33. Flow and Go

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'If I could restart I ain't gonna hide these beautiful scars.'

-Maximillian-

***

Semakin diamati, semakin hebat memori buruk menggempur benak Poppy. Berulang kali melawan, nyatanya tak mampu menemukan apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan anak dalam pangkuan si wanita. Hal ini diperparah manakala Poppy menyinggung tentang mantan kekasih atau anak kepada Heath. Bukannya memberi solusi atau jawaban yang memuaskan hati, justru lelaki itu selalu menghindari pembicaraan sampai marah tak jelas.
Menguatkan dugaan Poppy bahwa kemungkinan besar Heath telah memiliki seorang bayi dengan mantan yang entah sekarang ada di mana.

Tapi, kenapa bocah kecil dalam foto ini tidak asing? Kenapa aku merasa sudah mengenalnya lama? Kenapa? Kenapa semakin diperhatikan ada ikatan batin yang pernah kujalin bersamanya?

Geram, Poppy kembali membongkar ulang ruang kerja Heath tuk menemukan benda-benda lain. Memangnya sebesar apa masalah yang menerpa lelaki itu hingga enggan menyebut masalah Grace padanya. Apakah wanita yang pernah singgah di hati Heath begitu berarti walau harus terluka begitu dalam?

Apa karena ini dia berpura-pura jadi gay? Karena sakit hati?

Lagi dan lagi, sesuai terkaan Poppy sebelumnya, Heath menyelipkan satu foto lama bergambar bocah kecil sedang mengenakan pelampung berbentuk lingkaran dan pakaian renang bermotif bunga. Di belakangnya, wanita yang mengenakan gaun musim panas selutut dan berkacamata hitam tengah mengepang rambut si bocah.

'I miss you till my last breath'

Api cemburu menggelegak membakar hati Poppy mengetahui tulisan tangan Heath tertera di balik foto tersebut. Entah pada siapa kata-kata berselimut rindu itu ditujukan, hanya saja ... Poppy serasa menelan pil pahit jikalau dia bukanlah satu-satunya saat Heath selalu menggaungkan dirinya sebagai yang pertama.

"Poppy!"

Bagai malapetaka yang merangkul mesra benak Poppy. Terjangan ingatan itu sekonyong-konyong datang dan mencekiknya tanpa ampun menyebabkan tubuhnya nyaris terhuyung ke belakang, andai kata sebelah tangannya tidak berpegangan pada pinggiran meja.

"Poppy!"

"Poppy!"

Dia memejamkan mata kuat-kuat sembari mendesis sebab tak kunjung menemukan benang merah pun lelah terjebak dalam labirin tanpa jalan keluar. Sejurus kemudian, tercetus ide gila yang membuat Poppy nekat keluar dari apartemen Heath selagi membawa foto bocah kecil itu.

Sekarang atau tidak sama sekali!

###

Air.

Tenangnya riak-riak sungai bagai menyimpan ribuan rahasia yang tak mampu dibongkar manusia pun bisa saja menjadi kunci utama atas misteri yang selalu membayangi benak Poppy. Dalam kebisuan, dia berdiri di pinggiran sungai Thames area taman Victoria Tower. Walau bibirnya terkatup rapat, isi kepala Poppy begitu riuh terhadap jutaan pertanyaan yang terkesan abu-abu.

Sesaat kemudian, matanya terpejam meresapi embusan angin menyapa setiap inci permukaan kulitnya yang berkeringat akibat disengat teriknya matahari. Belaian udara menyejukkan ini seolah-olah menyenandungkan rayuan agar dirinya segera menceburkan diri ke sana.

Air.

Riaknya melambai manja, menjelaskan bahwa ada segelintir cerita yang ingin dibagikan secara cuma-cuma. Tak perlu gelisah sebab semesta akan mendengarkan segala rintihan tanpa jeda. Desiran angin kian kencang bersamaan gemerisik dedaunan yang sama-sama menyanyikan harmoni tuk membawa Poppy melompati pagar pembatas.

Air.

Iris cokelat bak kayu manis di musim gugur itu mengerjap sebentar sebelum helaan napas meluncur dari relung dada. Tidak hanya sekali, melainkan berkali-kali dia menarik oksigen sebanyak mungkin ketika memandangi jemarinya yang gemetaran.

Air adalah jawaban.

Sekarang atau tidak sama sekali.

Puluhan kali Poppy meyakinkan diri bahwa tindakannya sekarang sebatas menemukan titik akhir, bukan menantang Sang Pencipta dalam menghadapi kematian. Tidak. Masih banyak sederet mimpi yang ingin dia wujudkan di kemudian hari.

Apa kau yakin? Air bisa menjadi musuh mematikan bagimu, Poppy. Riaknya yang tenang bisa menyeretmu ke dasar.

Dewi batin Poppy merisik seiring debaran dadanya kian berdentum kencang. Banyak imajinasi buruk menggerayangi pikirannya sebab kedalaman sungai Thames dan gelombang yang tak terduga bisa menjadi bencana. Di satu sisi, Poppy sangat percaya akan kemampuannya sebagai perenang layaknya sang ibu.

"Poppy!"

Suara itu lagi-lagi muncul, mendengung nan menyakitkan telinga juga makin memaksanya memanjat pembatas pagar taman. Dia mengepalkan tangan kuat-kuat, meraup nyali sebanyak mungkin sebelum akhirnya melompat ke dalam sungai berbarengan teriakan dari pengunjung yang menyaksikan tindakan gilanya.

"Hey!"

Dalam hitungan sepersekian detik, Poppy berbaur menjadi satu bersama derasnya air sungai. Atmosfer di sekitarnya berubah menjadi sebuah dimensi di mana kepingan memori tadi kian jelas dan sekarang dia mampu melihat si empunya wajah. Gadis itu. Si pemilik mata yang sama persis dengan Heath tengah memanggilnya tanpa henti saat gelombang membawa tubuh mungilnya menjauh dari Poppy.

"Poppy!"

"Help me, Poppy!"

Sayup-sayup suara-suara lain menyerbu tanpa diundang ke dalam ingatan Poppy. Meskipun perkataan mereka tak jelas, entah kenapa Poppy merasakan adanya ketakutan luar biasa dari nada bicaranya. Poppy menangkap tangan bocah kecil itu dan berusaha menggapai apa pun, tapi air yang terlanjur jatuh hati padanya berhasil membawa si gadis ke dasar tuk bersimpuh kepada semesta.

Sadar apa yang terjadi, Poppy berupaya muncul ke permukaan hanya untuk mengambil napas sebentar. Sial sunggu sial, arus yang terlalu kencang mengakibatkan keseimbangannya mendadak goyah. Alam sepertinya murka mengetahui Poppy menantang maut, sungai Thames mulai menunjukkan kekuatannya dengan mengajak Poppy ke dasar-mengabadikannya bersama jasad-jasad lain yang terendap di sana.

Debaran jantung Poppy meletup tak menemukan irama, mencoba agar tak panik tapi semakin dilawan gelombang sungai semakin adu kehebatan. Tangannya berusaha menarik apapun di dekatnya, sebab kadar oksigen dalam rongga paru-paru Poppy berada di ambang batas.

"Heath-" Poppy memanggil Heath manakala tak sengaja menelan air sungai.

Heath!

Hanya nama lelaki bertato itu yang terlintas dalam pikiran Poppy. Dia menggelepar ingin keluar dari permainan gila ini tapi air kian mengikat dirinya kuat-kuat. Tenaganya melemah seiring udara makin menipis dalam dada. Poppy dipaksa menyerah di saat dewi batinnya tak mau bertekuk lutut begitu saja. Dia ingin hidup. Dia ingin kembali. Dia ingin menemui Heath dan ...

Segalanya tiba-tiba gelap.

Tubuh Poppy tak mampu melawan sungai Thames yang terlalu angkuh atau justru mungkin semesta tak mau diganggu ketenangannya. Raganya telah pasrah, terombang-ambing oleh air yang membawanya entah ke mana.

"Poppy!"

Dan hanya suara Heath yang terakhir kali dia dengar disertai uluran tangan juga sorot mata penuh gelisah.

Air adalah jawaban.

Sebab aku pernah tenggelam bersamanya ...

###

Sirene ambulans berhenti menggema tepat di depan pintu UGD Royal Hospital. Sebuah brankar yang mengangkut seorang gadis di balik selimut tebal didorong cepat oleh dua orang sementara satu orang lagi memberikan bantuan napas dengan ambubag.

Atensi tertuju pada si gadis yang sedang didekap mesra oleh bayang-bayang kematian di saat sekujur tubuhnya sudah tak berdaya. Saling berkusu-kusu menantikan apakah si gadis akan bertahan atau justru meninggalkan nama.

Petugas medis Royal Hospital yang menerima laporan korban tenggelam menyambut dengan ekspresi tegang. Isu dugaan bunuh diri bukanlah hal yang pertama, tapi yang mengejutkan mereka adalah Poppy-adik dari residen yang pernah mengabdikan diri di sini. Seseorang yang bukan lagi asing apalagi bagi Heath.

Bola mata Heath membesar pun bibirnya menggumamkan umpatan pelan saat menerima brankar. Bersama-sama, dia memindahkan badan Poppy ke bed di ruang P1 seraya mendengarkan secara saksama bagaimana petugas berseragam merah dan berompi kuning menjelaskan kondisi Poppy saat ditemukan.

"Siklus pertama CPR gagal, sehingga kami harus memberikan suntikan epinefrin. Untungnya di siklus kedua, korban memberi respon lebih baik," terang petugas berambut ikal. "Hanya saja, sampai sekarang tekanan darahnya belum stabil begitu pula suhu tubuhnya. Di bagian betis kiri terdapat luka robek sepanjang enam senti, kemungkinan karena tergores kayu atau benda tajam lain. Kami sudah membersihkan dan membalutnya, tidak ada tanda-tanda adanya patah tulang."

Bagi Heath, dunia serasa runtuh mengetahui Poppy hampir tak bisa diselamatkan jikalau pengunjung taman tak segera menelepon bala bantuan.

Bahwa berandal kecilnya hampir tewas.

Bahwa saat ini berandal kecilnya sedang bertaruh dengan malaikat yang akan membawanya ke alam baka.

Dengan cekatan, berbagai macam alat penyambung hidup dipasang ke tubuh dingin Poppy termasuk selimut tebal supaya suhunya perlahan-lahan naik. Aliran oksigen bertekanan tinggi mengalir memenuhi sungkup yang menutupi mulut dan hidung gadis itu, sementara layar monitor menunjukkan pergerakan detak jantungnya yang begitu lemah.

Heath memasang jalur infus agar tekanan darah Poppy tak semakin turun, sedangkan perawat mengambil sample gas darah dilanjut pemasangan selang urin untuk evaluasi cairan.

Dibantu dokter Shawn, Heath mengatakan jika membutuhkan pemeriksaan lanjut seperti rontgen dan CT-Scan untuk mengetahui apakah ada cedera-cedera lain mengingat korban tenggelam berisiko mengalami kerusakan otak.

"Apa kau sudah menghubungi dokter Pearson?" tanya dokter Shawn sembari memasukkan suntikan vasopresin agar tekanan darah Poppy tetap stabil.

Heath melenggut cepat. "Dia akan datang sesegera mungkin," jawabnya seraya mempercepat tetesan infus. "Perlu kita beri Albuterol? Kebanyakan korban-"

"Beri saja, sebagian besar korban selalu mengalami bronkospasme," tandas dokter Shawn.

Heath menyambar botol plastik kecil berlabel Albuterol yang akan dimasukkan ke dalam masker nebulisasi di mana obat tersebut akan melebarkan saluran napas Poppy yang membengkak. Dalam hati, dia sangat berharap tidak ada hal buruk yang terjadi selama masa-masa kritis Poppy.

"Dokter Alonzo?" Petugas first aid memanggil Heath begitu selesai menyelesaikan pekerjaannya.

Air muka Heath yang tadinya setenang air kini berubah setegang kawat manakala petugas tersebut menyerahkan dua lembar foto yang basah dan sobek di ujung kanan atas.

"Kami menemukan ini di celana yang dipakai Nona Pearson," tandas petugas itu.

Tangan Heath menerima dengan ragu-ragu sembari bertanya-tanya darimana Poppy menemukan foto tersebut. Apa karena ini gadisnya bertindak sedemikian rupa?

Kepalanya berputar ke arah tubuh lemah Poppy di mana dinding kaca menjadi pembatas antara mereka. Tanpa sadar, Heath meremas foto tersebut dengan geligi gemeletuk dan rahang mengetat. Gelombang emosi yang terendap selama bertahun-tahun kini menyeruak tanpa bisa dikendalikan.

Apa kau sengaja menenggelamkan dirimu demi mencari kebenaran Poppy? Kenapa kau selalu ikut campur dalam kehidupanku, Little trouble?

Jika seperti ini, siapkah kau dengan kebenaran yang terungkap? Tidak bisakah kita hidup berselimut kebohongan seperti sekarang?

***

Albuterol : Obat dalam bentuk cairan atau bisa tablet yang digunakan untuk melebarkan saluran napas bagi penderita asma atau gangguan napas lain.

Nebulisasi : Pemberian terapi obat dengan cara dihirup menggunakan nebulizer. Obat cair akan diubah menjadi uap dan masuk ke saluran pernapasan.

Bronkospasme : Penyempitan saluran bronkus.

Epinepfrin : Obat yang digunakan untuk menangani kasus alergi hebat, henti jantung, dan kasus berat lain.

Vasopresin : Obat yang digunakan untuk mempertahankan tekanan darah.

CPR : Pijat jantung.

***

Bab 32 dan bab terkunci lainnya bisa kalian baca di Karyakarsa yaaa~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro