CHAPTER FIFTY

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

“Apakah semua rekaman yang kau berikan padaku ini adalah hasil manipulasimu?”

“Wei Fang, bisa kau jelaskan apa yang dimaksud oleh wanita ini?” ujar Wu Xia sambil menunjuk ke arah Su Li.

Su Li hanya melipat kedua tangannya di depan dada. Menunggu apa yang akan dikatakan oleh saudara tirinya tersebut.

Semua perhatian menuju Wei Fang yang menegapkan tubuhnya. “Aku tidak paham dengan apa yang kau ucapkan. Namun, aku bisa menjamin bahwa tidak ada yang berubah. Rekaman itu begitu adanya,” ucap gadis itu kemudian berjalan menuju sofa.

Wu Xia terkejut dengan perkataan Wei Fang. “Apa yang kau maksud, Wei Fang? Apakah kau yang mengirimkan rekaman itu?”

“Jika Ibu tidak mengusik Shen Juan, maka aku tidak akan mengusik Ibu. Sayangnya, kalian pun membunuh Shen Juan,” jawab Wei Fang dengan dingin. Tatapan dingin yang membuat Su Li sedikit bergidik. Ia memang tidak mengerti apa hubungan Wei Fang dengan Shen Juan, tetapi yang dapat ia mengerti adalah bahwa Wu Xia telah melakukan sebuah kesalahan besar.

“Ibu tidak pernah membunuh Shen Juan,” ucap Wu Xia dengan lemah. Wanita paruh baya itu mengiba kepada Wei Fang, tetapi gadis itu tidak mengacuhkannya.

“Lagipula Su Li datang ke Tiongkok jauh dari waktu kematian Shen Juan. Jadi ia berbohong, bukan?”

Ucapan Wu Xia berhasil membuat Su Li terkekeh. Ada hiburan tersendiri baginya saat melihat tatapan putus asa dari wanita yang salalu menatapnya dengan bengis. Ternyata wanita itu tahu juga caranya menunduk.

 “Sekedar informasi, alasanku kembali ke Tiongkok adalah karena seseorang mengirimkan sebuah rekaman percakapan tentang rencana pembunuhan Ibuku. Setelah kembali dan menyelidikinya, ternyata selama ini kalian tidak hanya berniat untuk membunuh Ibuku, tetapi juga berusaha untuk menghancurkan Ayahku.” Su Li menatap Wu Xia dan Ziang Wu secara bergantian.

“Jika tidak karena rekaman yang Wei Fang kirimkan, mungkin sampai sekarang aku dan Ayahku akan selalu hidup di bawah bayang-bayang kalian berdua.”

Sebelum sempat Wei Fang membuka mulutnya untuk berbicara, ruang kerja itu disergap oleh beberapa anggota kepolisian yang dibawa oleh Bai Wan.

 “Apakah saya terlambat, Nyonya?” tanya Bai Wan setelah ia memberikan salam kepada Su Li.

“Kau tepat waktu. Tikus-tikus ini sudah berada di ujung jurang.”

“Nyonya Wu Xia dan Tuan Ziang Chen. Anda berdua dilaporkan atas kasus pembunuhan terhadap Nyonya Mei Lan. Silakan ikut kami untuk pemeriksaan.”

Dua orang polisi kemudian masing-masing membawa Ziang Chen dan juga Wu Xia. Ziang Chen terlihat tertunduk pasrah, sangat berkebalikan dengan Wu Xia yang masih memberikan perlawanan.

“Tidak. Aku tidak ada kaitannya dengan ini.” Wu Xia berusaha berontak. “Su Liang, mengapa kau diam saja?” ucapnya lagi tetapi Su Liang bergeming. Pria paruh baya itu hanya menatap kepergian mereka dengan diam dan tatapan dingin. “Wei Fang. Ibu tidak pernah membunuh Shen Juan. Tolong ibu, Nak.” Sayangnya ucapan Wu Xia sama sekali tidak digubris oleh Wei Fang, gadis itu hanya diam menatap kepergiannya.

“Saya akan segera mengabari anda segera bagaimana perkembangannya,” ucap Bai Wan sebelum pamit mengikuti rombongan polisi tersebut.

Su Li merasakan kelegaan luar biasa, walau ia baru merasakan badannya yang lemas. Ziang Wu dengan sigap menangkap tubuh sang Istri yang terlihat oleng. “Kau sudah bekerja keras,” bisiknya.

“Kakak terlalu memaksakan diri.”

Su Li menatap Wei Fang lurus, gadis itu menyodorkan segelas air putih. Segaris senyum tipis terulas saat dirinya menyambut uluran gelas tersebut.

“Aku tidak menyangka jika kakak akan menyadari bahwa aku yang telah mengirimkan paket-paket itu. Ternyata kakak tidak sebodoh yang aku kira,” ucap Wei Fang kemudian mengambil tempat duduk di sofa yang berseberangan dengan Su Li dan Ziang Wu.

“Sebenarnya, jika tidak karena informasi dari Bai Wan, aku juga tidak akan menyadari kau pengirim paket misterius itu. Saat itu aku meminta Bai Wan untuk memeriksa catatan panggilan orang-orang di sekitar Ziang Chen, termasuk Ziang Wu. Dari situlah aku menemukan bahwa kau berhubungan dengan Ziang Wu. Kau begitu jujur dengannya,” jawab Su Li kemudian menatap Ziang Wu yang menggaruk lehernya, salah tingkah.

Hari itu, saat dirinya baru tiba dari Jenewa, Wei Fang menghubunginya untuk bertemu. Gadis itu menceritakan perihal perselingkuhan orang tua mereka dan memberitahukan bahwa Su Li pasti menghindarinya karena itu.

“Kakak Ipar sudah lebih dulu mengetahuinya sebelum kuberitahu. Jadi, aku hanya memberikan sedikit nasihat bagaimana membuat agar kakak bisa mempercayai kakak ipar,” ujar Wei Fang sebelum mencomot buah anggur di atas meja.    

“Jika tidak karena aku mengikuti saran dari Wei Fang, kau tidak akan pernah percaya padaku,” ucap Ziang Wu membela diri.

“Jadi, selama ini kau tidak tahu jika Wei Fang yang membantumu?” Su Liang bergabung di dalam percakapan.

“Gadis nakal ini selalu menunjukkan aura permusuhan setiap bertemu denganku, bagaimana bisa aku mengira bahwa ia akan membantuku?”

Wei Fang mengangguk setuju. Demi melancarkan rencananya, ia berusaha menjalani kehidupan dua kepribadian yang saling bertolak belakang.

“Mengapa kau membantu Su Li?” tanya Su Liang lagi. Karena ia benar-benar tidak menyangka bahwa Wu Xia dikhianati oleh Putrinya sendiri. Bukan oleh orang lain.

 “Aku memang membenci Kakak, karena menerima semua cinta ayah. Sampai belakangan ini aku menyadari bahwa perhatian yang Kakak terima itu berkat semua pencapaiannya, membuatku sadar, bahwa seharusnya aku lebih berusaha, bukan sibuk mengeluh.”

Wei Fang menatap Su Li lurus. “Kakak membuatku lebih berkembang, sehingga aku bisa menunjukkan dengan bangga pencapaianku kepada Ayah. Ayah kemudian mulai memperhatikanku.”

“Kemudian aku bertemu Shen Juan, ia adalah seseorang yang bisa menerimaku bukan karena aku memiliki harta tetapi karena itu adalah diriku. Karena Shen Juanlah aku bisa mendapatkan rahasia bahwa kematian Nyonya Mei Lan disebabkan oleh pembunuhan berencana. Jalan yang dipilih Ibu memang salah. Selama ini Ibu tidak tahu bahwa aku memegang rahasia mereka.

Awalnya aku hanya ingin menguak rencana pembunuhan Nyonya Mei Lan yang dilakukan oleh Ziang Chen. Tanpa menyeret keterlibatan Ibu. Namun, Ibu malah membunuh Shen Juan.” Tatapan sendu Wei Fang berubah nanar penuh dengan kebencian.

Su Li meremas lembut kepalan tangan Wei Fang. Ia tahu bagaimana rasanya jika kehilangan seseorang yang berharga oleh orang yang kita percaya. Su Li memberikan sinyal bahwa saat ini Wei Fang tidaklah sendiri, ada dirinya dan juga sang Ayah.

***

Wu Xia memandangi Wei Fang yang datang untuk menjenguknya. Ibu dan anak itu tidak terlibat percakapan, hanya saling pandang menembus dinding kaca yang memisahkan keduanya. Tidak ada lagi tampilan glamor dari sang Ibu. Wajah yang selalu menggunakan riasan itu terlihat lusuh tanpa riasan. Gadis itu tidak pernah menyangka bahwa sang Ibu yang selalu menggunakan pakaian bermerk akan berakhir dengan menggunakan baju seragam warna abu-abu, khas tahanan.

“Apa yang mau kau katakan?”

Tidak ada lagi suara ramah yang selalu menyambangi rungunya. Suara Wu Xia terdengar datar dan dingin.

“Hanya ingin melihat keadaan Ibu.”

Senyum miring Wu Xia terbit. Ia bahkan tidak tahu mengapa Wei Fang tega memasukkannya ke dalam penjara. Tidak ada yang bisa dipercaya di dunia. Bahkan gadis kecil yang ia besarkan dengan susah payah itu menusuknya dari belakang.

 “Selain itu, Ayah menitipkan ini.” Wei Fang menyodorkan sebuah berkas. Wu Xia hanya melihatnya sekilas. Lambang pengadilan keluarga cukup membuatnya paham, berkas apa yang berada di dalam amplop cokelat tersebut.

“Pengadilan Ibu dan paman Ziang akan diselenggarakan dalam tiga hari. Apakah Ibu benar-benar menolak pengacara dari perusahaan?”

“Jika kau benar-benar  peduli, seharusnya sejak awal kau tidak memasukkan Ibu ke dalam penjara.”

Wei Fang meremas roknya. “Mengapa harus dengan membunuh? Aku tidak pernah pernah menuntut harta,” ujarnya pelan. Manik itu menatap sendu sang Ibu yang tak terlihat menyesal sama sekali.

“Karena kamu tidak mengerti. Di dunia ini, jika kau tidak berlaku kejam, maka akan diinjak-injak.”

"Apakah itu alasan yang sama sehingga membuat ibu membunuh Shen Juan?" 

Wu Xia yang beranjak dari kursinya seketika berhenti. Tanpa berbalik, wanita itu berkata, "Sudah Ibu katakan berulang kali. Ibu tidak pernah terlibat pembunuhan Shen Juan seperti yang kau tuduhkan." Walau waktu berkunjung masih tersisa, wanita itu memilih meninggalkan Wei Fang yang hanya bisa diam melihat punggungnya menjauh.

Jawaban Wu Xia membuat Wei Fang mengepalkan tangannya. "Sampai kapan Ibu akan mengelak?" gumamnya. 

Setelah menitipkan berkas perceraian dengan petugas sipir penjara, Wei Fang melangkah keluar dari lapas tersebut dengan perasaan gamang. Ketiadaan raut menyesal yang ia lihat dari sang Ibu membuat dadanya nyeri.

“Wei Fang.”

Senyum tipisnya terukir kala melihat Su Li dan Ziang Wu yang telah menunggunya. Ternyata Kakak Iparnya itu telah selesai lebih dulu. Sebuah pelukan hangat menyambutnya ketika ia mendekat. Hatinya menghangat. Setidaknya ia sekarang memiliki keluarga yang menerimanya dengan tangan terbuka.

***

 “Kau gugup?”

Ziang Wu memeluk Su Li dari belakang. Sedari bangun tidur tadi pagi, sang Istri terlihat gelisah. Su Li menyesap cokelat panasnya dalam diam. Tak dapat dipungkiri ia begitu gugup. Hari ini adalah penentuan dari segala usahanya.

“Aku gugup dan takut,” cicitnya. Dapat ia rasa pelukan Ziang Wu mengerat, sang Suami juga berkali-kali mengecup pucuk kepalanya.

“Tidak perlu takut. Ingat, ada aku disini.”

Su Li kemudian meletakkan mug cokelat panasnya di atas meja. Wanita itu berbalik, dan menatap sang Suami.

“Kau tidak apa?” tanyanya. Salah satu kekhawatirannya adalah keadaan Ziang Wu. Walau Suaminya itu tidak mengatakan ataupun menunjukkannya terang-terangan, Su Li yakin bahwa Ziang Wu pasti merasa sangat khawatir.

Ziang Wu menenggelamkan Su Li dalam pelukannya. Kepalanya ia letakkan pada bahu sang Istri. “Bohong jika aku baik-baik saja. Aku takut. Ayah adalah satu-satunya orang tuaku yang tersisa.” Su Li mengelus punggung Ziang Wu. “Namun, apa yang dilakukan Ayah tidak akan pernah benar. Keadilan dan kebenaran harus ditegakkan.”

Su Li hanya diam. Membiarkan prianya menumpahkan segala kekhawatirannya. Karena ia tahu, sekarang Ziang Wu adalah orang yang akan mendapatkan luka paling besar.

***

 Suasana ruang pengadilan penuh dengan hiruk pikuk peserta sidang. Walau sebagian besardari peserta adalah pers yang kehausan akan berita. Su Liang duduk berdampingan dengan putra-putrinya pada barisan kedua.

Ruangan menjadi senyap saat jajaran hakim memasuki ruangan. Su Li menggenggam erat tangan Ziang Wu. Tak berapa lama kemudian, Wu Xia dan Ziang Chen terlihat memasuki ruangan.

Ziang Wu menatap lurus sang Ayah. Terlihat begitu drastis perubahan yang terjadi. Wajah renta itu terlihat sangat lelah dan penuh penyesalan. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Ia pun tidak bisa berbuat banyak. Sesuai seperti yang ia katakana pada Su Li, keadilan dan kebenaran harus ditegakkan.

Persidangan berjalan dengan baik, Hakim meminta waktu tiga puluh menit sebelum pembacaan putusan. Waktu itu digunakan oleh Su Liang untuk mendatangi Wu Xia. Ia meminta izin dengan dua petugas yang menjaga wanita itu untuk meminta waktu.

“Kita tidak memiliki waktu yang banyak. Bisakah kau tanda tangani surat ini segera?”

Su Liang menyodorkan map hitam yang tadi ia bawa ke hadapan Wu Xia. Tanpa berbicara, wanita itu menarik kasar dan membubuhkan tanda tangannya. Su Liang hanya mampu menatap wanita yang menemaninya selama satu tahun terakhir ini dengan perasaan campur aduk. Walau perasaan benci itu lebih dominan, tetapi tidak dipungkiri bahwa ada sedikit rasa iba yang menyeruak ke permukaan.

“Aku harap kau bisa melanjutkan sisa hidupmu dengan damai.”

Ucapan Wu Xia hanya mampu ia balas dengan anggukan sebelum keluar dari ruangan itu.

Persidangan pun dimulai. Semua orang terlihat sangat tegang menunggu putusan yang akan dibacakan oleh hakim ketua.

“Sesuai dengan Undang-Undang Pidana Pasal 232 tentang pembunuhan yang disengaja, terdakwa Ziang Chen dan Wei Fang akan dijatuhi hukuman mati dan berhak mengajukan banding sekurang-kurangnya 14 hari setelah putusan ditentukan.”

Putusan tersebut disambut riuh hadirin di ruang sidang. Terkecuali Ziang Wu dan Wei Fang. Begitu pula Wu Xia yang langsung histeris tidak terima, membuat dirinya diamankan oleh petugas. Sedang Ziang Chen hanya bisa tertunduk lesu, menangis dalam diam.

Sejak pengajuan kembali kasus kematian sang Ibu, para reporter memang sangat antusias menggoreng setiap informasi yang mereka dapatkan, membuat Su Li sedikit kesusahan saat para reporter menyerbu mereka setelah keluar dari ruang sidang. Su Liang kemudian meminta para ajudannya untuk mengamankan putra-putrinya.

Pria paruh baya itu memilih untuk melakukan konferensi pers dadakan di depan gedung pengadilan. “Saya di sini mewakili keluarga besar Su. Saya menegaskan jika apa yang diputuskan hakim saat ini tidak ada campur tangan dari kami. Semuanya murni berdasarkan bukti dan juga saksi di pengadilan.”

“Apakah ini adalah wujud balas dendam dari keluarga Su kepada pembunuh Nyonya Su terdahulu?”

Su Liang menggeleng tegas. “Seperti yang dikatakan seorang pejabat pengadilan tinggi Tiongkok, ‘Kami menghukum mati orang bukan untuk membalas dendam tetapi untuk mendidik orang lain—dengan membunuh satu orang, kami mendidik seratus orang’.”

***

Ziang Wu buru-buru menyeka air matanya saat menyadari Su Li mendekat ke arahnya. Su Li memeluk Ziang Wu yang duduk di kursi rotan itu dari samping. Ia ikut menatap bintang gemintang yang terlihat begitu banyak malam ini.  

“Jika kau ingin menangis, menangislah. Sekarang giliranku untuk menjadi sandaranmu.”

Pemuda itu kemudian menyembunyikan wajahnya di perut sang Istri. Su Li menepuk pundak yang bergetar itu dalam diam. Memberikan semua kenyamanan yang biasa ia terima.

Saat inilah ia membalas semua kasih sayang yang Ziang Wu berikan padanya. Su Li merasa sangat beruntung, karena dari Ziang Wu lah ia bisa belajar menerima perasaan tulus orang-orang di sekitarnya. Selama ini, pandangannya akan cinta itu berubah total.

Ziang Wu mengajarkan bahwa hubungan itu seharusnya terjadi dua arah. Dengan komunikasi yang tidak pernah putus. Kepercayaan harus menjadi landasan. Su Li masih belum percaya diri dengan ketahanan sebuah hubungan. Namun, Ziang Wu tidak pernah bosan untuk terus meyakinkannya.

Ia ingat, pemuda yang sedang terisak dalam pelukannya saat ini pernah berkata, “Rasa bosan itu pasti akan menghampiri. Hanya saja, jika kita selalu mengingat alasan pertama yang membuat kita saling jatuh cinta, maka rasa bosan itu tidak akan bertahan lama. Cukup dengan satu alasan itu saja.”

Su Li melonggarkan pelukannya. Mengangkat wajah basah Ziang Wu. Kedua tangannya terulur untuk menghapus jejak-jejak air mata yang mengalir di kedua pipi sang Suami. Menatap lurus manik sehitam jelaga itu lurus, kemudian berkata,  “Tidak apa-apa. Ada aku disini.”  

_Fin_

Tidak terasa sudah sampai di akhir kisah Su Li dan Ziang Wu. Terharu rasanya bisa sampai di titik ini.

Terima kasih banyak aku sampaikan bagi pembaca yang setia ngikutin Lingering Grudge

Sampai bertemu di kisah selanjutnya🥰

P. S: Lingering Grudge punya sequel lho🤭 Main ke lapakku HER LITTLE SECRET biar bisa ketemu sama Su-Ziang couple ini🥰

With love, 

Nings💙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro