CHAPTER TWENTY FOUR

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah perbincangan panjang malam itu, Ziang Wu mengira bahwa hubungan mereka akan membaik. Namun ternyata ia salah. Tidak ada perubahan yang berarti baginya dan Su Li. Wanita itu masih saja menarik batas di antara mereka. Bahkan batas itu terasa lebih nyata. Ternyata Su Li memang serius untuk tidak menggubris sama sekali pernyataan cintanya malam itu. Mereka masih jarang berbicara dengan benar. Selain karena kesibukan masing-masing, Ziang Wu merasa bahwa Su Li menghindarinya. 

“Kau bertengkar dengan istrimu?”

Ziang Wu mengabaikan Huo Yan. Ia masih mencoba fokus dengan kwetiau goreng yang ia pilih sebagai makan siangnya. Sesekali ia melirik ponsel yang ia letakkan di sebelah piring. Benda elektronik itu tetap bergeming. Pesan yang ia kirimkan sebelum jam makan siang tadi tidak mendapat balasan. Bahkan ikon centang itu tidak berubah menjadi dua. Apakah ia sesibuk itu? pikirnya.

Pemuda itu kemudian mengambil ponselnya, menggulir bagian kontak dan menimbang-nimbang sejenak sebelum jari panjang itu menari di atas keypad.

[Ziang Wu 13.15: Nona Lin, apakah Su Li sudah makan siang?]

[Lin Shu 13.16: Sudah, Tuan.]

Ziang Wu melepaskan ponselnya, setidaknya Su Li tidak mengabaikan makan siangnya. Huo Yan tersenyum tipis melihat Ziang Wu yang uring-uringan. “Ternyata puncak himalaya bisa mencair juga,” selorohnya yang mendapatkan hadiah tatapan tajam dari Ziang Wu.

“Aku serius. Awalnya aku berpikir bahwa dirimu itu tidak normal karena selalu menolak setiap gadis yang mendekatimu. Tidak disangka standarmu sangat tinggi,” lanjut Huo Yan. Pertama kali mengenal sosok pemuda di hadapannya saat ini, Huo Yan mendapatkan kesan bahwa lelaki ini tidak tersentuh. Tidak hanya satu dua orang yang mendekatinya tetapi pemuda itu bergeming.

Ia yakin jika Ziang Wu tidak menikah dengan Su Li, meja mereka saat ini pasti dipenuhi oleh fans dari pemuda berkacamata itu. Wajar saja jika gadis-gadis yang mengejarnya selama ini ia tolak, istrinya sangatlah spektakuler. Siapa yang bisa mengalahkan Su Li? Tidak hanya tertolong karena latar belakang sang Ayah, tetapi kepribadian, kecerdasan, kemampuan bahkan penampilannya tidak tertandingi. Pemuda Ziang itu tidak hanya pintar mengolah kode program tetapi juga sangat pintar memilih pendamping hidup.

“Jika pesanmu tidak dibalas, temui saja.”

Celetukkan Huo Yan membuat Ziang Wu menatapnya meminta penjelasan. “Kau dari tadi melirik ponselmu yang sama sekali tidak berbunyi. Itu sudah jelas mengindikasikan bahwa kau sedang menunggu pesan dari seseorang.”

Ziang Wu mengembuskan napas panjang. “Apakah semua wanita akan mengabaikan semua hal kalau sedang kesal?”

Huo Yan melambaikan telunjuknya tidak setuju. “Tidak semua hal. Tetapi hanya kepada sumber kekesalannya.” Pemuda itu semakin tertarik, Ziang Wu sepertinya benar-benar membutuhkan sarannya. Ia kemudian meminta Ziang Wu untuk lebih mendekat padanya. Dengan enggan Ziang Wu mendekatkan diri. “Apakah kau diabaikan oleh Nona Su?” tanya Huo Yan dengan berbisik.

Merasa bahwa tidak seharusnya ia mendengarkan omong kosong dari rekan setimnya tersebut, Ziang Wu bermaksud beranjak. Namun pergerakannya terhenti karena Huo Yan dengan sigap menahan lengannya.

“Dengarkan aku,” ucap pemuda itu. Ziang Wu kemudian mengalah dan kembali duduk. “Hadiah. Kau bisa memberikan hadiah sebagai permintaan maaf. Wanita sangat menyukai hadiah, kau harus paham itu. Bahkan pujian kecil pun dapat mempengaruhi mood mereka seharian.”

Ziang Wu hanya menatap Huo Yan dengan pandangan yang tak terartikan.

“Terlepas kita melakukan kesalahan atau tidak, lelaki itu harus berani meminta maaf, Bro. Jadi, kau bisa menyiapkan makan malam yang romantis sebagai permintaan maaf. Berikan dia sekeranjang besar bunga mawar. Wanita tidak akan menolaknya.”

Ziang Wu terdiam setelah mendengarkan saran dari Huo Yan. Apakah malam itu adalah kesalahan lagi?

***

“Nyonya Su."

Su Li mengangkat kepalanya menatap Nona Lin yang memanggilnya. “Ada yang mengganggu pikiran, Nyonya?” Raut khawatir tercetak jelas di wajah khas asiatic-mongoloid tersebut. Su Li menggeleng sambil tersenyum tipis.

“Aku baik-baik saja, Nona Lin.”

Walau berkata demikian, Su Li sebenarnya tidak yakin dengan perkataannya sendiri. Beberapa hari ini ia memang memikirkan hal lain. Pembicaraannya bersama Ziang Wu malam itu, berdampak terhadap konsentrasinya dalam bekerja. Ia pun sendiri bingung, mengapa hal yang selalu dianggapnya remeh itu berhasil merusak pertahanan yang selama ini bangun.

Ziang Wu tidak pernah berhenti mengganggunya. Pemuda itu selalu hilir mudik memenuhi pikirannya. Bahkan sejak malam itu, Su Li selalu berusaha menghindari Ziang Wu. Merutuki diri karena selalu terhanyut dengan sentuhan dan juga afeksi yang Ziang Wu tawarkan. Bahkan saat ini ia seperti bisa merasakan bagaimana gelenyar aneh yang ia rasakan setiap kali Ziang Wu menyentuhnya.  ‘Wanita mesum, berhenti membayangkannya. Fokus pada pekerjaanmu’ tegurnya pada diri sendiri.

“Kita tidak ada jadwal pertemuan hari ini?”

“Tidak ada, Nyonya. Apakah anda ingin beristirahat?”

Su Li menggeleng. Ia sedikit merutuk, di saat ia perlu pengalihan seperti saat ini, kesibukan seperti menjauhi dirinya juga.

“Apakah ada laporan atau pekerjaan lain yang bisa aku periksa?”

Nona Lin menggeleng, semua pekerjaan sudah Su Li selesaikan. Bahkan ia yakin, jika setelah ini Su Li tidak masuk kerja selama seminggu, tidak akan ada masalah. “Anda sudah menyelesaikannya bahkan sampai beberapa hari ke depan.”

Su Li menatap tumpukan map hitam yang berada di mejanya, bermaksud ingin memeriksa kembali. Namun niat itu ia urungkan, kelakuannya pastilah akan membuat Nona Lin bingung.

“Aku akan pulang. Kabari aku jika terjadi sesuatu.”

Su Li akhirnya memutuskan untuk beranjak dari tempat duduknya. Menyambar tas dan juga cardigan cream yang tergantung di belakang tempat duduknya. Bergegas pergi sebelum pikirannya mulai kemana-mana lagi.

“Baik, Nyonya.”

Setelah keluar dari perusahaan, Su Li memutuskan membawa tungkainya menuju halte yang berada di seberang gedung Liang Tech. Ini adalah kali pertamanya menggunakan transportasi umum selama dirinya berada di Beijing. Sepanjang perjalanan, maniknya memperhatikan bus dan juga mobil-mobil yang melintasi jalan raya. Wanita itu mengembuskan napas panjang. Sempat ragu ketika bus sudah menepi, tetapi Su Li membulatkan tekadnya.

Ia tahu, dirinya lah yang menyeret Ziang Wu dalam masalah ini. Jika saja ia tidak mendengar percakapan dua karyawan di atap dulu, apakah ia berani memikirkan ide gila seperti ini? Langkahnya ia bawa menuju apartemen lamanya. Semenjak menikah, ia hanya mengunjunginya sekali saat bertemu Nona Lin dulu.

Pintu hitam itu terbuka, Su Li menyalakan semua lampu. Tujuan pertamanya adalah lemari es. Wanita itu mendesah kala mendapati isi lemari es itu hanya beberapa botol air mineral. Meski tidak ditempati, Su Li menyewa jasa bersih-bersih untuk tetap menjaga kebersihan dan merapikan rumahnya. 

Senyum tipisnya terukir kala melihat serumpun krisan merah muda yang ia beli saat pertama kali menempati rumah itu sedang mekar. Beberapa tanamannya masih sangat terawat, bahkan ada beberapa yang sudah beranak-pinak. Ia harus mengisi lemari esnya, karena wanita itu memutuskan untuk tetap tinggal di rumahnya sampai perasaan mengganggu itu menghilang.

***

“Aku tidak bisa, Ayah.”

Su Li mengaktifkan pengeras suara di ponselnya. Tangannya kemudian sibuk mengupas wortel dan beberapa sayuran lain. Setelah sekian lama, ia merindukan aktivitas di dapur. Karena jika di rumah mereka, Ziang Wu yang lebih sering memasak akibat ia terlalu lelah setelah sampai di rumah.

“Ayah sudah mengatakannya pada Ziang Wu. Suamimu menyetujuinya. Ini kesempatan yang baik sebelum kau diangkat menjadi pewaris secara resmi.”

Wanita itu menghentikan kegiatannya, kedua tangan rampingnya ia jadikan tumpuan di ujung meja. “Ayah, Ziang Wu sedang sibuk mengurus proyek smart city, jangan ganggu kesibukannya.”

“Cukup kau menolak Alexander ketika kencan buta saat  itu. acara pertunangan ini bisa membuka jalan dan memberikan kesempatan buatmu. Banyak orang yang akan berpengaruh menghadiri acara ini. Relasi Direktur Wang tidak main-main.” 

Sebenarnya Su Li sudah terlalu lelah untuk berpura-pura. Relasi bullshit itu tidak ia sangka harus melewatinya. Su Li lebih suka memperlihatkan kemampuannya, daripada harus menjilat orang yang tidak ia kenali. Namun, sang Ayah pasti tidak akan membiarkan itu terjadi. Belum lagi perang dinginnya dengan Ziang Wu.

“Tapi — ”

“Ayah akan menunggu kalian."

Panggilan itu kemudian terputus. Su Li mendesah frustasi. Sekarang ia tahu darimana sifat keras kepala itu diturunkan. Hilang sudah seleranya untuk memasak, wanita itu mengambil ponsel kemudian mengambil kunci mobilnya. Ayahnya tidak akan berhenti jika tidak dituruti.

***

Lampu teras yang menyala membuat Su Li yakin bahwa Ziang Wu sudah berada di rumah. Su Li melangkah masuk setelah memeriksa undangan yang dikirimkan sang Ayah ke ponselnya. Ia memiliki waktu kurang dari dua jam untuk bersiap. Saat ia membuka pintu, tidak terlihat keberadaan Ziang Wu, membuatnya dapat bernapas lega. Ia bergegas menuju kamarnya, tetapi langkahnya terpaku saat Ziang Wu keluar dari kamar mandi.

Diluar dugaannya, Ziang Wu hanya melewatinya. Walaupun Su Li yakin jika pemuda itu tadi sempat bertatap muka dengannya. Seharusnya Su Li merasa senang karena Ziang Wu bersikap normal padanya, tetapi entah kenapa ada sepercik rasa amarah yang muncul. Su Li masuk ke dalam kamarnya sambil menghentak kaki dan menutup pintu dengan keras. Ziang Wu yang sedang mengambil minum di dapur hanya bisa menatap punggung gadis itu dengan heran.

“Kau tahu kan jika kita harus ke acara pertunangan anak bungsu Direktur Wang?” tanya Su Li kepada Ziang Wu yang sedang membaca buku di ruang tamu. Ia rela meruntuhkan egonya untuk mengajak Ziang Wu berbicara lebih dulu, tetapi respon yang diberikan oleh Ziang Wu sukses membuatnya meledak. Pemuda itu hanya bergumam sambil mengangguk kecil tanpa mau mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang ia baca.

Ziang Wu akhirnya menatap Su Li setelah buku yang sedang ia baca direbut. “Apa yang kau inginkan?” tanya Ziang Wu akhirnya.

“Kau tahu kita harus pergi?”

Sekali lagi pemuda itu mengangguk. Tadi pagi sang Ayah mertua sudah menghubunginya. “Ayah sudah menghubungiku. Makanya aku berada di rumah sekarang.” Ziang Wu berusaha berbicara dengan tenang. Ia tahu wanita yang di depanya saat ini sedang kesal, wajahnya sampai memerah.

“Aku sedang menunggumu untuk keluar dari kamar dan kita pergi ke butik sesuai instruksi Ayahmu,” lanjutnya. Pemuda itu kemudian berdiri. Mengulurkan tangannya kepada Su Li. “Kita harus berangkat sekarang jika tidak ingin terlambat.”

Su Li mengabaikan uluran tangan Ziang Wu, kemudian melenggang pergi lebih dahulu. Wanita itu kesal, kenapa pemuda itu bereaksi bisa-biasa saja padahal ia merasa hampir gila. Tingkah Su Li berhasil membuat sebuah senyum tipis itu terkembang. “Kau lucu sekali jika sedang merajuk,” gumamnya.

***

Pasangan suami istri itu sedikit terkejut kala sampai di gedung tempat acara. Pelataran gedung mewah itu tidak hanya dipenuhi oleh para tamu undangan, tetapi juga para reporter.

“Jika anak bungsu dari anggota dewan sekaligus pengusaha menikah dengan artis papan atas, ini tergolong sederhana,” gumam Su Li yang masih dapat ditangkap oleh Ziang Wu.

“Jika hubunganmu berhasil dengannya saat itu mungkin acara kalian akan lebih megah dari ini.”

Ucapan Ziang Wu berhasil membuat Su Li menatapnya tidak terima. Darimana pemuda itu tahu bahwa ia sempat kencan buta dengan Alexander? Tetapi yang ditatap seakan tidak tahu apa-apa. Ia kemudian membuka pintu mobil dan keluar. Bagaimana sosok jangkung dengan balutan jas berwarna navy itu mengulurkan tangan sambil tersenyum, membuat jantung Su Li kembali bertalu. Ziang Wu adalah lambang dari kesempurnaan di dunia. Rambut hitamnya malam ini diangkat sehingga menampilkan dahi paripurna yang selalu bersembunyi di balik poninya. Menurutnya Ziang Wu terlihat sangat tampan sama seperti saat mereka menikah.

Ziang Wu tersenyum saat melihat Su Li menyambut uluran tangannya. Istrinya sangat cantik malam ini. Maxi dress berbahan satin yang senada dengan setelan jasnya memeluk tubuh ramping Su Li dengan sempurna. Setelah Su Li keluar, tangannya secara natural merangkul pinggang ramping itu. Seakan sedang membuat sebuah pengumuman bahwa dirinya beruntung bisa memeluk dan bersama dengan gadis secantik Su Li.

Hiruk pikuk acara memang membuat Su Li sedikit pusing, tetapi sekuat tenaga ia menyembunyikan hal tersebut. Melihat siapa saja yang hadir menumbuhkan ambisi yang baru untuknya. Benar kata sang Ayah, ia harus mengumpulkan relasi sebanyak-banyaknya jika ingin mengusut tuntas kasus pembunuhan sang Ibu.

“Kau baik-baik saja?” bisik Ziang Wu. Ia sudah memperhatikan beberapa kali Su Li meringis tidak nyaman. Wanita itu mengangguk sebelum menjawab, “Aku baik-baik, saja.” 

Namun Ziang Wu tidak percaya. Melihat ada kursi di balkon, ia kemudian menarik tangan Su Li untuk mengikutinya. Memaksanya untuk duduk, sedang dirinya berjongkok guna melepas heels yang Su Li kenakan. Gadis itu hanya tertegun.

“Mulai sekarang jangan suka memaksakan diri sendiri. Jika lelah kau boleh istirahat,” gumam Ziang Wu. Manik pemuda itu kemudian menatap Su Li lurus. “Sudah kukatakan, pergunakan aku sebaik mungkin,” lanjutnya.

Melihat bagaimana tatapan tulus Ziang Wu seperti meremas jantungnya. Membuat dadanya sesak seakan oksigen telah menghilang. “Kau tidak boleh menyimpan perasaan seperti itu padaku, Ziang Wu,” lirihnya.

“Mengapa?” 

“Karena tujuan akhir kita berbeda, aku hanya ingin menangkap bajingan gila yang telah membunuh Ibuku.”

Ziang Wu sama sekali tidak dapat berkata-kata. Bagaimana sorot penuh amarah dan dendam itu berhasil meyakinkannya bahwa benar apa yang dikatakan oleh Su Li, hubungan mereka tidak  akan pernah berhasil. Rasa kecewa yang mendera, membuat Ziang Wu berbalik tanpa berbicara, meninggalkan Su Li yang hanya menatapnya diam tanpa niat untuk menghentikan.

“Kita tidak akan berhasil,” gumam Su Li sambil menahan bulir yang ingin jatuh di sudut matanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro