CHAPTER THIRTY ONE

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

“Ini lebih besar dari yang aku kira.”

Ziang Wu mengangguk setuju. Seperti Liang Tech yang beroperasi di bidang teknologi perangkat lunak, Cosmo Tech juga beroperasi di bidang yang sama. Sudah menjadi rahasia umum bahwa di antara keduanya terdapat persaingan yang sangat ketat. Usia perusahaan yang terpaut tidak jauh itu selalu bersaing dengan caranya masing-masing.

“Liang Tech yang bertambah pesat memang sempat menggemparkan Tiongkok. Saat itu, Cosmo Tech seperti dilucuti semua kebanggaannya saat Liang Tech berhasil memenangkan tender bersama pemerintah. Padahal mereka sudah secara terang-terangan berbicara kepada media bahwa akan memenangkan tender tersebut.”

Ziang Wu memberikan tabletnya kepada Su Li, membiarkan istrinya membaca sebuah artikel berita yang dikeluarkan dua tahun yang lalu. Walau media selalu mengatakan bahwa persaingan di antara kedua perusahaan itu sehat, nyatanya ada beberapa praktik kecurangan yang dilakukan Cosmo Tech yang bertujuan untuk menyabotase keberhasilan Liang Tech.

“CEO Cosmo Tech, Tuan Bao itu sangat ambisius dan berusaha untuk memonopoli pasar. Rumornya ia juga tidak segan-segan menghabisi siapa saja yang berani menentangnya. Pamor mereka turun akhir-akhir ini karena rumor tersebut. Citra perusahaan mereka hancur total.”

Su Li diam mendengarkan Ziang Wu. Sejak masa pelatihannya, ia memang sudah diberikan pengetahuan dasar mengenai siapa saja saingan pasar dari Liang Tech. Hanya saja, karena ia tidak berada di Tiongkok dalam waktu yang lama jadi Ziang Wu lebih mengetahui situasi dan kondisi yang telah terjadi.

“Waktu kematian Ibu dengan pengumuman tender itu hanya berselang dua minggu,”ucap Su Li setelah memperhatikan timeline yang sudah Ziang Wu paparkan padanya. “Apakah masuk akal jika pembunuhan Ibu itu dimaksudkan agar Liang Tech mundur dari persaingan perebutan tender itu?”

Keduanya saling berhadapan satu sama lain. Kesimpulan yang Su Li katakan itu memang terdengar mengerikan dan juga kejam.

“Itu kemungkinan yang paling besar untuk menjadi motif,” ucap Ziang Wu.

Su Li mengangguk setuju. “Tidak aku sangka, jika aku mengejar orang yang salah selama ini,” gumamnya. Merasa sedikit bersalah karena telah mencurigai orang yang ternyata tidak ada sangkut pautnya dengan masalah itu. Wanita itu menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa dan menatap lampu yang tergantung pada langit-langit.

“Apakah kau masih menerima paket misterius itu?”

Jika tidak disinggung oleh Ziang Wu, Su Li sudah melupakan tentang paket misterius yang menjadi awal dari semua ini. Seperti tersadar akan sesuatu, Su Li menegakkan tubuhnya dan menatap Ziang Wu dengan tatapan terkejut.

“Paket kedua yang aku terima berisi foto dari lobi Liang Tech. Karena foto itu aku mengira bahwa pelaku pembunuhan Ibu berasal dari perusahaan. Kemudian ada Shen Juan.”

“Shen Juan?” Ziang Wu baru pertama kali mendengar nama itu disebut oleh Su Li. Wanita itu kemudian memutar tubuhnya dan menghadap Ziang Wu.

“Kau ingat dengan pesan suara yang aku terima di paket pertama?” Ziang Wu mengangguk. “Salah satu suara itu mirip dengan suara Shen Juan dari divisi keuangan. Namun aku tidak pernah bertemu dengannya lagi selepas acara gathering perusahaan. Ia seperti hilang ditelan bumi,” lanjut Su Li.  

“Apa foto itu ingin memberitahukan bahwa terdapat mata-mata di Liang Tech?” ucap Ziang Wu. Ucapan sang Suami terdengar masuk akal,  hanya saja mereka kesulitan dalam mengumpulkan bukti.

“Mungkin bisa jadi seperti itu, dan karena Shen Juan tertangkap basah olehku maka dia dilenyapkan?” Walaupun ia yang mengatakan hal tersebut, tetapi Su Li bergidik membayangkan hal itu. Bagaimana mereka dengan mudah menghabisi nyawa seseorang hanya demi sebuah ambisi membuatnya merinding.

“Bagaimana jika kita kembali mengirim permintaan ke rumah sakit untuk meminta rekam medis Ibu?”

Su Li menggeleng, ia sudah memeriksanya sebelum meminta agen asuransi kesehatan mendapatkan salinan resume rekam medis sang Ibu. “Kita harus mengajukan ke pengadilan terlebih dahulu untuk mendapatkannya. Langkah itu terlalu beresiko dan dapat memicu keributan.”

Kehidupan konglomerat yang tidak lepas dari lensa para pemburu berita menjadi seperti sebuah kekang yang membuat langkah Su Li melambat. Karena jika ia gegabah, tidak hanya membahayakan dirinya, semua orang di sekitarnya pasti akan ikut terlibat.  

Sebuah surel masuk tepat saat keduanya dilanda keheningan dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Senyum Su Li merekah saat melihat nama pengirim surel.

“Ada apa?” tanya Ziang Wu penasaran. Karena semula wajah Su Li yang kusut dapat langsung berubah menjadi cerah.

Miss Moore akan menikah,” ucap Su Li dengan ceria. Senyumnya tidak luntur selama ia mengetik balasan surel tersebut. Jemarinya berhenti sejenak saat ia mengingat akan sesuatu. Su Li menghapus semua balasan yang sudah ia ketik pada kolom balasan surel yang dikirimkan oleh Miss Moore.

Wanita itu kemudian mengambil ponselnya dan lebih memilih melakukan panggilan video dengan Miss Moore.

“Apa kau tidak mengganggunya?” tanya Ziang Wu ketika melihat layar ponsel Su Li masih dalam keadaan calling.

“Sekarang masih pukul dua sore di London. Miss Moore pasti sudah menyelesaikan pekerjaannya sekarang,” ucap Su Li setelah melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

“Hello, Miss Su.”  

Su Li tersenyum cerah saat layar ponselnya menampilkan wajah khas kaukasoid dengan manik berwarna biru tersebut.

“Hello, Miss Moore. How are you?”

Ziang Wu hanya diam sambil menatap sang Istri yang terlihat bersemangat. Ia tidak menyangka ternyata Su Li bisa menampilkan ekspresi ceria seperti itu padahal tadi mereka baru saja membahas sesuatu yang membuat wajah penuh senyum itu menjadi kusut.

Setelah berbasa-basi saling menanyakan kabar dan sedikit membahas mengenai undangan pernikahan yang tadi dikirimkan oleh mantan sekretarisnya itu, Su Li memberanikan diri mencoba meminta bantuan dari Miss Moore.

“Apakah kau bisa membantuku?”

Tentu saja! Cukup katakan apa yang bisa saya bantu, Miss,” ucap Miss Moore dengan logat britania yang kental.

“Aku membutuhkan bantuan dari Mr. Brown untuk memeriksa sebuah ringkasan rekam medis.”

Dapat Su Li lihat wanita di video itu terkekeh kecil, “Saya kira anda ingin meminta bantuan seperti apa. Itu adalah hal yang mudah. Jhon akan sukarela membantu anda.” Mendengar hal tersebut, Su Li mengucapkan syukur di dalam hati. Obrolan pun berlanjut mengenai bagaimana atasan Miss Moore yang baru, ia mengeluhkan semuanya yang hanya bisa ditanggapi Su Li dengan tawa dan sedikit lelucon.

“Jangan lupa untuk mengirimkannya melalui email, Miss Su,” ucap Miss Moore di penghujung panggilan. Su Li meletakkan ponselnya di atas meja,  terkejut saat mendapati Ziang Wu yang menatapnya dengan senyum tipis. Ia total melupakan eksistensi sang Suami saat mengobrol dengan Miss Moore tadi.

“Ada apa?’ tanyanya karena penasaran dengan arti tatapan sang suami.

“Ternyata Su Li sangat cantik jika tersenyum lebar seperti itu,” ucap Ziang Wu yang membuat wajah Su Li merona. Wanita itu tanpa bersuara bangkit berdiri dan meninggalkan Ziang Wu yang masih tersenyum menggodanya.

“Hei, kau mau kemana?” tanya Ziang Wu sambil menahan pergelangan tangan Su Li.

“Sudah larut malam, aku ingin tidur,” jawabnya tanpa mau menatap Ziang Wu, melepas  tautan tangan pemuda itu dan bergegas memasuki kamar.

Ziang Wu hanya tertawa kecil sebelum ikut menyusul istrinya. “Kenapa kau semakin menggemaskan?” gumamnya.

***

Su Li menatap nanar layar komputernya. Deretan kalimat yang ia dapat dari balasan surel yang ia kirimkan dua hari yang lalu itu sukses membakar amarahnya. Rahangnya mengeras dengan kepalan tangan di atas meja, mencoba untuk tidak percaya dengan fakta yang berada di hadapannya.

“Seperti yang anda perkirakan, rekam medis ini sudah dimanipulasi dengan baik. Saat pertama kali saya membacanya pun, tidak ada yang salah dari rekam medis ini. Hanya saja saya penasaran apa yang membuat anda sangat ingin saya memeriksa rekam medis yang biasa ini.

Secara singkat saya akan menjelaskan, ada beberapa hal yang menjadi perhatian saya. Pasien memiliki riwayat penyakit jantung, sehingga sebenarnya ia tidak mungkin diberikan obat dari golongan Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs (NSAIDs), hanya saja saya menemukan pemakaian jangka panjang. Walau diberikan dalam dosis kecil, ini bisa memperburuk keadaan pasien jika diberikan terus menerus.”

Maniknya memburam dan ia tak sanggup untuk melanjutkan. Begitu keji mereka memperlakukan sang Ibu, walau bagaimanapun ia tidak pernah bisa mengerti alasan apapun yang membenarkan tindakan mereka tersebut. Setelah menghapus bulir air mata yang berada di sudut matanya, Su Li memanggil Nona Lin untuk masuk ke ruangannya.

“Tolong cari informasi apa saja dari orang yang berada di dalam map ini.”

Nona Lin mengambil map hitam yang diberikan oleh Su Li. Walau sebenarnya ia penasaran mengapa sang atasan ingin ia menyelidiki seseorang, tetapi niat untuk bertanya ia urungkan. Tatapan Su Li saat ini terlihat sangat mengerikan. Su Li memang memiliki tatapan tajam yang dingin, hanya saja ia dapat menangkap aura lain dari tatapan tersebut.

“Baik, Nyonya.”

Nona Lin kemudian mengundurkan diri, saat keluar ia bertemu dengan Ziang Wu yang datang setelah dihubungi oleh sang Istri. Namun melihat suasana yang tidak menyenangkan membuatnya penasaran, Nona Lin juga tidak berbicara banyak selain menyapanya. Saat ia melihat bagaimana tatapan tajam Su Li yang sedang melihat layar komputernya membuat pemuda itu mengerti.

“Kau sudah mendapatkan hasilnya?”

Mendengar suara sang Suami, membuat Su Li mengalihkan pandangannya dari layar kemudian mengangguk lemah. “Sesuai dengan perkiraan kita.”

Mendengar jawaban Su Li membuat Ziang Wu bergegas mendekati sang Istri. Memberikannya sebuah pelukan, ia tahu walau Su Li saat ini tidak menangis tetapi tatapan terlukanya tidak bisa disembunyikan. “Tidak perlu khawatir, ada aku bersamamu. Mari kita tangkap bersama bedebah gila itu,” ucap Ziang Wu sambil mengelus halus punggung Su Li.

Su Li tersenyum tipis dalam pelukan Ziang Wu. Ia tahu bahwa pria yang sedang mendekapnya saat ini tidak akan pernah meninggalkannya sendirian. “Terima kasih,” lirihnya.

***

“Seharusnya kau tidak perlu repot-repot, Ayah bisa check-up sendiri.”

Ziang Wu hanya menatap sang Ayah dengan tatapan datar. “Mengapa harus sendiri jika aku bisa menemani? Ayah tidak perlu aku lagi?”

Ziang Chen terkekeh. Sejak kecil, Ziang Wu memang sangat perhatian pada semua orang di sekitarnya. Jadi walau ia sangat irit dalam berbicara, tetapi perhatian-perhatian kecil dari tindakannya bisa meluluhkan hati semua orang.

“Su Li bagaimana jika kau tinggal sendirian di rumah?”

“Ia ada meeting sampai pukul sepuluh. Jadi jika sudah mengantar Ayah pulang, aku bisa menjemputnya.”

Ziang Wu membukakan pintu mobilnya, membiarkan sang Ayah masuk terlebih dahulu.

“Apakah Ayah ingin makan malam denganku?” tanya Ziang Wu, setelah menikah ia memang memfokuskan dirinya untuk Su Li. Tidak jarang ia merasa bersalah karena membiarkan sang Ayah hidup sendiri. Su Li sebenarnya tidak keberatan jika sang Ayah tinggal bersama mereka, hanya saja sang Ayah menolak tegas gagasan tersebut.

“Baiklah, karena Ayah lama tidak makan malam dengan putra Ayah satu-satunya, maka kita harus makan hotpot kambing malam ini.”

Ziang Wu mengangguk dan tersenyum mendengar ucapan Ayahnya. “Baik, Kapten, kita akan makan hotpot terenak di Beijing malam ini.”

Sedan putih yang dikendarai oleh Ziang Wu menepi pada salah satu restoran keluarga yang telah menjadi langganan keluarga Ziang sejak Ziang Wu masih sekolah dasar. Acara-acara besar keluarga Ziang selalu dirayakan di tempat ini. Kecuali saat Ziang Wu menikah, karena ia masih belum ada kesempatan untuk mengajak sang Istri. Sambutan hangat dari Bibi pemilik restoran yang langsung mengenali keduanya menyambut saat dua pria Ziang itu memasuki restoran. Keduanya pun diberikan meja kosong di sebelah pintu masuk, karena kebetulan hanya meja itu yang tersisa.

“Tempat ini tidak banyak berubah,” ucap Ziag Chen sambil mengamati sekelilingnya. Terakhir kali ia kemari setahun yang lalu saat selesai pemakaman sang Istri. Setelah Istrinya meninggal dunia, Ziang Wu maupun Ziang Chen tidak pernah lagi mengunjungi restoran tersebut.

Seorang wanita muda mendekati meja mereka mengantarkan pesanan bersama dengan Bibi pemilik restoran.

“Senang melihat kalian kembali mengunjungi restoranku,” ucap Bibi pemilik yang hanya disahuti Ziag Wu dengan anggukan sopan.

“Seprtinya usahamu berjalan lancar,” jawab Ziang Chen sambil melihat sekeliling. Semua meja terlihat penuh, untung saja mereka datang tepat saat ada meja kosong.

“Begitulah. Saya sangat bersyukur meski harus meminta bantuan dari putriku,” ucap Bibi pemilik sambil memperkenalkan wanita muda yang tadi bersamanya.

“Ini putrimu? Pantas saja ia terlihat cantik seperti anda,” ujar Ziang Chen memuji, membuat Ziang WU hanya bisa tersenyum tipis. Pemuda itu lebih memilih memasukkan potongan daging ke dalam panci hotpot daripada masuk dalam obrolan basa-basi yang terjadi di depannya.

Gerakan tangan Ziang Wu berhenti kala mendengar ucapan Bibi pemilik, “Sepertinya akan lebih baik jika kita menjadi besan.” Walau Ziang Wu tahu itu hanya sekedar obrolan basa-asi tetapi ia tidak menerima hal tersebut.

“Maaf, Bibi. Sepertinya itu tidak mungkin, karena saya sudah menikah,” jawab Ziang Wu sambil memamerkan cincin silver di jari manisnya. Perkataan Ziang Wu berhasil membuat Bibi pemilik meninggalkan meja mereka. Ziang Chen hanya terkekeh. Pasalnya ini pertama kali Ziang Wu menanggapi omong kosong orang lain, biasanya pemuda itu lebih memilih untuk diam dan tidak peduli.

“Ziang Wu, apakah Ayah boleh menanyakan sesuatu?”

Pemuda itu mengangguk sambil memberikan semangkuk daging yang sudah matang untuk Ayahnya.

“Apa yang Su Li kerjakan saat ini? Ayah dengar ia sedang mencari seseorang.”

Deg. Ziang Wu terkejut saat mendengar pertanyaan sang Ayah. Setahunya apa yang sedang Su Li kerjakan saat ini bersifat rahasia. Hanya saja pemuda itu mencoba bersikap normal agar sang Ayah tidak curiga.

“Setahuku, Su Li sedang sibuk mengurus perusahaan. Kami juga jarang mengobrol di luar topik pekerjaan,” jawabnya kemudian menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Ziang Wu dapat melihat raut tidak puas dari sang Ayah, tetapi pria paruh baya itu memilih untuk berhenti bertanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro