1 - Ale and Gita

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hai Gita,"

"Hai cantik."

"Minggir, bidadari mau lewat. Siapin red carpet, karpet musholla aja kalo gak ada, yang penting karpet."

Begitulah hingar-bingar yang biasanya terjadi di Karya Bangsa International School setiap seorang gadis cantik lewat. Gadis itu, Anggita Wiryawan. Gadis cantik, pintar, humble, yang bisa dibilang sempurna. Tak ada yang dapat menghindari pesona seorang Gita, bahkan para perempuan yang melihatnya akan mengakui kecantikan wajahnya, keanggunan gerak tubuhnya dan kesempurnaan bentuk tubuhnya, tak jarang mereka bahkan iri dengan kesempurnaan yang dimilikinya.

Orang sering mengatakan bahwa tiidak ada manusia yang sempurna, lalu Gita menepis komentar tak bertuan itu. Semua murid perempuan menginginkan untuk dapat akrab dengannya, sedangkan murid lelaki memimpikannya untuk menjadi pacar mereka. Namun, harapan itu pupus begitu saja setelah mengetahui siapa saat ini orang yang menyandang gelar The Luckiest Guy Ever.

Dia adalah Leonard Martian Lewis atau yang lebih senang dipanggil Ale oleh teman-temannya. Dapat dibilang dia adalah Gita versi lelaki. Ale merupakan seorang berdarah campuran, ayahnya berdarah Inggris-Spanyol yang sekarang berkewarganegaraan Indonesia, dan ibunya adalah asli Bandung.

Wajah tampan tanpa jerawat yang berani menempel di kulitnya yang putih bening, bola matanya yang berwarna hijau, alis tebal, hidung mancung yang dapat mencolok mata saat berciuman dengannya, tubuh tinggi proporsional yang juga dapat membuat para lelaki yang bersusah payah di tempat gym setiap seminggu tiga kali iri setengah mati karna Ale mendapatkan lengan kekar, dada bidang dan perut six pack hanya dengan bermain basket, futsal dan berenang tanpa perlu susah payah dengan alat-alat berat, lesung pipi di kedua pipinya merupakan nilai plus untuk perfect looknya.

Kaya gak? 'bercanda lo?! Ale tajir abisss!' begitulah biasanya jawaban yang terlontar dari mulut para siswa Karya Bangsa. Bukan hanya memiliki perfect look, Ale merupakan pewaris utama dari hotel terbesar di Indonesia dan terbesar ke-5 di Asia. Guardian Hotel. Hotel milik keluarganya tak hanya ada di Indonesia, namun juga Amerika, Jerman, Malaysia, Singapur, Thailand, Jepang dan beberapa negara lain.

Tak jauh berbeda dengan Gita yang juga akan mewarisi rumah sakit besar milik keluarganya. Dan bisa dipastikan bahwa gadis itu juga akan mengikuti jejak sang ayah yang juga merupakan seorang dokter.

Namun begitu, Gita dan Ale tak pernah sombong. Tak pernah hidup dalam Royal Class. Mereka tak pernah membandingkan ingin berteman dengan siapa. Mereka hanyalah murid biasa di Karya Bangsa International School yang hanya membawa uang tak lebih dari 200 ribu di dalam dompet mereka. Ale pun tak membawa mobil mewah ke sekolah, hanya sebuah Everest berwarna hitam yang seolah menggambarkan betapa tangguhnya ia. Dan Gita membawa sebuah Brio merah, namun hanya sesekali karna dia biasanya pergi dan pulang bersama Ale yang setia menjemputnya.

Gita dan Ale, bagaikan dua malaikat yang kebetulan hinggap di Karya Bangsa International School. Setiap orang yang melihat pasangan ini akan berkomentar sama 'sempurna', begitulah mereka, saling menyayangi dan romantis walau telah menjalin hubungan hampir 2 tahun dan masuk sebagai Pasangan Terromantis dan Pasangan Tepopuler versi Buku Tahunan dan tentu saja versi Karya Bangsa International School.

Siang ini, Gita sedang duduk di kantin bersama seorang temannya Cassandra Levin. Sandra memiliki seorang pacar, Elnino Gabriel, merupakan pasangan terpopuler setelah Gita-Ale. Mereka tak kalah good looking dan smart dibanding Gita-Ale, namun tetap saja mereka berada satu tingkat di bawah pasangan terpopuler itu.

Gita sedang sibuk dengan majalah fashion yang baru dibelinya dari toko majalah di depan sekolah, tangan kanannya mengaduk-aduk jus jeruk dengan sedotan dengan begitu asiknya sampai tak menyadari seseorang sedang berjalan mengendap-endap di belakangnya.

"DOORR!!" orang itu menyentakkan pundak Gita yang sedak masuk ke dalam dunianya sendiri.

Dan, "AAAHHHH!!!" jus jeruk yang ada di sebelahnya dengan refleks diguyurkan kepada orang yang telah mengagetkannya. Sontak, semua kepala yang berada di kantin menatapnya dengan pandangan ingin tahu.

Ale. Lelaki itu menutup kedua matanya, membiarkan bulir-bulir jeruk membasahi wajah tampannya. Dalam hati, ia menyesal telah melakukan hal bodoh seperti itu padahal dia tahu dengan pasti Gita sangat gampang kaget dan refleksnya cepat, mengingat mahir bermain tenis.

"Ale!! Kamu tuh yah!"

Ale menyeringai dan duduk di samping Gita. "Ntar mukaku disemutin deh, Ta. Udah manis ditambah manis gini."

Gita meringis dan membersihkan wajah Ale dengan sapu tangan berwarna pink miliknya yang selalu ia simpan di saku roknya. "Abisnya kamu ngagetin aja. Kurang kerjaan yah?"

"Itu tau. Kamu aku cariin di kelas gak ada, aku sama Nino jadi muter-muter nyariin kalian. Iya kan, No?"

"Yep." Nino yang baru duduk di samping Sandra setelah mengitari meja persegi panjang itu mengiyakan, detik berikutnya ia menyeruput jus Alpukat milik Sandra.

"Lagian kalian lama banget sih, gue sama Gita kan laper nunggu kalian, jadi kita ke kantin duluan aja," bela Sandra yang mendapat anggukkan dari Gita.

"Mana makanan kalian? katanya laper tapi yang satu asik sama game di HP, yang satu lagi kayak bocah yang dikasih mainan, tenggelam di dunia fashion," ejek Nino.

Gita melemparkan majalah yang belum selesai ia baca ke arah Nino, tak terima dibilang mirip bocah. "Kalian aja yang emang dasarnya gak bisa tepat waktu. Pasti tebar pesona dulu tuh sama adek kelas di auditorium."

"Dih enak aja, Nino doang tuh, aku mah enggak," ucap Ale yang masih sibuk dengan wajahnya.

"Bersihin di kamar mandi dulu sana, lengket tau! Liat tuh kena seragam kamu." Gita menunjuk noda kuning di kerah seragam Ale. Tanpa banyak omong, Ale bangkit dan menuju toilet yang berada di pojok kantin.

"Sstt.. liat tuh!" Sandra menunjuk ke arah para siswi yang senyum-senyum saat Ale melewati mereka. "Mupeng banget, tabokkin gih, Ta."

"Dih ngapain banget, biarin aja mereka mupeng itu hak mereka, kali," jawab Gita, santai.

"Tapi kan yang dimupengin itu cowok lo!"

"So what ?"

Sandra meremas kedua tangannya di depan wajah Gita, gemas. "Elo tuh yah, santai banget ngeliat cowok lo digituin. Kalo gue sih udah gue unyeng-unyeng tuh cabe-cabean."

Gita hanya tertawa. Hal seperti ini bukan sekali-dua kali terjadi, tetapi setiap hari dimanapun Ale berada. Jika sudah seperti itu, Sandra lah orang yang paling senewen ingin menjambak orang yang dipanggilnya sebagai 'cabe-cabean' itu, sedangkan Gita ? dia lebih sering mengangkat kedua pundaknya. Tak peduli.

"Astaghfirullah..."

Gita mengernyit, apa yang dilihatnya sampai seorang Cassandra Levin beristighfar? Sandra hanya menunjuk belakang Gita dengan dagunya. Gita menoleh dan mendapati Ale yang baru keluar dari toilet dan berjalan menuju mereka dengan celana abu-abu dan atasan hanya dengan kaus putih oblong yang membuat lengan kekar dan kulitnya terekspos sempurna.

Namun hanya dengan begitu, Ale mampu membuat hampir seisi kantin yang berjenis kelamin perempuan ketar-ketir. Bahkan ada yang berteriak dan berjingkrak-jingkrak. Gita hanya tersenyum mengikuti langkah Ale dengan pandangannya sampai ia duduk di sampingnya.

"Elo tuh yah, Le. Udah tau cabe-cabean di sini lagi haus kasih sayang, pake segala dipancing, lagi."

Ale yang baru duduk mengernyit, tak paham arah pembicaraan Sandra. "Pancing? pancing apaan?"

Sandra tak menjawab, hanya memutar bola matanya. Bingung sama nih cowok, polos apa bego sih?! Sandra membatin.

*****

Nino dan Sandra berdiri di depan sebuah butik di salah satu Mall ternama di Jakarta. Sudah hampir lima belas menit mereka berdiri diam menunggu Ale dan Gita yang tak kunjung datang.

Tadi saat sebelum memakirkan motornya, Nino masih melihat mobil Ale yang memasuki area parkir mobil. Karna mereka parkir di tempat yang berbeda, Nino dan Ale selalu menjadikan depan butik tempat saat ini Nino dan Sandra berdiri sebagai assembling point mereka, namun Ale tidak pernah setelat ini.

Nino mencoba menghubungi kembali Ale hanya untuk terhubung pada kotak suara, yah, kekuatan sinyal di area basement memang lah tidak dapat diharapkan.

Sandra sudah gatal untuk masuk ke dalam butik di hadapannya karna setidaknya menunggu sambil menyalurkan hobinya berbelanja adalah jauh lebih daripada hanya berdiri diam dan melihat dari luar. Sandra sudah akan melangkahkan kakinya masuk saat sebuah suara justru menahannya.

"Sori, sori. Lama yah?" tanya Ale dengan cengiran di wajahnya.

"Lo berdua abis ngapain ayo? Mentang-mentang bawa mobil yah jadi seenaknya di dalem," sergah Sandra.

"Apasih lo gajelas. Parkiran penuh, bray. Biasa, Friday night," jawab Ale mencari alasan.

Sesaat memasuki area parkir mobil, Ale mendapati semua tempat ia masuki sudah terisi penuh dan itu membuatnya harus memutari area parkir dan beruntung mendapatkan tempat yang kosong karna memang hal seperti ini adalah wajar mengingat bahwa ini adalah hari Jum'at malam.

"Lagian siapa suruh bawa mobil, bawa motor dong."

"Sori yah, level kita beda. Kita tuh gak bisa panas-panasan,' jawab Ale yang dihadiahi sebuah tendangan oleh Nino.

"Ya udah lah, ayo jalan."

Ale dan Nino berjalan lebih dulu dan asik mengobrol masalah yang tadi terjadi di lapangan basket, seakan sudah membicarakannya di sekolah tadi tidaklah cukup. Tadi saat istirahat jam kedua, Ale dan Nino sedang akan bermain basket bersama senior mereka saat mendapati kakak kelas mereka sedang baku hantam di tempat penyimpanan alat olahraga.

Ale dan Nino sudah akan memasuki pintu lift yang sudah terbuka saat menyadari kalau pasangan mereka tidaklah berada di belakang. Ale mengedarkan pandangannya dan menemukan Gita dan Sandra tengah berada di depan sebuah toko tas dan sepatu. Yah, Ale tidak lah heran.

Ale dan Nino hanya bertukar pandang sebelum akhirnya menghampiri Gita dan Sandra dan menggandeng kekasih mereka masing-masing. Setidaknya mereka harus melakukan hal itu atau mereka akan berakhir membawa tas belanjaan kedua gadis itu.

Keempat pasangan itu kini berdiri di depan konter snack setelah sebelumnya sempat berdebat masalah film apa yang akan mereka tonton. Para lelaki ingin menonton film action sedangkan Gita dan Sandra ingin menonton film romance. Ale dan Nino pun terpaksa mengikuti kemauan para gadis daripada harus menonton sendiri-sendiri seperti apa yang dikatakan Sandra.

Setelah selesai membeli snack yang akan menemani saat menonton, mereka pun masuk ke dalam studio dan duduk berjejer di barisan tengah. Keadaan di dalam studio ternyata tidak terlalu ramai, hal itu membuat Nino dan Sandra memutuskan untuk pindah tempat duduk menjadi di belakang Ale dan Gita yang memang tidak ada penonton.

Gita tertawa melihat tingkah kedua pasangan konyol itu, kalau memang ingin duduk terpisah kenapa tidak memilih row yang berbeda saat membeli tiket tadi? Gita merasakan hangat meresapi tangan kirinya saat Ale menyelipkan jarinya ke sela-sela jari Gita. Gita tersenyum melihat tangannya yang kini sudah berada di dalam genggaman Ale, tempat yang memang miliknya. Percuma saja Gita membeli popcorn karna sepertinya ia tak akan menyentuhnya sedikitpun.

*****

Perjalanan kisah cinta antara Ale dan Gita yang bisa dibilang seperti kisah cinta di dalam drama itu memang lah sangat diidamankan oleh setiap murid Karya Bangsa International School. Mereka berdua adalah contoh yang sempurna dari yang banyak orang sebut Relationship Goal. Bagaimana tidak, bukan hanya terlahir dengan fisik dan latar belakang keluarga yang sempurna, mereka juga saling mencintai dan percaya satu sama lain.

Walaupun selalu terlihat mesra dan tanpa masalah, bukan berarti pasangan ini tidak pernah melewati rintangan seperti yang dialami pasangan pada umumnya. Seperti saat ini, pengorbanan cinta Ale kepada Gita sedang dicoba dengan ujian kecil saat lelaki yang sedang bermain sepak bola dengan teman-temannya di lapangan itu mendapati Gita berlari sambil menutup wajah diikuti Sandra yang mengejarnya dengan wajah merah padam menahan amarah.

Melihat Gita sedih atau menangis seperti itu seakan menghidupkan tombol emosi yang berada di dalam diri Ale. Ale yang diketahui memiliki kepribadian yang ramah dan tidak mudah emosi itu dapat menjadi sosok mengerikan yang tak tak dapat dikenali hanya untuk melindungi gadisnya. Seperti saat ini.

*****

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro