2. Sepuluh Tahun Silam

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sebaiknya kau segera bersiap-siap. Acaranya siang ini akan dimulai." Ingrid memperhatikan putrinya yang baru saja terbangun. Sesaat kemudian, dahinya mengernyit dan bertanya, "Ada apa, Sigyn? Kenapa kau seperti orang linglung begitu?"

"Umm ... Ibu. Kenapa aku ada di sini?" tanya Sigyn. Gadis itu masih celingak-celinguk, memperhatikan sekeliling kamar, seolah berada di tempat yang benar-benar asing. Padahal, ini jelas adalah kamar yang ia tempati sejak kecil.

"Apa maksudmu? Kau mengigau, ya?"

"Tapi, bukankah aku seharusnya berada di depan pohon Yggdrasil? Aku kan, baru saja---" Sigyn terbelalak memperhatikan kedua tangannya. Masih putih mulus, bukan menghitam dan busuk karena bisa racun seperti terakhir kali tadi ia lihat.

"Pohon Yggdrasil? Kapan kau pernah ke sana?" Ingrid malah balik bertanya. 

Tak lama, seorang pelayan mengetuk pintu, memberitahukan bahwa air mandi telah siap. Ingrid memberi isyarat agar pelayan menunggu sebentar. "Terus panaskan dan tambah wewangian."

Ingrid kembali berpaling pada putrinya. "Pagi ini kau aneh sekali. Ayo, Tuan Loki sudah dalam perjalanan---"

"Oh, Loki!!" Sigyn langsung terkesiap begitu mendengar nama tersebut. Ia segera turun dari tempat tidur, tergesa-gesa menghampiri ibunya. "Loki, suamiku! Malangnya, aku tak benar-benar paham mengapa kaum Aesir harus menghukumnya!"

"Suami? Kau benar berhalusinasi, ya?!" Ingrid melepaskan cengkeraman kedua tangan putrinya itu dari pundak, lalu menangkup pipi Sigyn. "Kata yang benar adalah 'calon'. Jangan melangkahi tradisi secara terburu-buru begitu."

Ingrid tertawa, menyisakan kebingungan di wajah Sigyn. "Aku tak menyangka, hanya dari lukisan wajah, kau sudah mengklaimnya menjadi suamimu. Sayang, kalian ini belum resmi menikah!"

"Uh, belum?"

"Tentu saja belum!" Ingrid menjitak kepala putrinya pelan. Sigyn spontan memegangi jidatnya. "Hari ini kalian baru akan menjalani ritualnya."

Baru akan menjalani ritual? Jangan-jangan ...

Sigyn berlari ke arah cermin seukuran badan yang ada di sudut ruangan. Di sanalah terpampang sosok seorang dewi cantik yang masih mengenakan gaun malamnya. Dewi polos yang belum mengenal kejamnya dunia, yang belum pernah mewadahi bisa racun ular raksasa dan akhirnya terkena dirinya sendiri.

Dari semua yang dikatakan ibunya tadi, Sigyn makin yakin kalau ia telah kembali ke masa lalu. Tepatnya, hari pernikahannya dengan Loki.

***

Sigyn tak dapat mengingat jelas apa yang terjadi ketika ia menikah dengan Loki. Waktu telah berlalu sepuluh tahun sejak saat itu. Ia sudah dianggap cukup dewasa untuk dapat bersanding dengan seorang pria. Dan pria yang dipasangkan untuknya bukanlah dewa biasa di Asgard, melainkan seorang putra dari Dewa Odin, ayah dari semua Dewa.

Apakah air yang kuminum dari Norn tadi, yang menyebabkan ini semua? Aku benar-benar kembali ke masa lalu?

Sigyn termangu di depan meja rias, selagi rambutnya disisir oleh seorang pelayan. Gadis itu telah mengenakan gaun pernikahan berwarna putih, senada dengan sarung tangan dan tiara yang ia kenakan. Ia tak berbicara apa pun, ia juga tidak memberontak. Pikirannya masih melayang pada kejadian sebelumnya.

Mungkinkah air tadi yang dirumorkan dapat menghidupkan kembali manusia? Jadi, efeknya pada dewa adalah kembali ke masa lalu?

Percuma Sigyn bertanya-tanya, karena tak ada yang bisa memberi jawaban. Yang kini bisa ia lakukan hanyalah menjalani ritual pernikahan seperti yang sudah seharusnya terjadi. Kemudian, menjalani biduk rumah tangga bersama sang dewa, Loki, dan menemaninya dengan setia hingga akhir hayat.

Akhir hayat yang seperti apa?

Kenangan mengerikan itu terlintas dalam kepala. Bayangan kepala ular raksasa yang meneteskan cairan bisa itu begitu mengerikan. Bahkan, memejamkan mata saja tak cukup untuk menghilangkan gambaran taring si ular yang runcing bagai ujung belati. Teriakan kesakitan Loki pun kian terngiang. 

Sigyn memejamkan matanya erat, ia refleks pula menutup rapat telinga dengan kedua tangan. Takut. Tubuhnya gemetar. Sigyn tidak ingin melihat yang seperti itu lagi terjadi di hidupnya. 

"Sigyn?"

"Ahh!!"

Sigyn spontan berteriak, ketika sentuhan tangan lembut sang ibu menghampiri pundaknya, membuyarkan semua kengerian.

"Hei, ada apa denganmu?" tanya Ingrid cemas. Ia segera membungkuk di hadapan Sigyn, lalu mengisyaratkan si pelayan untuk pergi dari kamar. "Kenapa kau terlihat tegang sekali?"

"A-aku tidak apa-apa ...." Sigyn menggeleng cepat. Namun, pernyataannya berlawanan dengan keringat dingin yang menetes di dahi.

"Sejak awal bangun tadi kau sudah tidak tenang. Ada apa, Sayang?" tanya Ingrid sekali lagi. 

"Sungguh, aku tak apa, Bu."

Ingrid mendelik curiga, tetapi ia tidak melanjutkan. Selama ini, Sigyn selalu jadi anak yang penurut dan tak pernah membangkang perkataannya. Untuk perjodohan dengan sang putra Odin pun Ingrid menanyakannya terlebih dahulu dari jauh-jauh hari, dan putrinya langsung mengiyakan dengan patuh. 

"Apa kau takut untuk bertemu dengan calon suamimu?" tanya Ingrid memastikan.

"A-ah, iya ...." 

"Tenanglah ... Meski menurut rumor, Dewa Loki sering berbuat kenakalan, tapi Ibu yakin dia bisa menjagamu dengan baik."

Sigyn menoleh pada sang ibu, keheranan. "Menjagaku dengan baik?" tanyanya. Karena seingat Sigyn, berkat apa yang dilakukan Loki-lah, yang menyebabkan kedua putra mereka meninggal dalam keadaan tak wajar, dan tubuh Sigyn sendiri digerogoti racun ganas. Bagian mananya yang disebut menjaga?

"Ibu melihat ada sesuatu di balik sorot matanya. Entahlah."

Di kehidupan sebelumnya, Sigyn tak begitu memperhatikan kata-kata ibunya soal calon suaminya. Sigyn tak masalah menuruti perjodohan. Memang para gadis Asgard akan menjalani pernikahan bila memang sudah waktunya, itulah yang wajar. Sigyn tidak mempermasalahkan hal tersebut. Dulu, Sigyn hanya agak ragu untuk menjalani pengalaman baru, sebagai istri dari seseorang.

Namun, di kehidupan yang sekarang, ketakutan Sigyn bertambah. Ia takut harus menjalani takdir naas yang sama kedua kalinya. Vali dan Nari juga harus menanggung akibatnya. Sigyn berpikir, memutar otak. Bagaimana caranya agar aku bisa terhindar?

***

Warga Asgard tengah bersuka cita. Berbagai makanan dan minuman dihidangkan. Tarian dan nyanyian pun disuguhkan pada para tamu, dewa-dewi kaum Aesir. Mereka semua datang dengan pakaian terbaik. Tak ada yang ingin mengecewakan Dewa Odin yang telah mengundang mereka semua untuk datang pada pesta pernikahan Loki.

Sementara itu, sembari semua dipersiapkan sesuai waktu yang telah ditentukan, Sigyn tampak mondar-mandir di koridor yang menghadap ke arah taman. Kepalanya ditekuk, ia menggigit jari. Sigyn tampak berpikir keras, mencari solusi.

Haruskah aku pergi?

Sigyn mengintip cemas ke dalam ruang aula tempat pengambilan sumpah pernikahan akan dilangsungkan. Ingrid tengah bercengkerama dengan Frigg, calon mertuanya. Suasana koridor dilalui para pelayan yang sibuk mengantarkan sajian. Sembari sesekali mereka mencuri pandang pada Sigyn yang telah dirias amat cantik.

"Bentuk wajahnya begitu indah ... bisa disandingkan dengan Dewi Sif!"

Samar-samar, seorang pelayan berbisik. Dewi Sif adalah istri Dewa Thor. Kecantikannya memang tiada tara, ditambah lagi dengan rambut emas yang terurai indah di balik bahu. Sif adalah dewi tercantik di Asgard. Sigyn merasa, ia tak setara dengan Sif.

Ah, kenapa aku harus memikirkan hal lain?! Yang terpenting sekarang, apa yang harus kulakukan? 

Sigyn mengedarkan pandangan ke sekitar. Ada tembok tinggi di ujung pandangan, pembatas antara istana dan lingkungan luar. Harus melalui taman istana untuk bisa sampai ke tembok tersebut. Dan, karena waktu makin mepet, tak ada lagi yang memperhatikan keberadaan Sigyn di koridor tersebut.

... kabur?

Kedua kakinya melangkah tanpa sadar, pergi menuju tembok pembatas tersebut. Tidak ada yang peduli, semua orang sedang fokus ke acara besar hari ini. Sigyn yang tak lagi berpikir panjang, terus menekuni langkah demi langkah, mengangkat ujung gaun, berlari secepat yang ia bisa.

Sigyn adalah gadis yang polos. Hatinya terlalu lembut untuk bisa menerima kenyataan takdir yang pahit andai dia mengulang pernikahannya dengan Loki. 

Sesampainya Sigyn di depan tembok tersebut, ia kebingungan. Bagaimana caranya menaiki tembok setinggi tiga meter sembari mengenakan gaun pernikahan?

Sigyn kembali mondar-mandir, kali ini sembari menatapi tembok yang menjadi penghalang kebebasannya. Waktu pengambilan sumpah pernikahan tinggal sebentar lagi. 

"Apa yang harus kulakuka---"

"Jadi, itukah alasannya, segala yang kulakukan tak pernah berarti di mata Ayah?!"

Belum sempat kalimat gumamannya selesai, Sigyn terlonjak karena saking kagetnya, tiba-tiba ia mendengar suara seseorang berteriak tak jauh di belakang. Sigyn refleks mencari pohon terdekat dan bersembunyi di baliknya. Dalam ketakutan, ia mengintip, berharap orang tersebut tak menyadari keberadaannya.

Sigyn pun terpana sesaat. Orang yang berteriak tadi adalah Loki. Sang dewa datang, lalu menendang batang pohon besar di dekatnya, melampiaskan emosi. Bukan cuma amarah yang tersirat, melainkan juga kesedihan yang mendalam.

Belum pernah Sigyn melihat Loki berekspresi seperti itu, seumur hidup ia menjadi istri Loki di kehidupan sebelumnya. 

***

Yang kemarin ketinggalan baca sampai tamat, dan gak sabaran untuk nunggu yang gratis, bisa mampir ke Karyakarsa.com/ryby dan beli babnya seharga Rp. 1000/bab.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro