Day 24

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kapan tepatnya aku akan mati?

Pikiran itu terus menerus menghantui kepalaku.

Waktu kuhabiskan untuk menangisi rasa sakit, lalu tidur karena kelelahan menangis, kemudian bangun untuk menangis lagi. Beberapa waktu air mataku bahkan tidak dapat mengalir, mungkin karena aku mulai kekurangan cairan di dalam tubuh.

Singkatnya, keadaanku amat sangat menyedihkan.

Saat rasa nyeri di perut menyerang dalam amukan badai paling menyakitkan, aku bersumpah akan bunuh diri. Tapi saat sakitnya reda, aku kehilangan tenaga, kepalaku pening, dan ragu-ragu kembali mampir. Rasa ragu apakah aku bisa menusuk diriku sendiri hingga mati.

Saat aku mengangkat cutter, benda itu berkali-kali tergelincir dari tangan, dan saat itu aku menyadari betapa kecilnya tanganku. Hanya ada kulit dan tulang. Mengesankan aku masih bisa mengamuk ketika merasakan sakit perut padahal aku yakin, di titik ini, aku mungkin sudah tidak mampu untuk berdiri.

Syukurlah aku sempat berpindah tempat. Jika sekarang aku masih di sudut kamar, betapa menyiksanya. Setidaknya, di kolong ini, aku merasa aman karena perlindungan ranjang dan selimut yang melilit tubuhku sedemikian rupa juga berkali-kali membuat rasa sakitku mereda.

Anggota badan yang masih berfungsi dengan normal hanya kedua mataku yang masih bisa melihat dengan jelas dan jemariku yang kini tampak panjang karena kuku yang tidak dipotong dan lemak yang hilang. Suara tik-tik keyboard laptop adalah hal yang paling memberi ketenangan.

Tapi, waktu sadarku semakin sedikit. Di antara kegilaan karena rasa sakit, tidur (atau mungkin pingsan) karena kelelahan, dan pikiran campur aduk ingin bunuh diri dengan kepala yang pening, berpikir dengan normal hingga bisa mengetik adalah keajaiban yang terjadi satu di antara dua puluh empat jam.

Ya, dan sekarang rasa nyeri itu kembali menyerang. Sampai jumpa saat aku kembali sadar.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro