First Year

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tahun pertama

16 Mei 20**

Hari ini sangat cerah. Aroma bunga peony dan aster menyeruak di sepanjang jalan saat aku pulang tadi. Matahari bersinar dengan bangga menemani langit birunya. Aku bahagia. Semua orang bahagia.

Aku tidak tahu mengapa aku memutuskan untuk mulai menulis di buku diari seperti ini. Padahal, dari dulu, aku tidak pernah memiliki niat untuk menjadi melankolis seperti ini. Ah, aku benar-benar kehilangan karakterku sepertinya.

Dan lagi, aku tidak tahu akan ku apakan buku ini ke depannya. Kalau kugunakan untuk hal yang sia-sia atau mencoret sembrono di buku ini, aku akan merugi 2 dollar. Buku ini sudah lapuk, namun harganya luar biasa mahal. Penjual di pasar loak tadi licik sekali rupanya. Tapi bodohnya, aku tetap membelinya. Haaahhh ... sepertinya aku harus lebih banyak berpikir ketika akan membeli sesuatu.

Tapi tak apalah, aku akan menggunakan buku ini sebagai saksi bisu perjuanganku kelak. Barangkali sesekali curhat di buku ini tidak masalah juga, kan. Terkadang, buku bisa mendengarkan lebih baik daripada manusia walaupun tidak memiliki telinga.

Ah, ya, aku ... saat ini sedang jatuh cinta dengan seorang gadis. Rambutnya lurus denga panjang sebahu dan berwarna sekelam tinta pena. Kulitnya putih mulus dan tawanya merupakan tawa paling renyah dan paling menarik bagiku.

Aku mengenalnya dari SMU tempatku bersekolah. Dia bersebelahan kelas denganku. Awalnya, aku acuh tak acuh dengan keberadaannya. Bahkan, aku baru menyadari bahwa dia merupakan salah satu siswi di SMU itu satu tahun setelah bersekolah di situ. Gadis itu normal sekali, sama seperti gadis SMU pada umumnya. Tidak ada yang berbeda dari dirinya dan siswi-siswi lain.

Mungkin, jika berada dalam satu cerita, dia hanya akan menjadi pemeran tambahan yang akan dilupakan dalam waktu singkat. Tapi, bagaimana pun juga, pada satu momen ketika dia menatap lembut tepat ke arah kedua mataku, perutku bagai berisikan padang bunga dengan taman kupu-kupu di dalamnya. Pada saat itulah untuk kali pertama dalam hidupku, aku merasakan jatuh cinta.

Keberadaannya tipis, namun terasa paling bersinar bagiku. Ah, ini semua karena tatapan gadis itu. Andai dia tidak menatapku tempo hari, aku tidak akan jatuh cinta dan menulis di buku ini seperti orang bodoh.

Hari-hari berlalu dan gadis itu makin menarik perhatianku. Tanggal semakin bertambah, begitu juga dengan perasaan aneh yang aku rasa ketika melihat dirinya. Ketika ia melewati ruang kelasku bersama teman-temannya, mataku akan langsung tertuju kepadanya. Ketika bel pulang sekolah berbunyi, aku akan melihatnya selalu menunggu di depan gerbang SMU untuk menunggu jemputan atau mungkin menunggu temannya. Ketika bazaar sekolah berlangsung, aku akan selalu melihatnya berada bersama dengan anggota ekskul merangkai bunga.

Katakanlah aku ini maniak, penguntit, pengagum rahasia, atau apalah itu namanya. Tapi yang pasti, jatuh cinta ini begitu memabukkan. Aku mengetahui siapa namanya, apa hobinya, di ekskul apa dia bergabung, bahkan hingga ke hari ulang tahunnya. Namun, sumpah, aku tidak akan membahayakan gadis itu. Aku hanya ... sedang berada pada masa-masa jatuh hati kepada seorang gadis dan dari yang aku baca di internet, hal itu sangatlah normal.

Bulan demi bulan berganti, musim demi musim bergulir, namun aku masih belum bisa berbicara dengannya. Saling bertukar tatap saja tidak bisa. Yang bisa aku lakukan hanya mengaguminya dalam diam. Dasar, sepertinya aku ini memang laki-laki pengecut. Ayolah, ke mana perginya semua keberanianku?!

Karena sudah terlalu lama menunggu, aku merasa jengah dan memutuskan untuk melakukan satu langkah yang terbilang nekat. Aku akan mengirimkan surat cinta kepadanya!

Jadilah dua hari yang lalu, aku membuat surat untuknya. Aku akan mengutarakan semua isi hatiku kepadanya.

Aku bersepeda menuju minimarket terdekat untuk membeli amplop merah muda berpola hati, kumpulan kertas putih tanpa lipatan, dan sebuah pena tinta. Aku akan mengerahkan semua yang kubisa untuk membuat surat ini.

Aku tidak akan menggunakan internet, buku, atau sumber-sumber lain sebagai referensi. Ini adalah perasaanku, bukan milik internet atau pun buku.

Pertama-tama, aku akan menyapanya terlebih dahulu. 'Hai' mungkin merupakan kata yang tepat untuk mengawali surat inu. Aku tidak akan menggunakan nama karena jika itu kulakukan, masalah baru dan fatal akan muncul karenanya. Aku akan menggunakan bahasa yang santai namun sopan dan tidak terlihat seperti ditulis oleh seorang pedofilia. Akhirnya, setelah bersusah payah memutar otak, aku berhasil menyelesaikan bagian perkenalan.

Setelahnya, aku mulai menuliskan semua perasaanku untuk bisa mengenalnya lebih dalam ke atas kertas itu. Aku menuliskan bagaimana aku bisa mengenalnya, bagaimana aku tahu namanya, dan seberapa besar keinginanku untuk bisa berteman dengannya. Susah. Otakku seperti ingin terbakar saja rasanya. Tapi untungnya, walaupun aku tidak sepintar Shakespeare dalam merangkai kata, surat ini berhasil kuselesaikan pada tengah malam.

Besoknya, aku sakit dan tidak masuk sekolah selama sehari. Ternyata, bukan otakku saja yang sakit, tapi seluruh badanku juga.Dan pada hari ini, aku memutuskan untuk langsung meletakkan surat itu di loker sepatunya. Karenanya, aku datang pagi-pagi buta ke sekolah, menyelinap ke lokernya yang berada di bagian kiri, meletakkan surat itu sampai bisa dilihat olehnya, lalu pergi seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

Perasaanku menggebu-gebu seharian itu. Pelajaran bahasa dan sastra serta fisika hari ini terasa seperti angin lalu saja bagiku. Yang aku pikirkan saat ini hanyalah balasan seperti apa yang akan ia berikan kepadaku.

Namun, tidak ada balasan darinya.

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro