04. Jin Tampan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selain penyuka instrumen musik piano, Yumna amat menyukai seni lukis. Maka dari itu, begitu dirinya masuk toko dan mendapati pajangan lukisan-lukisan mahakarya Yuda yang setipe dengan permainan tangan dan cat minyak Kei Meino, atensinya teralihkan sempurna.

Di rumah, dia juga banyak belajar melukis secara otodidak lewat beberapa saluran YouTube. Awal-awal belajar, dia hanya menggunakan pensil, perlahan beralih ke krayon, hingga sekarang mulai belajar menggunakan cat minyak. Tapi dia masihlah amat pemula saat tangannya mengaplikasikan melukis dengan bahan itu, dikendala lagi membutuhkan biaya yang cukup menguras tabungan yang dirinya sisihkan dari uang jajan yang tak seberapa, proses belajarnya tersendat-sendat, tidak maksimal.

Yumna juga memiliki mimpi ingin menjadi seorang pelukis handal hyperrealisme seperti Kei Meino dan Alexei Butirskiy, ataupun seniman handal lain. Dan entahlah, apakah dirinya bisa, bahkan saat ini dirinya melukis tipe lukisan abstrak saja masih amburadul.

Tapi lupakan dulu tentang impiannya menjadi seorang seniman. Beberapa detik lalu, dia baru saja mendapatkan tawaran menggiurkan dari Yuda--pelayan Toko Lokatraya.

"Jadi ... aku bisa jadi cewek cantik, Kak?" tanya Yumna usai dia berkenalan dengan Yuda dan Yuda menjelaskan perihal layanan jasa yang ada di Toko Lokatraya.

Layanan jasa yang bisa mengabulkan apa saja impian-impian manusia yang sedang putus asa. Terlihat begitu menggiurkan.

"Bisa," sahut Yuda, "Apasih yang nggak bisa direalisasikan oleh layanan jasa toko ini? Toko Lokatraya adalah satu satu toko layanan jasa pengkabulan impian paling top di semesta."

Nada mantap suara Yuda membuat Yumna semringah. Binar wajahnya berpendar pancarona. Pikirannya sudah masuk ke ruang imaji menjadi cantik bak artis Korsel yang sedang naik daun; Go Younjung.

"Ada ulasan tokonya nggak, Kak?" selidik Yumna. Trik cermat membeli sesuatu di toko online dengan jeli melihat dulu rating dan ulasan para pembeli, dia terapkan juga di toko gaib satu ini, takut rating dan ulasannya jelek, nanti dia menyesal order.

"Ada. Kamu mau lihat-lihat rating dan ulasannya dulu?" tanya Yuda seraya mengemban kucing oren yang barusan berlari ke arahnya.

"Iya, takutnya nanti kecewa order," jawab Yumna, diekori cengiran khasnya. Sifat pemalu dan kaku pada orang baru mendadak lenyap tanpa dirinya sadari, barangkali efek dirinya terlalu bersemangat akan pelayanan jasa Toko Lokatraya.

Baiklah. Yuda segera meminta Yumna untuk mengekorinya menuju sebuah ruang lain yang menjadi ruang inti toko. Yumna dibawa ke area tangga kayu spiral yang mengarah ke ruang bawah tanah.

Apakah Kak Yuda ini semacam lelembut? Sembari menuruni tangga kayu spiral, Yumna malah menyelidik tentang siapa sebenarnya Yuda.

Ups! Jangan-jangan goblin? sangkalnya di detik kemudian seraya menutup mulutnya dengan sebelah tangan.

Ah, tapi kayaknya sebangsa jin deh, tampiknya seraya menggelengkan kepala. Lantas terdengar meongan kucing oren yang diemban Yuda.

Mendengar meongan itu, Yumna merasa mendapat dukungan bahwa selidikannya benar. Jadi baiklah, dia mengetuk palu di pikirannya bahwa Yuda berasal dari bangsa-bangsa jin yang ditugaskan Tuhan untuk menjadi pelayan toko Lokatraya.

Jin tampan, celutuknya, masih dalam hati, cengar-cengir sendiri akan putusan julukannya untuk Yuda yang memang terpancar tampan di bola mata Yumna.

Ah, entahlah, biasanya Yumna suka takut dengan hal-hal yang gaib dan lelembut, tapi sekarang malah sebaliknya, justru biasa saja dan semangat. Barangkali efek dirinya ngebet ingin menjadi cantik dan toko gaib ini siap mengabulkan impiannya itu.

Namun tunggu, kira-kira nanti dia bakalan disuruh membayar dengan cara apa? Kalau memakai uang, pasti mahal dan uang jajannya yang tinggal satu keping lima ratus perak, pastilah tidak bisa diterima. Tapi ini toko gaib, kalau memakai mata uang dunia sepertinya mustahil, jadi dia harus membayar dengan cara apa?

Umm ... mungkinkah bayarnya sama tumbal? Kedua bola mata Yumna melebar sempurna, kaki kirinya terkilir, tepat di balokan tangga terakhir.

Aduh, tubuhnya yang bak batang kayu limbung sudah.

***

Ruang bawah tanah Toko Lokatraya memiliki cukup banyak partisi. Yumna dibawa ke ruang tengah berinterior ruangan amat kontras dengan ruangan atas.

Ruangan yang kini Yumna pijak didominasi warna putih sejauh mata memandang. Hampir kosong, tak ada perlengkapan interior yang berlebihan, hanya terdapat kursi goyang modern dengan bodi kayu jati berbusa kualitas tinggi yang dibalut kain berwarna cokelat yang lembut, terdapat satu bean bag bundar besar warna setipe dan lebih gelap, serta satu meja kayu kotak kecil di tengah keduanya dengan di atasnya terdapat sebuah cawan kristal.

Tanpa basa-basi, Yuda menampilkan layar hologram sebesar ukuran layar proyektor elektronik di kelas Yumna di tengah ruangan. Masuk ke bagian rating dan ulasan toko dari para pengguna jasa.

Atensi Yumna teralihkan begitu layar hologram kebiruan telah diaktifkan Yuda. Tampilannya mirip laman rating dan ulasan di toko-toko online.

Yumna sigap membaca rating toko itu yang ternyata bernilai 4,9/5. Lantas membaca beberapa ulasan yang ada.

Dari banyaknya ulasan dengan rating  4,9/5, sudah bisa dipastikan bahwa pengguna jasa Toko Lokatraya jelaslah puas akan layanan pengabulan impian yang dijual. Bosan membaca yang dengan rata-rata membintang lima, Yuda yang seperti tahu arah pikiran gadis pendek di sampingnya ini bergegas menggulir ke bagian bintang satu dan dua. Layar hologram itu tidaklah digulir dengan sentuhan jari atau alat seperti remot, melainkan dengan cara kerja pikiran Yuda.

@Langgir_
Aku menyesal sudah memakai jasa toko ini. Sangat mengecewakan. Aku tidak bisa kembali ke dunia asliku.

@Emily56
Aku ingin kembali. Tolong!!

@hanssss
Pelayanannya sangat buruk! Jangan mau dibodohi janji-janji toko ini. Toko ini menipuku! Aku terjebak di dunia ini selamanya!!!! Oh Tuhan, aku rindu keluargaku!

Membaca ulasan-ulasan buruk, napas Yumna sempat tertahan sejenak.

"Memangnya gimana cara kerja toko ini, Kak?" selidik Yumna sambil menoleh ke arah Yuda yang berada di sisinya.

Mendapati nada penasaran dan tolehan kepala Yumna, Yuda membalas itu dengan cara yang sama dengan sebuah jawaban, "Cara kerjanya mudah."

Tidak puas akan jawaban singkat lelaki jangkung dengan model rambut gondrong diikat karet satu itu, alis Yumna terangkat.

Tanpa tatapan menyelidik ataupun angkatan satu alis Yumna, Yuda jelaslah paham atas ketidakpuasan Yumna atas penjelasannya tadi. Selain jago dalam seni lukis, Yuda juga lihai dalam seni membaca pikiran manusia dan hewan, itulah kenapa lelaki berwajah usia 25-an tahun ini kerap membuat Yumna tercengang akan dirinya yang seolah-olah bisa membaca pola pikirnya. Karena memang itu fakta. Bahkan bukan hanya manusia dan hewan, melainkan juga tumbuhan.

Sedari awal Yumna melihat toko gaib, Yuda sudah mengetahui semua kelebatan pertanyaan Yumna perihal toko; seperti dalam hal paling mendasar, kenapa warung seblak Teh Arum hilang dan malah berdiri sebuah toko terakota? Ah, itu mudah sekali menjawabnya. Ini bukan karena warung seblak Teh Arum hilang. Warung seblak itu tetap berdiri kokoh di petakan tanahnya, hanya saja mata Yumnalah yang sudah dimantra oleh Yuda dengan mantra khusus agar bisa melihat Toko Lokatraya. Jika mencomot istilah yang marak di masyarakat sekitar, bisa dikatakan sebangsa mata batin Yumna dibuka, lantas Yumna keselong ke dunia gaib.

"Bagaimana caraku membayar jasa toko ini?" lontar Yumna yang sudah tidak sabaran dengan Yuda yang tetap diam. Dia butuh penjelasan cepat. Banyak pertanyaan yang mengantri di loker pikirannya, butuh jawaban kilat agar semuanya gamblang dan dia tidak ragu-ragu untuk segera memakai layanan jasa toko.

Seutas senyum singgah di bibir Yuda. Dia suka calon pembeli paket jasa toko yang antusiasmenya tinggi seperti gadis pendek satu ini.

"Uangku tinggal gopek, Kak," imbuh Yumna usai merogoh sisa uang saku sekolahnya yang tinggal satu kepingan perak gambar bunga melati, memamerkannya pada Yuda.

Bukan menjawab, tawa renyah Yuda pecah. Kucing oren yang masih dalam embanan Yuda pun ikut mengeong, seolah-olah ikut menertawai kekerean Yumna.

"Bayarnya nggak sama uang, Yum," jelasnya kemudian usai dengan sedikit malu Yumna memasukkan kembali uang recehnya dalam saku seragam OSIS.

"Sini, Yum. Aku bisiki," ujar Yuda seraya sebelah tangannya melambai, melepas kucing oren ke lantai pualam.

Tatapan Yumna masih penuh terka, melirik arah lambaian Yuda. Ragu bercampur nekat, kakinya dia geser satu langkah.

Dengan segera Yuda sedikit merapat ke arah Yumna, membungkuk untuk kemudian membisiki Yumna, tepat di sebelah telinga Yumna yang mengenakan anting emas bermata satu.

"Sama tumbal, Yum."

Mendadak, sepasang mata kelam Yumna melebar sempurna, napasnya tertahan.

_________________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro