CHAPTER THIRTEEN

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Cahaya matahari yang mengenai wajahnya membuat tidur lelap gadis itu terusik. Ditariknya selimut hingga menutupi wajah. Gerakannya berhenti karena ia merasa asing dengan aroma selimut yang menutupi tubuh semampainya. Manik itu perlahan membuka dan mulai memindai sekeliling. "Rasanya aku tidak memiliki lukisan itu," gumamnya kala melihat lukisan yang tergantung di salah satu dinding. Ia kemudian beralih kepada selimut yang menutupi dirinya. Tersadar dengan keadaan dengan cepat ia memeriksa pakaian yang ia gunakan. Sebuah helaan lega terdengar saat mendapati dirinya masih berpakaian utuh di balik selimut abu-abu tersebut. Sepertinya dia tidak terlibat hal konyol akibat mabuk tadi malam. Gadis itu tidak menyangka bahwa tiga gelas margarita bisa membuatnya hilang kesadaran, toleransi alkoholnya menurun drastis.

"Kau sudah bangun?"

Badannya berputar cepat ke arah pintu. Bak putaran film lawas, kejadian tadi malam terlintas di kepalanya. Semua tidak ada yang terlewat. Termasuk ciuman panas dan basahnya bersama pemuda yang berdiri di pintu sambil menatapnya dengan ekspresi yang tak tergambarkan. Su Li menutup wajahnya dengan selimut. Ia sama sekali kehilangan muka untuk bertemu Ziang Wu. Dalam hati ia merutuki diri sendiri, mengapa ia masih bisa mengingat semua kejadian saat ia mabuk. Apa dia pura-pura lupa saja? Tetapi responnya sudah memberitahukan dengan jelas bahwa dirinya ingat semua dengan kejadian tersebut.

"Jika kau ingin mandi, aku sudah membelikan baju ganti dan kuletakkan di atas meja. Cepat turunlah untuk sarapan." Setelah mengucapkan itu, pemuda itu berlalu. Meninggalkan Su Li yang masih betah bersembunyi di dalam selimut. Mendengar pintu yang tertutup membuat Su Li menurunkan selimut. Ia melihat paper bag cokelat di atas meja. "Apakah ada lubang hitam yang bisa menyedotku sekarang juga?" keluhnya putus asa. Dering ponsel dari tas yang berada di atas nakas menghentikan sesi penyesalannya pagi ini.

"Ketua Tim, kau tidak lupa dengan pertemuan pagi ini bukan? Mengapa belum sampai kantor?"

Pertanyaan beruntun Xiao Lu menyadarkan Su Li bahwa dirinya memiliki satu pertemuan penting pagi ini. Secepat kilat ia menyambar paper bag coklat yang tadi dikatakan oleh Ziang Wu. Guyuran air dingin berhasil mengembalikan semua kewarasannya. Untuk pertama kali ia tidak perlu mengkonsumsi obat pengar setelah semalam tepar karena mabuk. Selesai membersihkan diri ia mengecek jam di ponselnya, kurang dari satu jam lagi ia harus segera sampai ke kantor.

"Danke, Ziang Wu," gumamnya ketika melihat baju yang pemuda itu pilihkan merupakan sebuah midi dress berwarna biru pastel. Sangat cocok untuk pertemuannya pagi ini walaupun bukan gayanya sama sekali. Su Li keluar dari kamar mandi setelah memoleskan riasan seadanya. Lipstik dan juga cushion adalah barang wajib yang berada di dalam tasnya sehingga ia tidak akan kelabakan disaat genting seperti saat ini.

"Apakah kau membawa mobilku?"

Ziang Wu yang sedang menuangkan kopi berhenti dan berjalan menuju meja ruang tamu. "Ada di basement. Kau pergi sekarang?" tanya pemuda itu setelah memindai penampilan Su Li dan menyerahkan kunci mobil gadis itu.

"Aku akan berterima kasih dengan benar padamu nanti, aku harus pergi sekarang," jawab gadis itu kemudian berlalu meninggalkan Ziang Wu yang hanya bisa melihat punggung kecil itu menjauh.

"Setidaknya kau sarapan dahulu," ucapnya dengan ruangan kosong di depannya.

***

"Arigatōgozaimasu, Satsuko-san. Kono kyōryoku ga ryōsha ni totte sōgo ni yūekidearu koto o negatte imasu. (Terima kasih Tuan Satsuko, saya harap kerjasama ini bisa saling menguntungkan untuk kedua perusahaan.)" Su Li mengulurkan tangan menyambut jabat tangan dari pria di depannya.

"Watashi wa anata ga izen ni itta purezentēshon ni kanmei o ukemashita. Sono subarashī aidea no tame ni, watashi wa anata no kaisha ni tōshi suru koto ni shimashita. (Saya terkesan dengan presentasi yang tadi anda lakukan. Karena ide cemerlang itulah saya memutuskan untuk berinvestasi di perusahaan anda.)"

Su Li tersenyum puas, berdasarkan yang dikatakan oleh Xiao Lu bahwa Tuan Satsuko ini adalah salah satu investor yang potensial walaupun tergolong sedikit cerewet dan sedikit susah untuk didekati. Tetapi melihat responnya yang baik, Su Li percaya diri bisa membawa perjanjian ini bisa berlangsung lama dan mendapatkan hasil yang baik.

"Ketua Tim, bolehkah saya bertanya?"

Su Li yang membereskan berkas di atas meja mengangguk. Shen Yue mendekatinya, "Apa yang Ketua Tim tidak bisa lakukan?"

Senyum tipis tersungging dari bibir berlipstik peach itu. "Masih banyak yang tidak bisa aku lakukan, Nona Shen." Su Li melangkah keluar dari ruang rapat tersebut. Diikuti Shen Yue yang terus menempel padanya. "Anda sangat keren. Bagaimana bisa anda menguasai bahasa Jepang dan Prancis bersamaan? Selain itu bahasa Inggris anda pasti bagus karena lama tinggal di luar negeri. Angkat saya sebagai murid anda Ketua Tim."

"Selesaikan dulu laporan bulan ini baru kau mempelajari hal lain."

Shen Yue merengut masam mendengar kata-kata Xiao Lu. "Kau yang seharusnya belajar untuk berhenti mengurusi kehidupan orang lain." Pemuda itu sepertinya akan sakit jika sehari saja tidak menghancurkan mood-nya. Su Li hanya tersenyum tipis, walaupun terkadang bertindak kekanakan, ia bisa sangat bergantung dengan dua anggota timnya tersebut.

Kehebohan di lorong menarik atensi ketiganya. "Tuan Ziang hanya mengobrol biasa, tetapi kenapa aku bisa melihat cahaya yang terpancar darinya?" Xiao Lu hanya mencibir mendengar Shen Yue memuji pemuda Ziang tersebut. Ziang Wu terlihat sedang mendiskusikan sesuatu dengan rekan kerjanya di ujung lorong. Su Li segera berbalik arah sebelum Ziang Wu menyadari keberadaannya. "Ada apa, Ketua Tim?"

Gadis itu tidak mau berbalik. Di dalam hati ia mengumpat, mengapa Shen Yue bisa mengeluarkan suara sekeras itu. Ia yakin bahwa Ziang Wu akan mendengar suara menggelegar Shen Yue. Su Li masih belum siap berhadapan dengan Ziang Wu saat ini.

Su Li bernapas lega ketika dapat sampai di ruangan divisinya tanpa bertemu dengan Ziang Wu. Lagipula ada urusan apa programmer itu berada di lantai bagian Relation. Bayangan bagaimana ciuman basah dan panas itu kembali berputar di kepalanya membuat pembuluh darah wajahnya melebar sehingga menghasilkan semburat merah muda yang nyata. "Apa yang kau pikirkan gadis nakal?" gumamnya pada diri sendiri. Su Li yakin bahwa pendingin ruangan mereka sudah diperbaiki minggu lalu, tetapi mengapa ia masih merasa gerah?

***

Su Li menekuk wajahnya. Tanpa peringatan sebelumnya Su Liang datang menghampirinya. Walaupun sang Ayah tidak sampai membongkar identitasnya, tetapi tetap saja kedatangan CEO akan menarik perhatian semua orang. "Sudah kukatakan jangan mendatangi ruanganku. Apakah Ayah tidak mengerti?"

"Apakah Ayah salah jika ingin melihat bagaimana putri Ayah bekerja?"

Su Li mengabaikan ucapan sang Ayah. Ia lebih memilih menghabiskan waffle yang ada di hadapannya saat ini. Tidak tanpa alasan Su Li tidak pernah mengatakan latar belakangnya. Di masyarakat yang mengagungkan posisi dan latar belakang membuat Su Li muak. Ia ingin dikenal sebagai Su Li yang memiliki prestasi kerja karena kerja keras dan juga kemampuan yang ia miliki, bukan karena dia adalah anak pemilik perusahaan. Ia pun tidak mau memberi celah kepada para tikus-tikus yang sedang memantau Ayahnya saat ini.

"Ada apa Ayah mencariku?"

Su Liang tersenyum. Amarah Su Li sangat mudah diredakan. Bawa saja ia makan enak, maka api amarahnya itu akan padam seperti tidak ada yang terjadi.

"Ayah hanya ingin bertanya, apakah Putri Ayah masih mengingat ucapannya?"

Gadis itu meneguk ludahnya kasar. Ia tahu cepat atau lambat sang Ayah akan memborbardirnya dengan pertanyan yang selalu ia hindari. Ia masih belum menemukan orang yang bisa ia jadikan suami sewaan.

"Apakah perlu bantuan Ayah untuk mencarinya?"

Terang saja gagasan itu ia tolak dengan keras. Bahaya jika sang Ayah mengetahui rencananya. Saat-saat krusial tersebut, manik kecoklatan itu menangkap sosok Ziang Wu yang sedang memasuki kafe bersama para rekan kerjanya. "Thanks God,"ucapnya dalam hati. Su Li kemudian memasang senyum terbaiknya, "Ayah akan segera bertemu dengannya. Sekarang kami sedang dalam masa pendekatan."

***

"Ziang Wu, ada yang mencarimu."

Ziang Wu yang sejak tadi berkutat dengan komputernya berpikir keras, siapa yang mencarinya. Tetapi ia tetap beranjak dan keluar dari ruangannya. Senyum tipis terpatri kala mendapati Su Li yang berdiri membelakanginya. Gadis itu kembali menggunakan setelan favoritnya. Kemeja oversize dan celana jins. Beberapa hari ini ia tidak melihat presensi gadis itu, bahkan di jam makan siang.

"Ada apa mencariku?"

"Bisa kita bicara sebentar?"

Ziang Wu menebak-nebak sebenarnya apa yag ingin Su Li katakan. Dalam diam ia mengikuti langkah gadis di depannya hingga sampai di rooftop perusahaan. Dengan sabar ia menunggu Su Li untuk berbicara.

"Ayo kita menikah."

Ziang Wu sampai tersedak air liurnya sendiri kala mendengar ucapan tidak masuk akal dari Su Li. Manik dibalik kacamata itu mencoba mendeteksi kesungguhan dari lawan bicaranya. "Apakah ini prank model baru? Atau kau kalah taruhan? Apa maksudmu dengan menikah?"

Reaksi Ziang Wu memang sudah diprediksi oleh Su Li. Pemuda itu tidak waras jika langsung menyetujui gagasan gilanya. Walaupun ia tahu, dirinya lebih gila.

"Kau harus bertanggung jawab karena sudah menciumku."

Ziang Wu terkekeh. Apakah tinggal lama di luar negeri bisa mempengaruhi kondisi psikologi seseorang? Gadis di depannya saat ini yang terkenal sebagai gadis yang mandiri dan menghindari komitmen dalam pernikahan tiba-tiba mengajaknya untuk menikah.

"Sepertinya ada yang harus aku luruskan disini." Ziang Wu sadar, ia harus menjelaskan dengan perlahan. "Malam itu kau yang lebih dulu menciumku, Nona Su. Jadi seharusnya aku yang memintamu untuk bertanggung jawab."

"Aku bersedia bertanggung jawab. Makanya aku mengajakmu menikah saat ini sebagai wujud pertanggung jawabanku."

Semenjak memutuskan untuk berbicara dengan Ziang Wu, Su Li sudah menanggalkan semua rasa malunya. Dia rela melakukan apapun demi tujuannya tercapai. Melihat reaksi pemuda Ziang itu tidak berubah membuat Su Li mengutarakan ide tergilanya.

"Kau tidak perlu khawatir, kita hanya akan melakukan pernikahan kontrak."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro