Lilac 3 - Malam Indah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tidak seperti biasanya, malam ini kastel kerajaan Llaeca begitu ramai dengan orang-orang yang berkumpul di ballroom. Ruangan yang begitu terang dengan lampu gantung mewah di langit-langitnya, bak berusaha menandingi cahaya rembulan beserta bintang-bintang yang terlihat dari jendela besar istana.

Alunan musik mengiringi obrolan hangat yang ada di antara mereka. Sambil menggenggam secangkir minuman, atau sepotong kue di atas piring kecil, mereka tertawa dan bersanda gurau satu sama lain, menikmati pesta ulang tahun ke-17 puteri raja yang diadakan oleh pemimpin mereka.

Seorang gadis dengan gaun ungu lebar melangkah menuruni tangga. Berpasang-pasang mata langsung teralihkan kepada sosok molek nan cantik penuh pesona itu. Tak ada lagi yang bisa memalingkan pandangan darinya. Warna lembut dari pakaian terlihat padu dengan kulit sebening kristal, dan rambut disanggul yang berkilau seputih salju. Bunga-bunga kecil berwarna merah muda pada gaun dan kepala, menambah kecantikannya berkali-kali lipat.

Bibir kecil itu mengulaskan senyum pada orang-orang yang membungkuk hormat di hadapan, dan semakin merekah kala seseorang berjalan menghampirinya. Sosok penuh wibawa dengan setelan kerajaan—atasan putih berornamen emas di dada dan pergelangan tangan—membuatnya terlihat begitu mewah. Bawahan yang senada dan sepatu coklat tinggi turut menghiasi kaki panjangnya.

Jubah biru yang dipakai bergerak seiring ia menyodorkan tangan bersarung putihnya. "Putri, bolehkah?"

Dengan senang hati Valmera menerima gandengan tangan itu. Menyelipkan tangan kanannya, lantas menuruni anak tangga lagi untuk berbaur dengan tamu-tamu undangan. Dari keluarga Knight sampai Duke, mereka semua hadir di pesta hari pertama ini. Bahkan, terlihat beberapa prajurit yang asyik berbincang-bincang di sisi lain. Pesta ini memang di-desain untuk semua kalangan. Besok, waktunya membuka gerbang kerajaan untuk rakyat yang ingin menikmati pesta tahun baru di istana.

"Valmera Springgleam."

Gadis yang terpanggil memutar tubuhnya dan berseru, "Ayah!"

"Oh, Putriku. Kau sungguh cantik hari ini," puji lelaki tua berjubah kerajaan itu. "Selamat ulang tahunmu yang ketujuhbelas, Sayang." Gadis yang dipuji balas tersenyum dengan semburat merah di pipi. Manik kelabu Arther berpaling pada pemuda yang berdiri di samping anak semata wayangnya.

Neal membungkuk hormat pada orang yang telah memimpin negeri selama bertahun-tahun itu. "Yang Mulia Raja, kalau Anda ijinkan, saya ...." Dia tidak melanjutkan perkataannya, dan malah memberi tatapan serta senyum lebar yang tidak bisa dimengerti oleh Valmera. Anggukan dari Arther setelahnya pun semakin membuat perempuan itu mengerutkan kening.

"Ada apa in—EH EH!?" Higheels yang dipakai oleh sang putri mendadak jauh dari pijakan. Tubuhnya pun secepat kilat telah berada di gendongan si pemuda. "Pangeran Neal!?"

"Ayo ikut aku."

"Ke—Kemana? Hey! Kau mau membawaku kemana?!" Pertanyaannya tidak dijawab. Neal malah melirik Rajanya seraya berpamitan. Tanpa peduli seruan Valmera yang meminta diturunkan, ia terus berjalan sambil melewati desas-desus orang yang melihat. Sungguh romantis! Pikir mereka.

Permintaan Valmera masih belum juga dikabulkan, ketika sang pangeran melangkah menyusuri jalan setapak ke belakang istana. Gadis itu tidak bisa berhenti bertanya-tanya kenapa Neal membawanya kemari. Belum sempat ia melihat jelas, mendadak Neal berhenti.

"Putri, tolong tutup matamu."

"Hah?! Kenapa? Aku tidak mau!"

"Ayo, Putri, tutup matamu. Atau mau kuceburkan ke kolam depan istana?"

Valmera berseru marah sambil melebarkan bola mata. Namun, bukannya membuat Neal meminta maaf, Pangeran itu malah memberikan senyum menyebalkan kepadanya. Ditambah sorot mata yang seakan memberi tanda bahwa ia tidak main-main dengan perkataannya tadi.

Tidak mau malam—yang serharusnya—menyenangkan ini berakhir dengan basah kuyup, Valmera akhirnya menurut. Pasrah. Ia hanya bisa meraba dalam kegelapan, menerka-nerka sesuatu yang tentu saja hasilnya sia-sia.

Tepat ketika ia sudah tidak bisa lagi menahan kesabarannya, laju Neal terhenti. Pemuda berambut pirang itu menurunkan tubuh Valmera, dan meminta sang putri untuk kembali membuka mata.

Retina kembali menangkap cahaya. Di saat yang sama, juga membekuk keindahan. Gadis itu tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Lahan di belakang istana. Tempat yang semula begitu hampa dan hanya dihiasi oleh semak kotak-kotak, kini menjelma penuh warna. Pohon dan semak mengelilingi sekitarnya, warna ungu, pink, biru, ia kemudian sadar kalau tempat ini didominasi oleh bunga khas musim semi. Ia juga tahu kalau dirinya tengah berdiri di sebuah gazebo putih yang berdiri di pusat tempat ini.

"Selamat ulang tahun, Putri Valmera Springgleam." Neal menghadap sang gadis dan mencium punggung tangannya. "Ini hadiah dariku. Untukmu Si Lilac Ungu."

Valmera mengerjap. "Kau tahu nama itu?"

"Tentu saja. Kau begitu terkenal di seluruh negeri ini, Puteri. Tidak ada siapapun dari kalangan manapun yang tidak mengenalmu."

Gadis tersebut memutar tubuh, memunggungi sang Pangeran. "I—Ini berlebihan ....."

"Tidak ada yang berlebihan untuk membuktikan cintaku padamu, Putri."

Gadis itu benar-benar tak bisa lagi menahan suhu tubuhnya yang terus meningkat. Yang mula terasa hangat, kini seakan membakar seluruh wajahnya. Ia tak kunjung berbalik. Tidak mau lelaki itu melihat kulitnya yang sudah semerah tomat siap panen.

Ia mengedarkan pandangan. Tempat yang indah dan cukup luas. Bunga berkelopak kecil mekar berkelompok dalam satu tangkai. Putih, ungu, biru, violet, dan magenta menjadi warna yang memenuhi retina mata siapapun yang datang. Semak yang cukup tinggi itu membentuk sebuah dinding di sisi jalan yang ditelusuri mereka. Taman ini jadi lebih terlihat seperti labirin.

"Sejak kapan tempat ini dibuat? Seharusnya taman sebesar ini bisa kusadari, bahkan ketika pengerjaannya," tanya Valmera takjub. Ia melangkah keluar. Melihat-lihat sejenak lalu duduk di kursi panjang terdekat.

"Karena ini kejutan, tentu saja aku mencari waktu yang tepat untuk membuatnya." Neal mengekori sang gadis, mendekati semak terdekat dan menyentuh kelopak-kelopak kecil di sana. "Waktu Putri pergi, Raja Arther—tentu saja—membantuku. Aku tidak punya Nishati sebanyak yang dimiliki Rielga untuk membuat taman ini dalam semalam."

Semalam!? "Kau terlalu niat, Neal!"

"Tentu saja aku harus, Putri. Tidak pantas aku bersanding dengan wanita titisan dewi dengan cinta yang setengah-setengah." Neal terkekeh dengan lagak malu-malu tunangannya. Ia mencabut dua tangkai berbeda warna dari semak tersebut, lantas menyodorkannya kepada sang Putri.

Valmera terpana. Bunga lilac ternyata lebih indah dari yang ia duga dalam jarak sedekat ini. Ah, mungkin ini karena sosok yang memberikan benda itu kepadanya. Dia memandang kembang di tangan lekat-lekat. Memperhatikan tiap lekukan dan goresan warna yang ada di sana. Setengah melamun ketika Neal mengatakan sesuatu.

"Karena masih awal musim semi, pesona mereka di sini belum bisa sepenuhnya terlihat. Selain bunga lilac, tanaman lain hanya memiliki kelopak yang lebih kecil," tuturnya, "Meski begitu, taman ini abadi. Mahkota bunga akan selalu mekar, tidak peduli musim apa yang datang. Sama seperti perasaanku kepadamu, Putri. Tidak akan pernah gugur ataupun kandas, meski waktu terus mengikis usia."

Putri dari Llaeca itu mengangkat kepala. Langit cerah dengan sinar perak rembulan sebagai penerang, seakan menambah kecantikan paras Valmera di mata Neal. Pemuda itu tiba-tiba mengulurkan tangannya. "Puteri Valmera Springgleam, maukah kau berdansa denganku malam ini?"

Satu anggukan langsung menjadi jawaban atas ajakan tersebut. Poni beserta anak-anak rambut yang tergerai bebas bergoyang, saat tubuh Valmera ditarik begitu tangan mereka saling bertautan. Lengan kanan Neal dengan sigap merangkul pinggang ramping gadisnya—menghilangkan jarak di antara keduanya—sedang tangan satunya mengaitkan jari jemari pada pasangannya.

Kaki mereka mulai begerak perlahan-lahan. Ke kanan, kiri, maju, mundur, berputar. Walau tanpa alunan musik terdengar, Valmera dan Neal tetap menikmatinya—saling berpegangan pada tubuh orang yang disayang.

Valmera mengeratkan pegangan pada pundak Neal, kala angin malam membelai kulitnya yang tidak terlindung apapun. Hari pertama di musim semi. Ternyata udara sisa musim dingin masih belum sepenuhnya hilang. Meski tidak sedingin yang lalu, tetapi hawa yang terbawa cukup membuat bulu kuduk di belakang leher meremang.

Sentuhan hangat di pipi membuat Valmera tersadar dari lamunan. Ia mendongak untuk melihat wajah yang tersenyum hangat. Iris magenta beradu dengan iris biru milik Neal, menguncinya seketika, hingga gadis itu tak mampu lagi berpaling. Alhasil, kehangatan perlahan-lahan semakin terasa, lebih tepatnya di pipinya, karena semburat merah kini terlukis indah pada kulit halus di sana.

Bunga di taman memang belum mekar sempurna, tapi lain di hati gadis itu. Relungnya telah penuh dengan warna-warni tanaman itu. Membentuk taman fantasi yang indah, dengan kupu-kupu yang berterbangan di sekitar dada dan perut Valmera. Jantung semakin mempercepat detaknya kala perlahan wajah antar dirinya dan Neal semakin kehilangan jarak.

Ia bisa merasakan napas hangat yang dihembuskan Neal, begitu pula sebaliknya. Hanya tinggal satu sentimeter lagi bibir mereka akan menyatu dengan sempurna, sebelum sesuatu membuat keduanya mengurungkan tindakan.

Tanah pijakan mereka berguncang, diikuti suara ledakan keras, tapi terdengar cukup jauh dari istana Springgleam. Mereka mengalihkan pandangan serentak, dan melihat sebuah asap hitam mengepul beberapa ratus kilometer dari tempatnya berada.

Walau samar, Valmera juga dapatmendengar teriakan histeris dari tempat yang tengah dipandanginya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro