🌸Let's Never Know The Boy Who was Called Yoshida Haru

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jika ada pertunjukan yang disaksikan banyak orang di setiap musimnya, maka itu adalah pagi buta ini. Rakyat-rakyat Kerajaan Musim Semi berhamburan keluar rumah, menonton gerbong demi gerbong yang berarak memasuki area kerajaan. Isinya stok persediaan untuk musim semi. Dan jika ada kesempatan bagi Fuyu melancarkan aksinya, maka itu adalah hari ini, persis saat ini, sebelum gerbong mencapai kawasan penduduk.

Mentari masih terlelap berselimutkan garis cakrawala. Angkasa raya masih gelap gulita. Akan tetapi, dengan tergopoh-gopoh, anak perempuan itu sudah bersiap dengan alat panah yang disampirkan di bahu, menciptakan bisikan rimbun dedaunan ketika langkahnya menyibak semak.

Oh! Itu gerbong terakhirnya! Lekas-lekas, Fuyu menembakkan anak panah, tepat tertancap di celah pintu gerbong. Akan tetapi, kali ini, anak panah tersebut sudah dipasangi tali yang diikatkan pada pergelangan tangan. Fuyu malah tertawa keasyikan ketika merasakan sensasi bermain ski di musim semi, dengan gerbong berisi persediaan kerajaan yang menariknya.

Namun, semua itu bukanlah tujuan utama Fuyu. Ia harus fokus! Dengan mantap, Fuyu menarik tali untuk membantunya mendekat ke arah gerbong. Tali sudah tergulung di tangan Fuyu. Anak perempuan itu berpegangan pada pinggiran gerbong, lantas melompat naik.

Di tengah perjalanan yang melewati banyak turunan dan tanjakan, Fuyu santai saja mengintip isi gerbong lewat celah dari kedua pintunya. Ada kunci pengganjal di sana. Fuyu menarik anak panahnya untuk menebas kunci. Stroberi pun berhamburan, bagai peluru yang menerjang Fuyu. Untunglah ia berpegangan pada tepian. Dengan cepat, ia masuk gerbong yang sebagian sudah kosong karena stroberi berjatuhan, lantas menutup pintu, menyelamatkan stok stroberi lainnya.

Menit demi menit terasa berlalu dengan lambat. Fuyu sudah menguap berkali-kali. Kalau saja tidak ingat situasi dan posisi, mungkin ia sudah terlelap di antara lautan stroberi sedari tadi. Gerbong berhenti, membuat kepala Fuyu terantuk dinding dan kantuk pun terusir. Sudah sampaikah?

Fuyu menajamkan telinga. Di luar sana, terdengar derap langkah seseorang. Mungkin itu penjaga yang akan memeriksa isi gerbong. Bersiap, Fuyu menarik anak panah seraya memicingkan mata. Begitu gerbong dibuka dari luar, mata panah Fuyu langsung mengenai pundak penjaga dan menahannya di dinding ruangan ... tunggu, ruangan apa ini? Semacam garasi? Fuyu tak peduli.

Penjaga tersebut tidak mengalami luka parah, hanya badannya yang tersangkut anak panah dan tak bisa apa-apa selain berontak dengan punggung menempel ke dinding. Fuyu tergelak kencang. "Makan saja anak panahku itu. Aku sudah menyiapkan stok anak panah lebih banyak dari biasanya, untuk hari ini."

Akan tetapi, persis ketika Fuyu turun dari gerbong layaknya pahlawan idola rakyat, indra penglihatannya baru menangkap ratusan penjaga yang sedang hilir-mudik di sekitar untuk memeriksa sana-sini dan kini tengah menatap Fuyu semuanya. Buru-buru, Fuyu meralat ucapannya. "O-ow ... tidak jadi. Anak panahku tidak akan cukup untuk ini."

Fuyu berlarian sembari mengibaskan anak panahnya untuk menyingkirkan para penjaga dari hadapan. Anak perempuan itu bergerak cepat melintasi lorong kerajaan yang tidak ia ketahui lokasi tepatnya. Oh, ayolah. Fuyu tidak pernah membuat denah kerajaan. Bagaimana bisa ia ingat setiap kelokan yang tampak sama saja itu? Terserahlah. Yang penting, Fuyu melarikan diri sejauh mungkin.

Baru saja berbelok, tubuh Fuyu menabrak seseorang yang tinggi, lantas terpelanting ke belakang. Fuyu menengadah, menatap seorang lelaki yang memandanginya dengan mata melotot seolah nyaris keluar. Fuyu memaksakan senyuman sembari meringis kecil. "Maaf ... mari, Kak."

Aksi lari-larian kembali berlangsung. Akan tetapi, kali ini, lelaki itu benar-benar berniat mengejar Fuyu. "Hei! Tunggu aku. Sshhh, dengar dulu!"

Di cabang koridor, persis ketika Fuyu mengerem tanpa sadar untuk memikirkan jalan mana yang akan ia pilih, lelaki tadi berhasil menggapai punggung kaus Fuyu. Kuat sekali cengkeramannya. "Lepaskan aku, laki-laki jelek!"

"Kau penyusup, 'kan? Hei, aku juga sama! Kalau kau berisik terus, kita akan ketahuan!"

"Tidak, tidak. Pergilah! Hus! Laki-laki jelek! Buluk! Menyebalkan!" Detik berikutnya setelah Fuyu selesai mencerna kalimat lelaki tadi, anak perempuan itu pun berhenti histeris. "Eh, penyusup juga?"

Lelaki di hadapan Fuyu berdecak malas. Dilepaskannya cengkeraman di pundak Fuyu. Lelaki itu melipat kedua tangan di depan dada, berlagak keren. "Yoshida Haru. Tidak usah panggil aku laki-laki jelek, karena aku tahu itu sangat menyalahi fakta yang ada. Oke?"

🌸   🌸   🌸

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro