4. Terciduk

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

💫💫💫

Sedari tadi aku hanya menonton drakor, menunggu waktu istirahat selesai. Tidak memedulikan kebisingan kelas, aku terlalu terlena dengan isi cerita drakor yang sedang ku tonton.

Saat akan adegan ciuman, aku malah dikagetkan dengan kedatangan Dea yang sengaja membuatku kaget.

"Hayo, mau scene ciuman."

"Deon ngagetin aja tau gak, lagian gak pernah gue liat kok," kilahku.

"Gak pernah diliat, tapi keliatan," ledek Dea sembari tertawa.

"Kurang asem lo," kesalku.

"Ye gue kan emang bukan sayur asem, jadi kurang asem-lah."

"Btw, lo nonton drakor apa sih?" lanjutnya bertanya sembari mengintip layar ponselku.

"Suspicious Partner," jawabku.

"Ih drakor lama itu," balasnya membuatku menekan tombol kembali, dan mematikan ponsel.

"Ya emang, gue tau."

"Abis tuh?" tanyanya terdengar seperti di film kartun upin dan ipin.

"Gue cuma mau nonton lagi aja, sambil nunggu masuk kelas ditemani Ji Chang Wook Oppa," jawabku sembari tersenyum saat mengucapkan nama idolaku.

Kulihat Dea hanya mengangguk beberapa kali, setelah itu dia memainkan ponselnya. Tidak lama Risa menghampiriku, membuatku mendongak menatapnya.

"Ada apa, Ri?" tanyaku.

"Lo dipanggil wali kelas," ujarnya memberitahu.

"Gue aja nih?" tanyaku lagi memastikan hanya aku yang dipanggil Bunda Dwi.

"Ketua sama wakil ketua kelas," jawabnya.

Aku pun mengangguk, "Oh gitu, yaudah biar gue aja deh yang ke sana. Thanks yah," ujarku sembari tersenyum.

"Oke," balas Risa sembari mengacungkan jempolnya dan berlalu pergi dari hadapanku.

Aku melirik Dea yang sudah menatapku, kulihat wajahnya yang menyimpan ke-kepoan. "Apa?" tanyaku.

"Mau gue temenin?" tawarnya.

Aku hanya menggeleng pelan, "Gak usah, gue sendiri aja. Tar kalau gurunya udah masuk, bilangin gue dipanggil sama Bunda yah!" pintaku membuat Dea mengangguk cepat.

Aku segera melangkah keluar kelas, belum jauh meningggalkan kelas seseorang berjalan di sampingku, membuatku menatap heran.

"Ngapain lo?"

"Nemenin lo," balasnya singkat.

"Gak usah, emang gue anak kecil harus ditemenin," tolakku.

"Kata Risa yang dipanggil ketua dan wakil ketua kelas, kan?" Jadi yang di sampingku ini Raffa, entah kenapa dia tiba-tiba mau datang ke ruang guru. Biasanya dia gak akan datang, meski dipanggil seperti tadi oleh Bunda.

Aku mengedikkan bahu, membiarkan Raffa menemaniku bertemu Bunda.

💫💫💫

Kini aku dan yang lainnya sedang membicarakan dekor kelas untuk menyambut hari kemerdekaan Indonesia, jadi saat aku dan Raffa dipanggil ternyata Bunda hanya ingin memberitahu anak-anaknya untuk segera mendekor kelas dan akan seperti apa dekorannya.


"Jadi mau kayak gimana nih?" tanyaku meminta pendapat pada semua anak kelas.

"Eh tapi jangan ada tempelan di plafon katanya," ujarku lagi memberitahu.

"Yah gak seru," timpal yang lain.

Aku mengangkat kedua alisku, menatap semua teman sekelasku. Tampaknya mereka juga sedang berpikir, mudah-mudahan kelas kita bisa jadi juara mendekor kelas terbaik tahun ini.

"Gimana kalau kita tempelin sarung batik panjang gitu, kita pasang di dinding belakang sana," ujar temanku si juara kelas yang kejuaraannya tidak ada yang mengalahkan, dia memang sangat pintar.

Kulihat Jihan berdiri sembari menunjukkan dinding belakang kelas, "Nah nanti tempelinnya di sini, kira-kira dua sarung panjang cukup deh. Abis itu nanti kita print foto-foto pahlawan, terus bikin huruf dari kertas karton sama kertas yang berwarna itu, apa sih namanya lupa?" Aku mengerutkan dahiku memikirkan apa nama kertas yang Jihan maksud.

"Kertas caravell?" tanyaku memastikan apa tebakkanku benar atau tidak.

"Nah iya itu, setelah itu kita bikin kayak pintu masuk yang melengkung gitu di depan kelas, sambil bikin hiasan juga di taman kelas kita, gimana?" tanyanya setelah menjelaskan pendapatnya yang menurutku selalu terbaik, selain Dea yang menjadi sahabatku. Jihan juga sahabatku, tapi karena Dea teman sebangkuku aku terlihat lebih dekat dengan Dea. Meski dibalik itu semua Jihan tetap teman curhat terbaikku juga.

"Ide bagus, gimana yang lain?" tanyaku juga.

"Bagus, ngikut aja kita."

Aku melirik Raffa yang seperti biasa selalu diam tanpa memberi pendapat, "Raffa," panggilku dan mendapat respon dia yang hanya mengangkat alis.

"Gimana pendapat Jihan, lo setuju?" Kulihat Raffa mengangguk pertanda setuju.

"Yaudah kalau gitu, oke nih kita pake," ujarku lagi.

"Raffa mah ngangguk-nganguk bae, orang dia bukan merhatiin penjelasan Jihan tapi merhatiin lo, Ra." Celetukan teman sekelasku yang terbilang ember mulutnya itu membuatku lagi-lagi mengerutkan dahiku.

"Dih apaan sih lo," protes Raffa.

"Ciye, awas cinlok," celetuk yang lain lagi.

Setelah beberapa sahutan teman yang lain, membuat Raffa pergi tanpa pamit. Jelas saja aku tahu, dia pasti kesal dengan ledekkan anak-anak. Dan berbanding terbalik denganku yang senang mendengar candaan anak-anak, aku masih berusaha untuk dekat dengan Raffa. Meski itu sulit.

💫💫💫

A/n : Tetap berjuang, Ra! 💪😆

Jangan lupa vote dan komen 😉

16 Juni 2020
-ar-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro