan lidah menjulur. Mereka meronta selama beberapa saat, lalu mati.

"KAKAK....!" Jerit histeris si kembar bersahutan sambil memeluk kaki Ellen.

Thalia bermaksud memainkan perannya, mencoba menenangkan kedua bocah itu, tapi kakinya gemetar. Ia jatuh terduduk di lantai. Air matanya mendadak mengalir tanpa henti.

Gilaaaaa! Please, orang tua mana yang lebih gila dari Carren dan Joseph?!

Bunuh diri di depan anak?!

Nggak! Nggak! Mereka barusan berniat ngebunuh kami semua!

Asli nggak waras...!

Tuhan, tolong jaga kewarasan gue!

<<<>>> 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro