Bab 3-A

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rainwall Village

"Dia wanita tercantik yang pernah kulihat," ucap salah satu pemuda dalam kerumunan bujang yang berdiri di pinggir jalan, melihat sosok Ruby berlalu dengan langkah senyap macam singa betina yang menawan namun menciutkan niat para pria untuk mendekatinya.

Ruby adalah penampakan supernatural yang terlihat sejenak lalu menghilang ke tengah kerumunan di pusat desa. Dia berpakaian dengan selera yang membumi; mantel hitam lusuh yang dia kenakan di bahunya yang kecil, gaun cokelat yang sudah ditambal sana-sini dengan bordir bunga yang sangat halus, dan sepatu dengan sol tipis yang tertutupi lumpur. Setiap kali ada yang menyadari kehadirannya, maka dapat dipastikan mata mereka akan tertuju padanya seorang hingga sosoknya sudah tidak berada di jarak pandang yang ada.

Hujan lebat yang melanda desa Rainwall tadi malam telah memberi kesan suram dan kotor di sepanjang jalan. Namun berbeda dengan rumah yang ditinggali Ruby sedari kecil. Dia dan keluarga kecilnya hidup bahagia di tengah hutan, beberapa kilometer dari desa Rainwall yang padat dengan rumah susun yang bisa diisi lebih dari sepuluh keluarga. Ayah Ruby mendirikan sebuah gubuk kayu kecil dengan penerangan sederhana dari lampu minyak. Rumah kecil dari kayu itu dikelilingi sepetak tanah luas yang digunakan untuk menanam berbagai tumbuhan. Halaman luas tanpa pagar itu tersambung langsung dengan hutan lebat yang dipenuhi pepohon besar dan tinggi menjulang.

Ruby membuka pintu rumahnya yang hanya akan dikunci sesaat malam tiba, di dalam ruangan berkayu itu terasa musim semi yang masih tersisa di tengah musim panas yang cukup terik. Ada bunga mawar hidup di dalam vas yang akan menyambut siapapun yang memasuki ruang sederhanan itu. Dengan segera tamu yang datang akan menyadari keindahan kecil itu, merasakan tempat berlindung yang sempurna untuk melepas penat dan lara.

Ruby segera menyiapkan makan siang untuk tiga orang sebelum kedua orang tuanya pulang dari ladang. Gadis itu seketika menghentikan gerakannya dan mencubit dirinya sendiri tanpa alasan.

"Tunggu ... kenapa aku malah santai berada di dunia ini, astaga!" teriak Ruby atau lebih tepatnya Flare kepada dirinya sendiri. Ini sudah malam kedua di mana Flare berubah menjadi Ruby yang hidup dua ratus tahun yang lalu.

Kemarin saja, dia kaget bukan main dan meneriaki ibu Ruby karena tidak memahami apa yang baru saja dia alami. Dalam sekejap, kehidupan Flare yang dipenuhi dengan kebebasan, lampu sorot, atraksi yang tiada habisnya, dan tepuk tangan dari ratusan penonton, berubah total menjadi kehidupan seorang gadis dari keluarga petani yang hidup damai dan serba terbatas.

Belum lagi kejadian yang terkadang datang secara tiba-tiba, lalu tubuhnya bergerak dan melakukan sebuah kegiatan secara otomatis. Seakan tubuhnya memiliki ingatan dan pemikiran sendiri.

Sampai detik ini, Flare tidak tahu bagaimana dan kenapa dia bisa terdampar di sana.

Lamunan gadis itu terpecah saat terdengar suara ketukan pelan. Flare bergegas menghampiri pintu depan meski dia tidak tahu gerangan siapa yang mau bertamu di siang bolong itu. Seorang perempusan cantik bergaun merah darah berdiri di depan pintu. Dia tersenyum dengan hangat, mata sayunya menatap senang kepada pemilik rumah itu. Wajahnya bersinar, seolah semua inti kehidupan berhasil terhimpun di wajahnya yang elok dan tegas. Rambut pirang yang mulai memudar karena usia digulung rapi, dengan beberapa anak rambut terjuntai di sekitar telinga.

"Selamat siang, Ruby. Aku hanya ingin menyapa dan memberitahu berita baik bahwa para penduduk amat berterima kasih atas jasamu," ucap Baroness Reinbach, bangsawan yang berkuasa di desa Rainwall.

Flare tersenyum kikuk dan menjawab secara tergagap, "A-ah, i-iya. Sama-sama. Umm ... Madam."

Sang Baroness tertawa kecil melihat reaksi Flare. "Ada apa denganmu hari ini? Jangan-jangan malah kamu yang sakit sekarang? Rasanya aneh dipanggil seperti itu olehmu, Ruby."

Jadi aku harus panggil kamu apa, dong! Aku tidak kenal siapa dirimu, Wanita! Flare menggerutu di dalam hatinya.

"Oh ya, tiga hari lagi, datanglah ke kastil. Baron Reinbach akan pergi ke London dan mengadakan pesta kecil sebagai doa akan keselamatannya sampai ke tujuan."

"Ba-baik. Saya pasti akan datang."

Sang Baroness tersenyum dan mulai berjalan meninggalkan Flare yang terpaku di teras rumahnya. Sekitar beberapa meter, wanita itu berbalik dan melambai pelan ke Flare dari kejauhan. Wanita itu sekarang menyerupai bayangan berbaju cerah dalam sorotan matahari yang jatuh meneranginya di antara rindangnya dedaunan. Sinar itu bergerak-gerak, membuat tubuhnya tampak samar--seolah keindahan itu pergi dan datang lagi.

Makin seru? Kasih tahu dong pengalaman membaca kalian sampai sini!💚💚💚

Hambatan apa ya yang bakal dihadapi Flare di dalam tubuh Ruby?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro