23. Di Balik Tirai

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

3 bulan pasca tragedi penyekapan.

Di suatu malam yang teduh, cahaya lampu temaram menyala di cafe yang dipenuhi aroma aneka kopi dan pastri. Alunan musik mengalun merdu. Ren berdiri di atas panggung memainkan piano untuk mengisi live music.

Dengan setiap sentuhan busurannya yang lembut, Ren berhasil menghipnotis seluruh ruangan dengan suara sapron biola yang memikat. Menyentuh, memenuhi hati setiap pendengar dengan kehangatan.

Di antara para pengunjung cafe, Yumna duduk di kursi kayu dengan mata yang dipenuhi kekaguman.  Mata kelamnya tak bisa berbohong akan pesona keindahan melodi yang mengalun dari biola Ren. Dan lagu yang dibawakan Ren, penuh oleh sebuah kenangan, lagu yang kali pertama Yumna dengar kala di rooftop sekolah, lagu favoritnya.

"Gimana, apa kamu tahu lagu yang barusan kubawakan?" tanya Ren begitu selesai mengisi live music, diganti dengan yang lain. Lelaki yang mengenakan hoodie abu-abu itu menyambar macchiato miliknya.

Yumna menyempatkan menelan unyahan cruffin cokelat. Sedangkan Ren mulai melahap cragel hangat pesanannya yang baru datang.

"Maaf, Kak. Sejujurnya, aku udah mencoba cari tahu lagu itu dari semenjak kali pertama dengar di rooftop sekolah, tapi ...," Yumna tersenyum rikuh, "Aku nggak menemukan clue apa pun."

Ren mengangguk. Perutnya keroncongan, pastry hybrid penggabungan croissant dan bagel-nya sudah hampir tandas.

"Menurutmu, itu berarti pertanda apa, Yum?" timpalnya usai menyesap macchiato.

"Hm, maksudnya, Kak?" Kening Yumna berkerut samar. Dia belum begitu paham apa yang dilontarkan lelaki sipit itu.

"Dunia ini tak seajaib yang kamu bayangkan, Yum." Seutas senyum singgah di bibir Ren. "Dunia ini penuh dengan kekurangan. Dunia ini tak sesempurna dunia yang kita tinggali sebelumnya."

"Dunia ini penuh kekurangan? Dunia ini tak sesempurna dengan dunia yang kita tinggali sebelumnya? M-maksud Kak Ren?" Yumna tetap saja linglung dengan arah pembicaraan.

"He-em." Alih-alih menjawab dengan beberapa patah kata, Ren memilih jawaban sementara tersebut karena mulutnya sudah penuh kembali, menghabiskan cragel.

Sembari menunggu Ren menjelaskan sesuatu, Ren menyesap latte.

Namun, beberapa saat usai Ren mengganjal perutnya dengan cragel, Bima menghampiri Ren untuk menawarkan kolaborasi untuk live music.

Bima adalah seorang pianis, teman satu kampus Ren.

Bukan langsung menjawab kala diajak berkolaborasi, Ren meminta pendapat Yumna. Tentu saja, Yumna dengan semangat mendukung Ren untuk tampil live music bersama Bima, paduan suara biola dan piano Bima pastilah akan menambah harmoni suasana hangat di cafe.

"Maaf, kita lanjutkan percakapannya nanti, Yum." Ren menyempatkan meminta maaf pada Yumna perihal topik pembicaraan mereka sebelumnya yang harus terjeda cukup lama.

Bibir Yumna melengkung senyum.

"Nggak apa-apa, Kak. Santai saja."

Ren membalas senyuman Yumna untuk akhirnya berlalu bersama Bima.

Perlahan-lahan, Ren mulai menggesekkan busur biola, disusul jari-jari Bima menari di atas tuts piano dengan lincah. Sorotan lampu yang lembut, aroma kopi dan pastri kian mengharmonisasi suasana cafe.

Lagi, Yumna tergelayut dalam nada. Pikirannya melayang pada hal lain. Tentang bagaimana perjalanannya selama di Dunia Loka. Tentang percakapannya dengan Ren yang terjeda perihal dunia ini penuh dengan kekurangan dan tak sesempurna dunia yang sebelumnya mereka tinggali.

Ruang pikiran penuh oleh terka. Jantung Yumna berdebar rancu. Satu asumsi sepihaknya--yang belum tentu konkret--menjadikannya berharap cemas dan gila.

Mungkinkah Kak Ren manusia, sama sepertiku? Yumna menatap ke arah Ren yang masih tenggelam dengan sapron biolanya.

Degupan Yumna kian keras menggedor dada begitu asumsinya diperkuat dengan adanya acne path kepala panda yang menempel di jidat Ren.

***

Yumna berjanji sepenuhnya pada Ken untuk bisa kembali pulang.

Yumna sempat mengalami trauma pasca penyekapan. Kesedihan mendalam atas kepergian Ken pun menjadikan kondisinya kian buruk. Menjalani sederet prosedur pemulihan fisik dan mental dengan bantuan dokter dan psikiater terbaik di Kota Jakat.

Selama proses pemulihan, Yumna banyak menyibukkan diri dengan melukis di studionya. Selain instrumen piano, suara sapron biola Ren yang didengarnya lewat aplikasi musik online pun mampu menghiburnya. Setiap akhir pekan, Iris selalu datang ke rumah, bercerita anekdot atau lelucon garing yang tetap berhasil membuatnya tersenyum. Kadang kala, Ren ikut Iris untuk datang berkunjung di sela kesibukan Ren kuliah dan kerja part time, menggesek busur biola.

Kebahagiaan itu sungguh bervariasi. Menyesap kopi kesukaan, menyantap jajanan favorit, menonton film aktor idola, memberi makan kucing, atau bahkan sekedar bersendawa adalah sebuah kenikmatan yang patut disyukuri.

Hanya karena kita tidak mendapatkan keberuntungan dan kebahagiaan seperti yang orang lain miliki, bukan berarti kita tidak beruntung atau tak bisa bahagia secara sempurna.

Karena hidup ini memang penuh warna. Dan warna memiliki banyak sekali varian dan variasi. Merah, kuning, hijau adalah beberapa varian warna yang memiliki banyak variasi. Seperti merah, memiliki beragam variasi warna; yaitu merah maroon, merah delima, merah darah, merah muda, hingga merah koral.

Pun sama. Kehidupan memiliki banyak varian dan variasi. Salah satunya adalah tentang varian emosi; yaitu bahagia, sedih, takut, marah, terkejut, hingga jijik. Setiap varian emosi memiliki variasi beragam. Ketika kita marah, maka ada banyak variasi dari emosi marah yang dilihat berdasarkan sebabnya. Marah karena iri, marah karena teraniaya, marah karena bakso yang dibeli terlewat pedas, atau bahkan marah karena kehabisan baju yang sudah ditaksir jauh hari di toko online.

Pun begitu. Bahagia, kebahagiaan, amat bervariasi. Kita tak boleh memukul rata bahwa kebahagiaan setiap orang harus sama.

Memang begini. Tidak semua berjalan mulus sesuai dengan yang kita inginkan. Harapan, usaha, doa adalah tentang ikhtiar kita. Namun, tentang perwujudan, pengabulan perihal harapan, usaha, beserta doa adalah tentang kuasa mutlak Tuhan.

Ada banyak skenario Tuhan yang belum kita ketahui secara sempurna. Sepotong demi sepotong hidup ini kita jalani, ada banyak terka perihal mau seperti apa hidup kita di satu hari kemudian, satu pekan besok, satu tahun depan, atau bahkan 15 tahun lebih jauh.

Layaknya Yumna, dia tak pernah menyangka akan merasakan bagaimana menjadi sosok cantik yang banyak disukai dan dikagumi orang.

"Aku nggak mungkin bisa jadi cewek cantik, kecuali dengan oplas," gumam Yumna suatu ketika, di dulu, sebagai ajang curhat pada diri.

"Atau mungkin, aku harus pindah ke negara lain yang memiliki standar kecantikan yang ada di diriku. Mungkin ke negara dengan kulit tan yang justru jadi idola."

"Atau ...." Yumna menahan napas, lantas menghempasnya kasar. "Entahlah ...."

Siapa sangka, hal tak mungkin itu akhirnya sungguh benar bisa dirasakan secara nyata walau dalam dimensi yang berbeda dengan standar kecantikan yang lebih beragam. Hal ini membuktikan bahwa ada banyak kejutan di balik tirai skenario Tuhan yang belum hamba-Nya ketahui.

Ketika Yumna sudah putus asa bahwa dengan fisik yang dimiliki, menganggap begitu banyak kekurangan yang membuatnya minder berlebihan, merasa tak menarik, di balik tirai skenario Tuhan, Yumna tak tahu kalau mungkin saja ... ada seseorang yang bahkan acap kali melihat Yumna adalah tentang keindahan.

Namun, tirai Tuhan sungguh butuh waktu paling tepat untuk terbuka. Hanya butuh waktu, sungguh.

"Kupikir, kamu udah tahu tentang apa yang mau aku katakan padamu, Yumna," ucap Ren begitu kembali ke meja mereka berdua.

Kedua mata Yumna melebar, Ren sudah seperti cenayang saja.

"T-tapi aku nggak terlalu yakin, Kak," Balas Yumna dengan tergagap. Dadanya kembali berdebar brutal.

Lagi. Acne path yang dipakai Ren amat menarik perhatian Yumna. Ren hanya memiliki satu jerawat, mengenakan acne path bukanlah hal wajar di Dunia Loka ketika satu jerawat tumbuh karena hal tersebut adalah suatu kebahagiaan tak terkira.

Namun, Ren lain dari yang lain, lelaki dengan wajah khas darah campuran ras Mongoloid dan ras Kaukasoid ini justru mencoba menutupi dan menyembuhkan jerawat menggunakan stiker hydrocolloid. Ah, tapi bisa jadi, Ren menggunakan acne path hanya sekadar untuk bergaya agar tampak lucu. Yumna tetap mencoba menyangkal, walau dia paham benar bahwa cowok yang ditaksirnya ini bukanlah tipe lelaki yang suka begituan untuk lucu-lucuan.

"Kak, kenapa kamu pakai stiker panda itu?" tanya Yumna, akhirnya dia lebih memilih mencari kebenaran langsung pada sumbernya.

"Oh, ini?" Sebelah tangan Ren mengelus acne path panda di jidat. Seulas senyum singgah di bibir.

"Dari dulu, aku nggak suka wajahku berjerawat. Aku nggak peduli jika di sini jerawat jadi tren kecantikan sekalipun. Bagiku, di sini, tanpa jerawat, aku tetap keren."

Tawa Ren terdengar renyah di gendang telinga Yumna.

Bagi penduduk Dunia Loka, ucapan Ren barusan bisa dikonotasikan sebagai lelucon. Namun, lain halnya bagi Yumna. Dengan penegasan kata di sini secara berulang yang diucapkan Ren memberikan arti tersendiri bagi Yumna; bahwa Ren sebelumnya bukanlah tinggal di sini, di Dunia Loka.

"Kamu datang dari Dunia Nyata 'kan, Kak?" Ruwet pikiran di kepala, Yumna bebaskan pada Ren.

Ren yang sedang menyesap sisa macchiato-nya yang sudah dingin, melirik ke arah gadis berkardigan coksu yang melontarkan pertanyaan.

Tak berselang lama, Ren kembali mengembalikan cangkir macchiato pada lepeknya. Membenahi posisi duduk. Menatap Yumna lebih intens.

"Kamu benar, Yum. Aku datang dari dunia yang sama denganmu. Aku manusia seperti kamu."

Jantung Yumna terasa berhenti berdetak atas pengakuan Ren. Sungguh, masih terasa mustahil bahwa asumsinya beberapa saat lalu adalah sebuah fakta. Namun, kala jantung Yumna terasa kembali beroperasi, sengatan hangat pengakuan Ren kembali menyentilnya.

"Jika kamu datang ke sini lewat Toko Lokatraya, aku justru datang ke sini lewat Toko Agul."

Ren membuang napas sejenak.

"Toko Lokatraya adalah tentang belas kasihan, maka sebaliknya ... Toko Agul adalah tentang penghukuman."

___________________

Bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro