DYAD02 // Senja Karat / Log

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Senja menjelang di luar sana dengan matahari masih menyengat, batinku saat melempar pandang ke arah jendela kaca nan luas yang membatasi antara ruangan dengan pernak-pernik penghijauan dengan dunia luar. Sejenak, aku tidak percaya bahwa seorang saintis yang menghabiskan dua puluh empat jam di bawah tanah dengan beraninya menyongsong matahari dan menghadiri sebuah pertemuan dengan antek-antek pemerintah.

Rencanaku untuk mengambil tempat duduk di baris belakang buyar karena banyak sekali armada necis yang disebut sebagai 'wartawan'- blazer hitam, dasi rapi yang umumnya bermotif, dengan muka mereka yang memiliki ketegangan tertentu tergantung posisi mereka di tangga karir.

Aku tidak terlalu menyukai wartawan dan dunia jurnalistik yang sering menjadi penyambung lidah pemerintah ketimbang memberikan berita yang objektif. Tapi sudah sewajarnya manusia demikian, tidak perlu berusaha terlalu keras menjadi seorang yang berbeda bila arus yang ada terlalu deras.

Aku akhirnya memilih duduk agak di depan, kursi pojok yang dekat dengan dinding, tapi tetap saja ada pasang mata yang menangkap keberadaanku selayaknya ikan polos penyendiri di akuarium hias warna-warni.

Aku duduk sambil terus menopang dagu, antara bosan dan kurang tertarik dengan pertemuan yang akan berlangsung. Di antara armada wartawan ada yang melirik ke arahku alih-alih mengenali, aku menghiraukannya total. Walau demikian, ada seorang datang menyapaku, seorang saintis pria dengan perawakan besar dan rambut kehijauan.

Silas Xav Lcytsi, nama yang sulit di lidah, tapi untungnya 'Silas' masih cukup mudah diucapkan. Pikirannya selalu membuncah, bercabang, menjamur seperti jamur-jamur yang turut mendampingi topik obrolannya. Sirat matanya entah kenapa membuatku menyimpulkan kalau ia menyimpan ketertarikan tertentu, entah padaku atau pada Lituskultura yang kulakoni. Cortinarius iodes, yang disebutkan Silas pertama kali, sepertinya beliau menaruh kesamaan antara jamur itu dengan sesuatu ... yang tidak aku tahu dan aku tidak berpikir panjang untuk tahu.

Setelah penantian cukup lama, para pemilik kepentingan naik mimbar. Di antara wartawan dan beberapa staf, sang wartawan yang sedari tadi menilik ke arahnya, Deonycho Phenix, maju sebagai pembicara.

Aku hanya tertegun mendengar berita yang para pemilik kepentingan sebutkan: penopang kehidupan Liberte mengalami malfungsi sebesar 50%. Isi kepalaku sekedar gaung hampa, sebuah 'oh' besar. Tak disangka koloni yang dianggap paling masyhur seantero Terra bisa jatuh juga. Haruskah aku peduli?

Dan ya, benar saja, berita susulan yang mengikuti pengumuman tadi malah lebih menarik simpati para tamu di sana: munculnya sebuah surat yang terlihat sebagai ancaman. Aku tak pelak menyembunyikan senyum melihat raut wajah para tamu berubah. Bahkan Silas, yang semula terlihat cukup tenang, mulai menunjukkan perubahan.

- Liberte tidak sepantasnya makmur sendirian

Ah, aku suka cara berpikir siapa pun yang menulis surat ancaman itu.

"Interupsi, para pemilik kepentingan sekalian," aku melambaikan tangan dengan malas, Deonycho Phenix segela responsif terhadap pernyataanku. "Sepertinya saya akan dicurigai kalau bilang seperti ini, tapi bukannya memang Liberte tidak seharusnya makmur sendirian? Memang selama ini kami peneliti menggunakan otak kami untuk apa, untuk mengisi kantong kalian, kah?"

"Tentu Anda tahu maksud kertas ini, 'kan? Atau saya harus usul agar pimpinan rapat memanggil para aparat? Sistem penopang kehidupan Liberté sedang berada di ujung tanduk dan sayangnya kita membuang waktu dengan surat kaleng recehan seperti ini. Apa Anda bertanggung jawab atas hal ini, Nona Sara?"

Aku masih menyunggingkan senyum. Surat itu muncul tiba-tiba dan si Pak Wartawan Deo menjadi yang pertama menampilkan surat itu, apa jangan-jangan ia yang mengada-ngada untuk memancing kubu kontra? Bisa saja 'kan?

Tapi, sebagai saintis, rasanya lebih mungkin untuk memikirkan masalah di depan mata lebih dahulu: penopang hidup Liberte tinggal 50%.

Aku tidak bisa segera kembali dari ruang rapat ke laboratoriumku karena matahari di luar sana belum tenggelam, aku pun membaca notulen rapat sambil melihat rincian 'kerusakan'. Sektor agrikultur tampaknya akan mengalami dampak besar, juga sirkulasi udara. Tapi harusnya pertambangan bisa dicoret dari daftar. Atau, ia bisa menyuarakan sebuah ide yang lebih radikal.

Eh, mari menunggu, untuk kesempatan itu.

Silas turut bersamaku di ruangan, tampak melankolis dengan masa lalu yang cukup kelam dari beberapa butir pembicaraan yang kami lakukan. Aku membagi Silas teh pasir yang kubawa sekedar sebagai tanda perkenalan. Yah, memperkenalkan Lituskultura harus digiatkan dari waktu ke waktu, bukan?

Lalu, di saat yang sama, si Pak Wartawan Deo yang memutuskan kembali ke ruangan dengan dalih 'menyusun berita dan menyelesaikan tugas' tampak masih mencurigainya.

Matahari sebentar lagi tenggelam, aku ingin segera pergi. Masih ada yang perlu kukerjakan. [ ]



Silas Xav Lcytsi

Saintis jamur, begitulah aku mengenalnya. Tampak memiliki masa lalu yang kelam dengan keluarganya. Orang yang cukup banyak bicara dan tampak polos. Mungkin dia bisa menjadi 'pahlawan' untuk Liberte, kalau dia mau berusaha. Entahlah apa yang ia pikirkan sekarang, sejujurnya.



Deonycho Phenix

Wartawan necis. Muda dengan lidah sarkastis melawan lidahku yang sinis, perpanjangan ekor pimpinan redaksinya. Dari gaya bicaranya, ia ingin Liberte terus maju, tapi ia mengeluarkan 'surat ancaman' alih-alih mengundang lawannya untuk bertindak. Mungkin ia familier dengan Lituskultura, karena ia menghadapiku seperti orang yang sudah lama kenal.

Aku bisa saja salah.

- Sarracenia

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro