38. Petunjuk

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Dingin sekali di sini!!" teriak Hermod, begitu ia menapakkan kaki di tanah Niflheim, setelah sembilan hari berkelana di atas pelana kuda Sleipnir. Semua yang ada di dunia ini terbalut oleh tebalnya salju dan kerasnya permukaan es, mulai dari dataran sampai pegunungan. 

Sungai yang mengalir dari mata air Hvergelmir pun terasa beku, ketika Hermod mencoba mencelupkan seujung telunjuknya di sana. Tak ada pohon yang memiliki dedaunan, tak ada hewan-hewan, selain para monster berbulu tebal. Warna langitnya cenderung gelap, tanpa memperlihatkan sinar matahari seutuhnya.

Benar-benar dunia yang mati. Tak ada kehidupan apa pun di sini.

Hermod mengedarkan pandangan ke sekitar. Di hadapannya, terbentang pegunungan Helheim. Merupakan tempat di mana jiwa-jiwa yang mati dan tidak pergi ke Valhalla akan diambil oleh Dewi Hel, dan menjalani kehidupan setelah kematian di sana. Dan pada akhirnya, akan dibangkitkan kembali untuk berperang saat Ragnarok tiba sebagai pasukan Hel.

"Haruskah aku ke sana?" tanya Hermod ragu pada dirinya sendiri. Namun, ia telah mendapatkan mandat dari sang raja untuk harus menemui Hel dan meminta Balder dibebaskan.

"Tch ... baiklah." Dengan berat hati, ia kembali menaiki Sleipnir dan terbang menuju pegunungan tersebut.

***

Sementara itu, sembilan hari telah berlalu di Asgard. Hod dan Thor masih saja dikurung di penjara bawah tanah istana Valaskjalf, atas perintah ayah mereka sendiri. Tentu saja hal ini menjadi berita yang menghebohkan di kalangan kaum Aesir. Pasalnya, Thor dan Hod adalah para pangeran yang semestinya menjadi kandidat-kandidat penerus takhta Odin. 

"Apakah keduanya akan dihukum selamanya, sampai Dewa Balder dapat kembali ke Asgard?"

"Entahlah. Dewa Balder pun belum tentu bisa kembali. Tak ada yang pernah bernegosiasi dengan Dewi Hel, sang penjaga Niflheim, sebelumnya."

"Andai Dewa Balder tak dapat kembali, apakah Dewa Hod dan Dewa Thor akan dipenjara selamanya?"

"Kalau yang terjadi seperti itu, lalu siapa yang akan memimpin Asgard di kemudian hari?"

Obrolan semacam itu yang mewarnai pembicaraan di tiap sudut Asgard. Dari warga biasa hingga para pelayan istana. Sampai akhirnya, kegelisahan warga sampai juga ke telinga Frigg dan Odin.

Sejak Balder tiada, Frigg bagaikan seseorang yang tak bernyawa. Tiap hari ia hanya menangis, meratapi kepergian putra kesayangannya. Makan tak bernafsu, tidur pun tak nyenyak. Terlebih lagi, ia melihat Hod dan Thor sama-sama dipenjara oleh Odin. Wajah Frigg semakin kuyu dan pucat pasi dari hari ke hari.

Odin pun jadi gusar dibuatnya. Ia tak tahan lagi melihat istrinya, seseorang yang seharusnya bisa menjadi pemimpin dari para dewi, terlihat tidak elegan sama sekali. Odin menghampiri Frigg di kamarnya. Ia mencoba mengajak istrinya yang sekarang jarang keluar dari kamar itu untuk berbicara.

"Makanlah. Kau sudah berhari-hari tidak makan," pinta Odin. Lalu meminta seorang pelayan membawakan seporsi makanan untuk Frigg. namun, sang dewi menepis piringnya sembari menggeleng.

"Aku tidak lapar ...," jawabnya. Odin menghela napas panjang, lalu menyahut, "Kalau kau terus begini, bukan hanya Balder, aku juga bisa kehilangan dirimu."

"Nafsu makanku benar-benar tiada, sampai putraku Balder bisa kembali ke sisiku."

Lagi-lagi, Odin menghela napas. "Kau masih punya putra-putra yang lain!"

"Yang kau penjarakan itu?!" tanya Frigg balik. Matanya menyorot tajam pada sang raja. "Setelah aku kehilangan Balder, kau juga menjauhkanku dari Thor dan Hod! Bayangkan, ibu mana yang tak perih hatinya melihat putra-putranya terkurung seperti itu!"

"Jadi, apa maumu?! Kau ingin aku membebaskan mereka?! Keduanya adalah tersangka pembunuhan Balder! Sampai Balder bisa kembali, aku akan terus mengurung Thor dan Hod di sana!"

Tangisan Frigg kembali pecah karena putus asa. Kali ini, Odin membiarkannya seperti yang sudah-sudah.

***

"Hoi! Buka! Kalian tidak sepantasnya mengurungku di sini! BUKA!!"

Thor berteriak marah-marah sembari mengguncang-guncang hebat jeruji besi yang ada di hadapannya. Sudah lebih dari seminggu lamanya, ia terkurung di penjara bawah tanah istana Valaskjalf. Jeruji tersebut dilengkapi lapisan yang dapat menangkal sihir dan benturan fisik. Apa yang Thor lakukan sia-sia saja dari tadi. Jeruji itu tak bengkok sedikit pun, meski ia adalah salah satu dewa terkuat di Asgard.

Berbeda dengan Thor yang memberontak, di seberangnya tampak Hod yang tengah duduk sembari memangku kepala di tangan. Air matanya mengering di pipi, setelkah berhari-hari menangis. Ia begitu sedih menyesal atas semua yang terjadi. Berkat kecerobohannya, saudara kembarnya harus tiada, dan kini ia mendekam di penjara. 

Aku yakin, yang mengarahkan tanganku adalah Thor. Tapi, dia tidak mau mengakuinya. Apakah mungkin aku memang salah dengar. Suaranya sedekat itu di telingaku, bagaimana aku bisa salah?

Kecurigaan Hod terhadap Thor terus berkecamuk dalam benaknya. Ia yakin, pendengarannya tak pernah salah. Sejak lahir, ia memiliki mata yang tak dapat melihat. Jadi, Hod tumbuh dengan terus mempertajam indranya yang lain, terutama telinga.

"Pengawal! Lepaskan aku!!" Lagi-lagi Thor berteriak, ketika seorang pengawal mengantar para pelayan membawakan makanan dan minuman untuk dirinya dan Hod. Si pengawal membantu memberikan piring-piring di atas nampan, melalui lubang sel. Pertama untuk Hod, yang terakhir adalah Thor. 

Namun, pengawal itu lengah. Ia berdiri terlalu dekat dengan jeruji, hingga Thor dapat menangkap lengannya, lalu menahan leher si pengawal dari belakang. 

"Beraninya kau memperlakukanku seperti ini!!"

"A-ampun, Tuan Pangeran! Saya hanya menjalankan perintah Raja!" jawab si pengawal cepat, ia ketakutan, ketika mengetahui gerakannya terkunci. Meski jeruji sel itu dilapisi penangkal kekuatan, tetapi tetap saja Thor dapat mencekiknya dari dalam sel.

"Perintah?! Memang apa perintah Ayah!"

"Raja menitahkan kami untuk menahan Anda dan Tuan Hod, selama Tuan Balder belum dibebaskan dari Hel ...."

"APA?!!" Thor mendorong si pengawal sampai jatuh tersungkur di luar sel. "Kalau Balder tidak bisa kembali, itu berarti aku akan selamanya ada di sini, begitu?!"

Si pengawal duduk dan menoleh, lalu mengangguk sambil meringis memegangi leher belakangnya. Thor makin geram dibuatnya. "Sudah kubilang aku bukan pelakunya!"

"Akan tetapi, Tuan Hod bersikeras bahwa yang ia dengar saat itu adalah suara Anda---"

"Apa kalian tidak berpikir, kalau bisa saja ada orang lain yang menyamar menjadi diriku!" seru Thor. "Cari petunjuk di sekitar pekarangan istana, terutama di tempat saat Hod berdiri melemparkan panah mistletoe maut itu! Pasti ada petunjuk!"

Kedua mata si pengawal terbelalak. Ia segera berdiri, membungkuk singkat pada Thor, sebelum akhirnya bergegas keluar dari ruang penjara.

Thor mendengkus kesal. tadinya, ia tak mau memberi petunjuk apa pun. Ia berpikir, memberi petunjuk yang seharusnya ia tak tahu apa-apa mengenai hal itu, pasti akan mencurigakan. 

Namun, tinggal di penjara lebih dari seminggu membuatnya sangat tidak betah. Terlebih lagi, ayahnya tidak menggubris kesaksian dari Sif dan para pelayan kamar bahwa ia punya alibi.

Aku sudah muak berada di tempat ini! Sebentar lagi, jubah hitam hijau itu akan ditemukan, dan aku akan segera bebas!

Thor menyeringai. Dan memang benar apa yang ia prediksi. Tak lama setelah Thor memberikan petunjuk, para pengawal di istana langsung menyisir tempat kejadian. Terutama di tanah sekitar pohon terbesar, tempat Hod melemparkan panah mistletoe.

Seorang pengawal terkejut, ketika kakinya sedikit tersandung oleh suatu yang menyembul di bawah semak-semak. Ia menarik benda tersebut, berupa kain panjang berwarna hijau dan hitam, dengan bordir emas di pinggirnya.

"Ini ... jubah milik Tuan Loki ...?"

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro