CHAPTER FORTY FOUR

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

“Apa kau menghindariku karena Ayahku?”

Dapat  Ziang Wu rasakan tubuh Su Li yang tersentak kaget sesaat setelah ia bertanya walau wanita dalam dekapannya itu masih bungkam. Ziang Wu mengeratkan pelukannya. “Tidak perlu buru-buru. Jika kau masih membutuhkan waktu untuk berbicara, aku akan menunggumu.”

“Apa kau akan meninggalkanku?” tanya Su Li lirih kemudian menenggelamkan dirinya dalam pelukan Ziang Wu.

Perkataan lirih Su Li membuat Ziang Wu buru-buru menangkup wajah mungil sang Istri. Dapat ia lihat bahwa pupil dengan iris cokelat itu bergetar dan berembun. Ketakutan yang Su Li rasakan dapat tertransfer dengan sempurna kepada Ziang Wu.

“Apa yang kau katakan? Tidak ada yang akan meninggalkanmu.” Ziang Wu berusaha menenangkan wanita yang sedang berada dalam pelukannya tersebut. “Aku akan selalu berada di sisimu. Kau tidak perlu khawatir, ada aku disini.”

Selama menjalin hubungan pernikahan dengan Ziang Wu, Su Li perlahan menyadari jika love language sang Suami adalah words of affirmation dan physical touch. Su Li selalu dihujani dengan kalimat-kalimat yang membuatnya merasa dicintai. Selain itu, ia juga baru baru menyadari bahwa Ziang Wu suka sekali melakukan kontak fisik dengannya. Entah gerakan kecil seperti menggenggam tangannya ataupun menenggelamkannya dalam pelukan.

Semua perlakuan yang Ziang Wu berikan padanya benar-benar mampu membuatnya bisa melupakan urusan pelik yang  memenuhi pikirannya selama ini.

Ziang Wu memejamkan matanya. Ia sedang berusaha terlihat baik-baik saja, walau sebenarnya di dalam hatinya ia sangat ketakutan. Rasa takut itulah yang membuat dirinya menyusul Su Li ke Hokkaido. Ia takut jika sang Istri pergi meninggalkannya.

Karena walau dirinya diliputi rasa kecewa dan malu dengan apa yang ayahnya lakukan, Ziang Wu tidak pernah sanggup jika dihadapkan dengan pilihan harus melepaskan Su Li. Ia rela dikatain Huo Yan sebagai budak cinta seumur hidupnya, karena begitulah faktanya.

***

Sinar mentari yang mengintip malu-malu di balik tirai, mengusik tidur lelap Ziang Wu. Perlahan ia mengerjapkan mata berusaha untuk beradaptasi. Senyumnya tercipta kala melihat Su Li yang masih tertidur lelap.  Wajah tenang yang sangat jarang terlihat itu tak pernah bosan ia pandangi. Jika kedua mata itu terbuka, tidak akan ada lagi sosok tenang yang tersisa. Fokus Ziang Wu turun ke bibir merah muda yang sedikit terbuka. Membuat pemuda itu mencuri satu kecupan.

Pemuda itu tersentak kala Su Li bergerak dan tidak sengaja kaki wanita itu menyentuh area terlarang miliknya. Membuat Ziang Wu bergegas bangun menuju kamar mandi. Ia tidak mau mengusik tidur tenang sang Istri. Biarlah pagi ini ia menghabiskan waktu sedikit lebih lama di kamar mandi.

Senyum lebar Ziang Wu terbit kala mendapati Su Li yang masih betah bergelung di bawah selimut ketika dirinya selesai membersihkan diri. Ternyata jika tidak sedang bekerja, Su Li memiliki kebiasaan yang sama dengan orang lain.

Ziang Wu memilih untuk berpakaian, setelahnya ia mengumpulkan sisa-sisa pertempuran mereka tadi malam. Pemuda itu mengambil satu persatu pakaian yang  berserakan di lantai kemudian memasukkannya ke dalam laundry bag.

Waktu menunjukkan pukul Sembilan pagi saat ia melihat ponselnya, memeriksa pekerjaan ataupun kabar dari Huo Yan yang ia tinggalkan di Beijing. Rekannya itu ternyata ada mengirimkannya sebuah pesan. Sesaat ia melirik Su Li yang masih bergeming, Ziang Wu kemudian menuju balkon untuk menjawab pertanyaan Huo Yan.

Dering alarm ponsel di atas nakas berhasil membuat Su Li bergerak. Tangannya menggapai ponsel tanpa ia membuka matanya. Bunyi alarm itu berhenti setelah Su Li menggeser layar. Wanita itu membuka matanya kemudian menoleh ke arah balkon, dimana Ziang Wu berada. Suaminya itu terlihat sedang membicarakan sesuatu dengan serius. Sebuah pesan masuk di ponselnya membuat Su Li bangun dan bersandar pada headboard ranjang.

[Nona Lin: Nyonya, Selamat pagi. Jangan lupa anda harus ke OcciGabi hari ini.]

Senyum manis Su Li terbit. Nona Lin memang paling bisa diandalkan untuk mengingatkannya. Ia terkejut kala melihat jam di ponselnya sudah menunjukkan waktu hampir pukul sebelas siang. Secepat kilat ia berlari menuju kamar mandi. Ia harus bergegas jika tidak ingin ketinggalan kereta.

Panggilan Ziang Wu berakhir serentak dengan berhentinya gemericik air di kamar mandi. Pemuda itu keheranan melihat Su Li yang terlihat tergesa-gesa keluar dari kamar mandi. Bahkan Istrinya itu terlihat sedikit panik.

“Kau ada pertemuan hari ini?”

Su Li menggeleng, “Kita harus bergegas, jika tidak kita akan ketinggalan kereta.” Wanita itu kemudian mendekati Ziang Wu dan membelakanginya, pemuda itu kemudian menarik resleting midi dress yang Su Li kenakan.

Walau tidak begitu mengerti apa yang dimaksud oleh Su Li, Ziang Wu tetap ikut bersiap. Pemuda itu mengganti kaus polos hitamnya, dengan oversized kaus berwarna baby blue dengan celana jeans. Terlihat senada dengan midi dress denim yang Su Li kenakan.

Tiga puluh menit bersiap, pasangan itu akhirnya keluar dari kamar hotel.

“Mari kita berpetualang,” ucap Su Li dengan semangat.

***

OcciGabi merupakan sebuah kilang anggur khas Hokkaido yang berjarak tiga puluh menit menggunakan kereta cepat dari Otaru, yaitu kota Yoichi. Su Li dan Ziang Wu nyaris tertinggal jika datang lebih lambat dua menit.

Nona Lin tidak ikut karena ingin memberikan waktu untuk Su Li dan Ziang Wu. Walau sebenarnya Su Li sudah membujuk Nona Lin, tetapi bujukan itu gagal.

Su Li terlihat takjub kala mereka memasuki areal yang dipenuhi oleh tanaman anggur tersebut. Di tengah-tengah lahan yang tertutupi tanaman anggur itu, terdapat sebuah bangunan yang cukup besar.

Bangunan bergaya industrial itu ternyata adalah sebuah restoran dengan pabrik wine yang berada di bawahnya. Selain itu seluruh fasilitas brewery juga tersedia di tempat itu. OcciGabi memiliki pelayanan yang unik, dimana para pengunjung dapat merasakan pengalaman membuat wine. Seluruh pengunjung diajak untuk melihat bagaimana proses pembuatan wine, dimulai dari pemetikan hingga proses pembuatan.

Tidak hanya itu, pengunjung juga dapat mencoba wine yang diproduksi oleh winery OcciGabi. Su Li membelalakan matanya terkejut kala merasakan anggur khas Hokkaido yang mereka pesan. Ada rasa khas yang baru ia cicipi. “Ini enak sekali,” ucapnya antusias.

Ziang Wu hanya tersenyum, ia menyesap pelan wine miliknya. Pemuda itu setuju dengan apa yang dikatakan oleh istrinya tersebut. Menikmati wine bersama hidangan pendamping dengan pemandangan pegunungan, merupakan pengalaman pertama baginya.

“Cukup segelas, oke,” ucap Ziang Wu memperingati Su Li. Wanita itu mengangguk patuh. Ia memang tidak berencana untuk mabuk, sangat sayang jika ia harus mabuk di tempat seindah ini.

Ketenangan dan juga suasana sekitar menumbuhkan keberanian Su Li untuk berbicara mengenai pemikiran dan ketakutannya akhir-akhir ini kepada Ziang Wu.

“Maaf telah membuatmu khawatir.”

Ziang Wu mengalihkan pandangannya dari hamparan kebun anggur mejadi menatap lekat Su Li yang sedang menatap riak wine di gelas yang sedang wanita itu pegang.

“Aku tidak bermaksud lari darimu. Hanya saja aku membutuhkan waktu untuk menjernihkan pikiranku dan berbicara padamu. Semuanya terjadi tiba-tiba sehingga membuatku kebingungan.”

Ziang Wu hanya diam, memberikan waktu kepada Su Li untuk berbicara tanpa menginterupsinya.

“Fakta bahwa paman Ziang terlibat dalam kasus ibuku, membuatku ketakutan.” Su Li mengangkat wajahnya, memberanikan menatap manik sehitam jelaga yang sedang menatapnya dengan pandangan teduh. Hatinya terasa diremas. Mengapa ia selalu abai dengan tatapan hangat itu? Bagaimana jika ia kehilangan tatapan hangat itu?

“Aku takut jika kau meninggalkanku.”  

Ziang Wu mengambil salah satu tangan Su Li dan menggenggamnya. “Kau masih ingat dengan janji yang kita ucapkan di altar saat hari pernikahan kita? Aku sudah berjanji di hadapan Tuhan bahwa akan selalu menyertaimu dan menjagamu. Jika kau tidak percaya padaku, bagaimana bisa aku menunaikan janji itu?”

Kau tahu? Kebanyakan pasangan gagal itu bukan karena mereka tidak saling mencintai, tetapi karena mereka kurang komunikasi. Karena mereka berpikir bahwa ketika sudah terjalin hubungan yang cukup lama, mereka tidak perlu lagi mengatakan apa keinginannya. Beranggapan bahwa pasangannya itu sudah mengerti dirinya. Padahal, tanpa disadari kebiasaan itulah yang membuat pasangan itu menjauh.”

Ziang Wu menyelipkan helaian rambut Su Li ke belakang telinga. Memberikan  usapan lembut di pipi yang terlihat sedikit kurus dari kali terakhir mereka bertatap muka. “Aku bukanlah cenayang yang bisa membaca pikiranmu. Kau juga bukan seseorang yang bisa memprediksi masa depan. Bagaimana kau tahu reaksiku jika kita tidak saling berbicara?”

“Aku takut kau tidak percaya padaku. Lalu kau memilih untuk pergi meninggalkanku,” cicit Su Li.

“Kita memiliki ketakutan yang sama. Aku juga takut kau tinggalkan, makanya sampai menyusulmu sampai ke sini. Kejahatan tidak bisa ditolerir dengan apa pun. Apalagi menyangkut nyawa seseorang. Sebenarnya aku malu untuk berhadapan denganmu. Seharusnya aku yang harus pergi dari kehidupanmu. Tetapi aku tidak bisa membayangkan jika harus berpisah denganmu.”

Su Li menggeleng kuat. “Itu bukan salahmu dan aku tidak pernah menyalahkanmu.”

Ucapan Su Li membuat Ziang Wu tersenyum. “Maka dari itu, percayalah padaku. Jangan sembunyikan apapun lagi.” Ziang Wu mencubit gemas pipi kiri Su Li.

“Baiklah-baiklah. Aku tidak akan menyembunyikan apapun lagi darimu,” ujar Su Li sambil melepaskan cubitan Ziang Wu.

Wanita itu kemudian menceritakan semua bukti yang ia dapatkan. Serta sedikit informasi yang ia kumpulkan melalui Bai Wan ataupun Nona Lin. Meski ia belum percaya sepenuhnya dengan Nona Lin, tetapi sekretarisnya itu tidak ada menunjukkan indikasi kebohongan.

“Sebaiknya kita mengumpulkan semua bukti terlebih dahulu kemudian memberitahukan Ayahmu. Penyelidikan ulang juga akan lebih mudah prosesnya.”

Su Li mengangguk setuju dengan usulan Ziang Wu. Ayahnya yang merupakan seorang pebisnis, tidak akan mudah percaya terhadap sesuatu jika tidak ada bukti konkret. Rekaman black box itu belum cukup untuk membuktikan kejahatan yang telah mereka lakukan.

Selain itu, penyelidikan di perusahaan juga sedang berjalan. Su Li menemukan banyak sekali celah setelah kasus AIOCBT terakhir kali terungkap. Dewan direksi pun terbagi menjadi dua kubu antara dirinya dan juga Wu Xia.

 “Kita harus melihat bagaimana hubungan sebenarnya antara Ayah dan Nyonya Wu Xia. Bisa saja hubungan mereka sudah berakhir.”

Su Li setuju. Kemungkinan itu juga yang menahannya untuk tidak memberitahukan masalah tersebut kepada sang Ayah. Jika salah, ia takut itu akan menjadi bumerang bagi dirinya. Karena Wu Xia itu licik. Sebuah ide tercetus kala ia melihat rombongan keluarga yang sedang makan siang di bawah pohon oak di pinggir areal perkebunan anggur.

“Bagaimana dengan acara makan malam keluarga?”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro