CHAPTER THIRTY SEVEN

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

“Menurutmu, bukti baru apa yang ditemukan oleh Bai Wan?” tanya Su Li kemudian mencomot satu sendok es krim vanilla yang berada di mangkuk Ziang Wu mengabaikan es krim choco mint yang berada di mangkuknya. Pilihan Ziang Wu itu selalu terasa lebih enak, jadi wanita itu menukar mangkuk es krim mereka. Mengabaikan tatapan bingung sang Suami.

“Entahlah, aku juga tidak bisa menebak.”

Setelah mendapat telepon dari Bai Wan, pasangan suami istri itu langsung menuju lokasi yang dikirimkan oleh pengacara muda tersebut. Mereka mengira bahwa Bai Wan sudah berada di lokasi, ternyata pemuda itu belum datang.

Su Li mengedarkan pandangannya. Kedai es krim itu terlihat penuh, sebagian besar pengunjungnya adalah rombongan keluarga dengan anak-anak yang masih menggunakan seragam sekolah.

Tatapannya terhenti pada sepasang balita kembar yang berada di seberang meja mereka. Melihat pipi bulat dengan tawa khas bayi saat sang Ayah mengajaknya berbicara, membuat rasa hangat memenuhi rongga dada Su Li. Tatapannya kemudian beralih kepada Ziang Wu yang terlihat fokus dengan ponselnya.

“Kira-kira anak kita nanti lebih mirip siapa, ya?” gumaman Su Li. Ziang Wu yang mendengar gumaman sang Istri menjadi tersedak. “Ada apa denganmu?” tanyanya terkejut melihat sang Suami yang tersedak sambil menyodorkan sebotol air mineral.

Ziang Wu merasa lega setelah air mineral itu membasahi kerongkongannya yang terasa sedikit perih, “Aku hanya terkejut, tidak kusangka kau sampai berpikiran seperti itu,” ucapnya.

“Kau tidak ingin memiliki anak bersamaku?”

Pemuda itu meneguk liurnya kasar, sepertinya ia sudah salah bicara. Su Li menatapnya dengan tajam. “Bukan seperti itu, Sayang. Bukan itu maksudku,” ucap Ziang Wu sambil menggenggam tangan kanan Su Li. Saat ia ingin kembali berbicara, Bai Wan terlihat memasuki kedai.

“Maaf, tadi ada yang harus aku periksa kembali,” ucap Bai Wan setelah mendudukkan dirinya di depan pasutri tersebut. Ia kemudian mengeluarkan beberapa berkas dan juga beberapa lembar foto.

“Mereka tidak memalsukan keberangkatan Dokter Bao.”

Ucapan Bai Wan membuat Su Li dan Ziang Wu saling berpandangan. Jadi selama ini mereka salah mengira?

“Dokter Bao  memang meninggalkan Tiongkok pada tanggal 14 Januari, lebih awal dua minggu dari waktu kematian Nyonya Su terdahulu.” Bai Wan memberikan bukti berupa catatan keberangkatan. Manik Su Li membulat saat melihat bagian yang dilingkari oleh Bai Wan. Menyadari respon Su Li pengacara itu mengangguk, “Dokter Bao kembali ke Tiongkok tanggal 27 Januari, dimana tanggal 28 Januari Nyonya Su dinyatakan meninggal dunia.”

“Jadi yang mereka palsukan adalah waktu kedatangan Dokter Bao?” ujar Ziang Wu menyimpulkan.

Bai Wan kemudian mengeluarkan satu buah berkas lagi, “Ini adalah catatan keberangkatan dan kedatangan yang diberikan Dokter Bao ke penyidik Kepolisian, jadi kita bisa lihat mereka memalsukan kedatangan Dokter Bao seolah datang ke Tiongkok tiga hari yang lalu. Walaupun kita tidak tahu apa alasan mereka memalsukan catatan keberangkatan ini, tetapi kita bisa menggunakannya untuk memanggil Dokter Bao agar bisa dilakukan pemeriksaan,” ucapnya sambil membandingkan kedua catatan yang ia maksud.

“Dari mana kau dapatkan ini?” tanya Su Li, karena untuk mendapatkan catatan keberangkatan seseorang harus melewati prosedur yang ketat dan tidak bisa diakses oleh semua orang.

“Salah satu klienku merupakan salah satu pimpinan otoritas bandar udara Internasional Beijing. Jadi sebagai ucapan terima kasih, ia memberikanku kebebasan untuk mengakses informasi bandara. Tentu saja dengan tujuan penyelidikan.

Kita bisa mengajukan bukti ini ke Kepolisian untuk  kembali memanggil Dokter Bao. Saya kita dia tidak akan bisa mengelak. Jadi, peluang untuk menangkap siapa di balik semua ini akan semakin besar.”

Su Li mengangguk mengerti, akhirnya ia mengerti akan ucapan Ziang Wu yang menyatakan bahwa tidak ada kasus yang bisa gagal jika ditangani oleh Bai Wan. Ia akui, kemampuan Bai Wan cukup bisa diperhitungkan. Walau sebenarnya tampangnya agak kurang meyakinkan, diluar pembahasan mengenai penyidikan, Pengacara muda itu sering bersikap sedikit kekanakan.

Su Li kembali ke kantor sendirian, karena Ziang Wu diculik Bai Wan untuk ikut acara reuni sekolah mereka. Pantas saja pemuda itu memilih lokasi yang cukup jauh dari kantor mereka, karena acara reuni diadakan tepat di seberang kedai es krim tempat pertemuan mereka. Pertemuan dengan Tuan Satsuno membuat Su Li terpaksa membiarkan Ziang Wu yang memasang wajah memelas, meminta pertolongan.

Wanita itu terlihat bergegas, karena waktunya tidak kurang dari 40 menit dari waktu pertemuan. Nona Lin juga sudah menghubunginya berkali-kali. Pasalnya Tuan Satsuno tidak akan pernah membiarkan tindakan yang kurang disiplin, termasuk keterlambatan.

“Nyonya Su, di sini,” seru Nona Lin yang melihat kedatangan Su Li. Wanita itu mengembuskan napas lega saat melihat Tuan Satsuno yang belum sampai.

Tak berapa lama, terlihat rombongan Tuan Satsuno memasuki ruang pertemuan. “Anda tepat waktu,” bisik Nona Lin lagi yang berhasil membuat Su Li tersenyum lega.

Kerja sama mereka terakhir kali berhasil sukses besar, membuat Tuan Satsuno kembali menunjuk Liang Tech untuk partner mereka pada proyek selanjutnya.

“Satsu no-san, mata oaidekiteureshīdesu.(Senang bertemu anda kembali, Tuan Satsuno),” ucap Su Li sambil mengulurkan tangan yang disambut baik oleh Tuan Satsuno.

Arigatō. Sū Li-san ni mo oaidekiteureshīdesu. Kekkonshiki omedetō, gomennasai, shusseki dekimasen. (Terima kasih. Senang juga bertemu dengan anda Nyonya Su Li. Selamat untuk pernikahanmu, mohon maaf, tidak bisa hadir.).” Tuan Satsuno menyambut dengan hangat uluran tangan Su Li. Obrolan basa-basi itu tidak berlangsung lama, Su Li kemudian memberikan kode kepada Nona Lin untuk memulai pertemuan mereka.

***

Jika hari sial ada tercantum di kalender, Su Li akan memilih untuk menghindarinya. Ia tidak akan beranjak kemanapun dan akan tetap berada di Kasur empuk bergelung di selimutnya yang hangat. Seperti halnya keberuntungan, kesialan juga tidak dapat diprediksi kapan ia akan menghampiri. Ingin rasanya ia mengumpat saat melihat noda kopi pada blouse krem yang ia kenakan,  tetapi wanita itu sadar kesalahan ada pada dirinya.  

Noda kecokelatan tercetak sempurna pada lengan kanannya, Su Li meringis saat menyiram tangan kanannya yang memerah dengan air kran. Nona Lin terlihat bergegas membawakan satu kemeja baru dengan sekotak P3K. Tidak biasanya atasannya itu tidak fokus sampai menumpahkan kopi panas yang ia sodorkan. Ia kemudian membantu Su Li mengganti pakaiannya.

“Nyonya yakin tidak ingin ke rumah sakit?” tanya Nona Lin lagi memastikan.

Jawaban Su Li masihlah sama, wanita itu kembali menggeleng. “Tidak separah itu. Setelah diberikan obat sepertinya akan membaik,” ucap Su Li sambil mengancingkan kancing terakhir kemeja biru  yang ia kenakan. Nona Lin memilihkan kemeja berlengan pendek, sehingga ia tidak perlu khawatir akan mengenai lukanya.

Nona Lin kemudian mengoleskan salep pada daerah kulit Su Li yang memerah. Diam-diam Su Li menahan rasa perih yang terasa setiap luka bakar itu terkena ujung cotton bud yang digunakan oleh Nona Lin.

“Baiklah, sudah selesai, Nyonya,” ucap Nona Lin sambil kembali membereskan kotak P3K yang ia bawa tadi.

“Terima kasih, Nona Lin.”

Wanita itu mengangguk dan tersenyum sebelum keluar dari ruangan Su Li. Langkahnya sempat terhenti kala mendapati Wu Xia yang berada di depan pintu.

“Ada apa Nona Lin?” tanya Su Li yang melihat sekretarisnya itu berdiam di depan pintu. Dapat ia lihat Nona Li kemudian bergeser membukakan pintu lebih lebar.

Seharusnya tadi ia menerima saran Nona Lin untuk ke rumah sakit jadi ia tidak perlu bertemu dengan orang yang paling ingin ia hindari di dunia ini. Wu Xia dengan angkuh berjalan memasuki ruangan. Mengabaikan tatapan dingin yang Su Li tunjukkan padanya. Wanita itu dengan santainya mendaratkan bokongnya pada sofa yang berseberangan dengan Su Li. ‘

“Ada apa dengan tanganmu?” ucapnya pura-pura khawatir. Tingkah konyol Wu Xia hanya membuat Su Li ingin mengeluarkan semua sarapannya tadi pagi.

“Tidak perlu pura-pura. Hanya ada kita berdua di ruangan ini,” ucap Su Li dingin. Ia sebenarnya malas dan berniat untuk mengabaikan penyihir itu,  tetapi ia malas jika penyihir itu mengadu kepada Ayahnya.

Tawa Wu Xia pecah saat mendengar penuturan anak sambungnya tersebut. Dari awal, memang ia telah tahu tidak akan mudah untuk membuat Su Li menerima dirinya. Namun, Wu Xia tidak mempedulikan hal itu, selama wanita itu tidak mengganggu rencananya maka ia tidak akan repot-repot menganggap keberadaan Su Li.

“Hanya ingin menenangkan putriku yang sedang terpuruk karena posisinya di perusahaan sedang terancam.”

Su Li pura-pura memasang wajah terkejut, “Benarkah? Aku tidak pernah tahu jika Wei Fang bekerja di perusahaan. Pasti dia sangat terguncang, Wei Fang kan hanya bisa berlindung di bawah ketiak ibunya,” cibir Su Li. “Di divisi apa ia bekerja? Akan kumarahi siapa pun yang berani mengganggu Tuan Putri,” lanjutnya lagi.

Perkataan Su Li berhasil menyulut emosi Wu Xia. Benar kata Wei Fang, Su Li itu tipikal orang yang sangat menyebalkan. Ucapan asal wanita itu benar-benar tidak tahu tempat. Hanya saja Wu Xia berusaha untuk meredam amarahnya yang mulai menggebu. Wanita paruh baya itu kemudian bangkit berdiri. “Jangan terlena jika kau sedang di atas, hati-hati. Semakin ke atas, lumut akan semakin licin dan membuatmu tergelincir.”

“Tenang saja, anda tidak perlu khawatir. Saya akan membersihkan  lumut-lumut itu sebelum melewatinya. Kecuali jika lumut itu tidak tahu diri dan selalu tumbuh mengganggu.”

Ucapan Su Li berhasil membuat wajah Wu Xia merah padam. Tanpa berbicara lagi, ia kemudian melenggang keluar ruangan yang ditutup dengan debuman keras pintu kayu berpelitur itu.

Su Li menyenderkan kepalanya di punggung sofa. Berdebat selalu berhasil membuat energinya habis. Wanita itu kemudian menutup matanya, “Akhirnya tenang juga.”

***

“Selamat pagi, Nyonya Su,” sapa Xiao Lu ketika melihat Su Li memasuki lift.

“Selamat pagi, bagaimana rasanya bekerja di bagian Keuangan?”

Su Li dapat melihat Xiao Lu menggaruk tengkuknya sesaat sebelum menjawab, “Sepertinya saya lebih cocok di Investor Relation. Divisi Keuangan terlalu menakutkan.”

Wanita itu terkekeh. Ia dapat mengerti apa yang dimaksud oleh pemuda itu, hanya saja ia membutuhkan seseorang yang bisa ia gunakan untuk mengorek kecurangan apa saja yang telah terjadi di divisi itu. “Tidak lama, jika  kau bertahan setidaknya enam bulan ini, maka tidak perlu khawatir dengan karirmu.”

Wajah kusut Xiao Lu berubah menjadi cerah setelah mendengar ucapan Su Li.

“Jadi apa yang telah kau dapatkan?” tanya Su Li. Karena ia yakin Xiao Lu tidak mungkin kurang  kerjaan sehingga menunggunya. Benar saja, pemuda itu mengeluarkan sebuah diska lepas.

“Untuk sementara saya hanya mendapatkan ini,” ucapnya sambal menyerahkan diska lepas itu kepada Su Li.

“Kerja bagus,” ucap Su Li tepat sebelum pintu lift terbuka dan ia melenggang keluar. Tidak salah ia memilih Xiao Lu. Kemampuan pemuda itu dalam mengumpulkan informasi patut diacungi jempol. Su Li segera memeriksa sesampainya ia di meja kerjanya.

Senyum puasnya tercetak melihat berbagai data yang sudah dikelompokkan dengan rapi sesuai tahun oleh Xiao Lu. Ia kemudian membuka salah satu folder yang tertulis tahun ini. Laporan keuangan kuartal pertama terpampang sebagai judul dari file tersebut. Su Li kemudian menelusuri dokumen tersebut dengan seksama, mencatat beberapa informasi yang menurutnya tidak masuk akal.

Dahinya berkerut dalam, bolak-balik ia memastikan apa yang ia tulis sesuai dengan laporan yang terpampang di layar.

“Mengapa biaya pemeliharaan sistem bisa sebesar ini?”   

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro