CHAPTER FORTY SIX

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Su Li mengerjapkan matanya. Kali pertama yang ia lihat adalah wajah tertidur suaminya. Walau terpejam, Su Li dapat melihat begitu jelas mata Ziang Wu yang bengkak. Sampai pemuda itu tertidur dalam pelukannya, ia sama sekali tidak bersuara. Hanya isak tangis yang mengantarnya hingga terlelap.

Su Li memainkan telunjuknya pada rambut sang Suami yang terlihat lebih panjang dari terakhir kali ia memperhatikan. Pucuk hidung Ziang Wu memerah. Su Li yakin, suaminya itu pasti akan pilek, karena Ziang Wu memiliki rhinitis yang membuatnya mudah sekali pilek ketika terjadi peradangan pada saluran pernapasannya. Setelah menangis selama berjam-jam, sudah pasti hidung dan juga tenggorokkan suaminya itu akan meradang.

“Apa yang membuatmu sampai menangis tersedu seperti itu?” gumam Su Li. Setelah menyadari hampir waktu untuk berangkat kerja, Su Li beranjak dari tempat tidur dengan perlahan. Ia tidak mau mengusik tidur Ziang Wu.

***

“Apakah ada jadwal pertemuan selanjutnya?”

Nona Lin menggeleng dan membuat Su Li mengembuskan napas lega. Selama meeting berjalan, ia sama sekali tidak bisa fokus. Nona Lin bahkan harus menegurnya beberapa kali. Pikirannya masih berada di rumah karena Ziang Wu sama sekali tidak membalas pesannya.

“Aku akan mengerjakan seluruh pekerjaanku di rumah. Kau bisa mengirimkannya ke surel ku,” ucap Su Li sambil membereskan barang-barangnya.

“Jika Alexcra sudah mengirimkan rincian proposalnya, segera kirimkan juga untukku. Ziang Wu sakit jadi aku harus menjaganya,” ucapnya lagi sambil berjalan. Nona Lin yang mengekori Su Li sampai di depan lift mengangguk paham sambil mencatatkan perintah dari Su Li. Ia kembali ke meja kerjanya saat Su Li sudah masuk dalam kotak besi tersebut.

Sebelum pulang, Su Li memutuskan untuk berhenti di supermarket. Ia ingin memasakkan Ziang Wu sesuatu. Walaupun kemampuan memasaknya tidak sehebat Ziang Wu, ia tetap ingin membuatkan makanan untuk sang Suami.

Wanita itu mendorong troli miliknya ke arah rak sayur-mayur. Setelah berselancar di internet, ia memutuskan untuk memasakkan ayam Kung Pao untuk Ziang Wu. Melihat bahannya yang sedikit, dan juga cara membuatnya yang mudah, membuat Su Li yakin akan sukses dalam memasaknya.

Ponselnya berdering saat ia sedang mengantre ingin membayar. “Ada apa, Ayah?”

[Ayah akan pulang besok. Kau jadi ingin mengadakan acara makan malam?]

“Baiklah, aku akan mengaturnya.” Su Li maju satu langkah.

[Bagaimana kabar Ziang Wu?]

Su Li tersenyum kecut saat sang Ayah menanyakan keadaan Suaminya tersebut. Pasalnya ia tidak tahu pasti bagaimana keadaan pemuda itu saat ini. “Ziang Wu baik-baik saja, Yah,” jawab Su Li sekenanya.

[Baik-baiklah kalian berdua. Bertengkar karena perbedaan pendapat itu sangat biasa. Jangan keras kepala.]

Su Li terkekeh, ia kembali maju satu langkah. Ia tidak tahu jika saat weekday seperti saat ini,  supermarket tetap penuh. “Kami tidak sedang bertengkar, Ayah.”

Kekehan Ayahnya terdengar. [Ayah tidak mengatakan saat ini. Dengan tempramen seperti itu, seharusnya kau beruntung jika Ziang Wu masih mau menerimamu.]

“Sebenarnya anak kandung Ayah itu aku atau Ziang Wu?” Su Li mengambil satu batang cokelat yang berada di rak sebelahnya.

[Mengapa kau selalu menanyakan sesuatu yang sudah pasti?]

Akhirnya hanya tinggal satu orang yang berada di depannya. “Sudah waktunya aku membayar, besok aku kabari lagi untuk letak restorannya,” ucap Su Li karena orang yang di depannya hampir selesai.

Menenteng dua buah plastik di kedua tangannya, membuat Su Li sedikit kepayahan ketika ia membuka pintu. Ziang Wu sedang mengambil minum di depan kulkas saat dirinya memasuki dapur.

“Astaga!” pekik Su Li tertahan. Kedua plastik dalam genggamannya hampir lepas. Ziang Wu dengan sigap membantu Su Li. “Mengapa kau berdiri di dalam kegelapan seperti hantu begitu? Untung saja aku memiliki jantung yang sehat,” omel Su Li. Wanita itu kemudian membongkar seluruh belanjaannya.

“Maaf, tetapi kau pun masuk tidak ada suaranya,” ucap Ziang Wu mencoba membela diri. Ia baru saja bangun tidur. Sepertinya Su Li berangkat terburu-buru sampai semua tirai tidak ia buka. “Apa yang sedang kau lakukan?”

Ziang Wu mendekat, memperhatikan bahan-bahan yang sedang disiapkan oleh Istrinya tersebut. “Ayam Kung Pao?” tanyanya setelah menelaah bahan yang ada di atas meja.

“Bagaimana bisa kau tahu?” tanya Su Li setelah memasukkan susu dan juga telur ke dalam kulkas. Selain bahan masakannya, ia membeli cukup banyak barang.

“Kita masih punya banyak minyak wijen,” ucap Ziang Wu saat melihat satu botol besar minyak wijen di antara barang belanjaan sang Istri. Su Li sepertinya memiliki kebiasaan unik dimana ia akan membeli minyak wijen di tiap kesempatan saat berbelanja.

Su Li tertawa saat menyadari bahwa mereka masih memiliki lima botol besar di dalam lemari penyimpanan. “Sepertinya kita akan membuka toko minyak wijen,” ucapnya di sela tawanya. “Apa yang mau kau lakukan?” tanya Su Li saat melihat Ziang Wu mengeluarkan daging ayam dari kemasannya.

“Memasak. Apa lagi?”

Su Li kemudian berbalik, mendorong pelan Suaminya menjauh dari area dapur. “Aku yang akan memasak malam ini. Kau duduk manis saja di depan TV,” ucap Su Li.

Ziang Wu tidak ada pilihan lain. Ia harus mengikuti kemauan Istrinya tersebut walau di dalam hati ia khawatir, apakah mereka bisa makan malam tepat waktu?

***

Tidak seperti kekhawatiran Ziang Wu, keduanya ternyata bisa menyelesaikan makan malam dengan tepat waktu. Karena sudah memasak, Ziang Wu meminta Istrinya untuk beristirahat. Gilirannya yang membersihkan dari sisa-sisa kekacauan di dapur. Ia meminta Su Li untuk menunggunya di depan TV, karena mereka merencanakan untuk menonton film sama-sama malam ini.

Ziang Wu membawa semangkuk buah stroberi yang sudah ia bersihkan. “Kukira kau menonton,” ucapnya saat melihat televisi yang belum menyala.

“Tidak. Ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan,” ucap Su Li tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop yang berpendar lembut di pangkuannya. Wanita itu membuka mulut saat Ziang Wu menyuapkan sepotong stroberi untuknya.

“Apakah ada yang ingin kau katakan padaku?” tanya Su Li. Ia menyadari jika sejak tadi sang Suami sedang memandangnya. Su Li kemudian mengalihkan pandangannya sejenak dari layar untuk menatap sang Suami.

“Tidak ada. Hanya sedang mengagumi kecantikan Istriku.”

Ucapan Ziang Wu sukses membuat Su Li tertawa. “Aku tidak memasukkan bahan yang aneh tadi ketika memasak,” ucapnya yang membuat Ziang Wu langsung mengalihkan pandangannya. “Jika tidak ada yang ingin kau katakan, aku akan menanyakan sesuatu.”

Ziang Wu kembali menatap Su Li. Tidak ada lagi raut jenaka di wajah cantik itu. Tatapan Su Li menjadi dingin dan tegas.

“Apa kau merencanakan sesuatu di belakangku?” Su Li memang ingin menanyakan hal tersebut, ia tidak bisa berlarut-larut dalam rasa penasaran. “Kau kemarin mengatakan bahwa di dalam suatu hubungan perlu adanya komunikasi. Jadi aku ingin menanyakan apakah kau ada merencanakan sesuatu di belakangku?”

Ziang Wu bergeming. Keheningan menyelimuti keduanya selama beberapa detik. Bagi Su Li waktu-waktu itu terasa sangat mencekam. Walau ia ingin tahu, tetapi sebenarnya ia takut mendengar jawaban apa yang akan dikatakan oleh Ziang Wu.

“Baiklah. Aku ingin mengaku.”

Suara berat Ziang Wu mengudara. “Sebenarnya aku menyusulmu karena saran dari Huo Yan. Ia bilang saat ini kau tidak mempercayaiku makanya kau kabur saat mengalami masalah. Kau yang masih belum terbuka padaku, membuatku menyusun rencana bersama Huo Yan agar kau bisa mempercayaiku seutuhnya.”

Su Li menganga, ia tidak menyangka jika sekali lagi alasan Ziang Wu bersikap tidak biasa adalah karena dirinya. Su Li kehabisan kata-kata.

“Kalau kau tidak percaya,kita bisa menghubungi Huo Yan saat ini juga.”

Wanita itu menggeleng. Ziang Wu memang tidak pandai berbohong, semua ketulusan dan kejujurannya selalu terpancar dari iris sehitam jelaga tersebut.

“Aku percaya. Jadi kita cukupkan pembahasan ini sampai di sini.” Su Li kemudian meletakkan laptopnya di atas meja, lalu wanita itu mengambil ponselnya. “Ayah akan pulang besok. Jadi lusa kita bisa melaksanakan acara makan malam itu, menurutmu kita lakukan di mana?”

Ziang Wu mematung saat mendengar penuturan Su Li. Ia masih perlu waktu untuk berhadapan dengan sang Mertua ataupun dengan sang Ayah. Ziang Wu masih belum memiliki keberanian menghadapi kebenaran atas asal-usul dirinya. Namun ia juga tidak bisa membiarkan Su Li sendirian saat acara itu berlangsung. Karena ia sudah berjanji dengan sang Istri.

“Baiklah, aku ikut saja denganmu,” ucapnya pada akhirnya.

***

 Restoran yang dipilih oleh Su Li tidak mengecewakan semua orang. Sebuah restoran yang berada di Park Hyatt Tower itu menawarkan pemandangan malam kota Beijing yang bisa dilihat 360 derajat. Selain pemandangan kota yang spektakuler, restoran itu juga memiliki beragam hidangan yang tak kalah menarik.

“Kau memiliki selera yang bagus dalam memilih restoran, Su Li,” puji Ziang Chen. Su Li hanya menanggapinya dengan senyum tipis. Sebenarnya jika tidak dalam rangka mengumpulkan bukti perselingkuhan Ziang Chen dengan Wu Xia, ia tidak akan sudi berada di satu meja yang sama dengan para pembunuh Ibunya.

“Kau sedang tidak enak badan, Ziang Wu?” tanya Su Liang yang membuat Ziang Wu sedikit terkejut.

“Tidak, Ayah,” ucapnya singkat.

Pertanyaan Su Liang menarik atensi semua orang kepada Ziang Wu.

“Kau tidak enak badan? Kita bisa pulang lebih cepat.” ulang Su Li.

 Pemuda itu menggeleng sambil tersenyum. “Tidak apa-apa, aku hanya sedang banyak pekerjaan. Aku baik-baik saja,” ucapnya sambil menggenggam tangan kanan Su Li yang bersebelahan dengannya.

“Melihat pasangan ini membuat kita berada di musim semi. Bagaimana denganmu Wei Fang, kapan kau akan mengenalkan pasanganmu dengan kami?” tanya Ziang Chen.

“Aku masih ingin mengejar karir dulu, Paman. Jika saatnya tiba dan aku menemukan orang yang tepat maka akan segera ku kenalkan,” jawab Wei Fang dengan kalem. Meski ibunya berpesan untuk membuat masalah, ia sedang tidak ingin bertengkar dengan Su Li malam ini. Semenjak mereka menghabiskan waktu seharian di salon hari itu, membuat pandangannya pada Su Li sedikit berubah.

Acara makan malam selesai lebih cepat karena Su Li mendapatkan panggilan darurat dari Nona Lin. Membuat wanita itu harus ke perusahaan saat ini juga.

“Ayah, aku ikut pulang ke rumah,” ucap Ziang Wu saat ia masuk ke dalam mobil sang Ayah yang bermaksud ingin mengantarnya pulang.

“Kenapa?” tanya Ziang Chen heran. Karena selama putra semata wayangnya itu menikah, ia sangat jarang pulang ke rumah.

Ziang Wu mengembuskan napas berat. “Aku dan Su Li sebenarnya sedang bertengkar. Makanya aku banyak diam hari ini,” ucapnya sambil menatap  jalanan lurus. Ia sudah mengajukan diri untuk menyetir tetapi ayahnya bersikeras ingin membawa mobil sendiri.

“Jadi kau ingin kabur sejenak dari Istrimu?”

Ziang Wu mengangguk yang membuat Ziang Chen terkekeh. “Aku tidak ingin bertemu dengannya dulu malam ini.”

“Baiklah-baiklah. Kita langsung pulang ke rumah jika begitu,” ucap Ziang Chen pada akhirnya.

Senyum lebar Ziang Wu terbit sehingga menimbulkan sepasang lesung pipi yang begitu cantik. Ia kemudian mengambil ponsel di saku celananya.

[Ziang Wu 20.15 : Misi resmi dimulai.]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro