15. Hidup itu Kejam

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Bocah! Bangun!!!"

Aku langsung bangkit dari mimpi indahku. Mataku melihat sekeliling, kamar yang aku tempati. Terlihat seekor vupilla besar yang kini duduk di lantai dengan aura senang.

"Akhirnya kau bangun juga," katanya yang seakan-akan tersenyum manis.

Aku sedikit menunduk dengan tangan yang memegang kedua pelipisku.

#flashback

"Terima kasih."

"Hm?" Aku melihat ke arah datangnya suara.

"Aku tidak menyangka bahwa aku masih bisa berjalan. Semua ini karena bantuanmu. Sekali lagi, terima kasih." Aku melongo melihat vupilla besar itu menunduk.

"Vu-vu-VUPILANYA BERBICARA!!!" seruku tak percaya sambil menunjuk vupilla besar itu.

"Tentu saja aku bisa berbicara," katanya sembari memiringkan kepalanya.

Aku mendunduk. "Lalu mengapa anda tidak berbicara dengan yang lainnya?" Aku melihat sekeliling. Ada Ardeys yang membelalakkan kedua matanya, begitu pula yang lain. "Bahkan mata mereka sekarang hampir keluar."

"Ku ku ku ku."

Yah malah ketawa....

"Karena mereka tak berani mengajak berbicara. Bagi mereka kami adalah hewan yang harus di hormati dan diperlakukan dengan sangat hormat."

Aku menatap Ardeys untuk mengecek keakuratannya. Ardeys dengan wajah yang kaget mengangguk sembari melihatku, mengatakan bahwa itu benar.

"Tetapi nona muda, kau berbeda. Kau langsung datang dan mengobatiku dengan sangat baik. Sebenarnya aku sendiri tidak masalah jika kakiku sebagai uji coba penyembuhan. Hahahahaha."

Aku berbalik dan meneggakkan tubuhku. "Noh! Siapa yang bilang nggak berani huh??" tanyaku dengan senyum miring.

"Te-tetapi jika kami sampai membunuh vupilla kami bisa dihukum oleh dewa," kata seseorang yang merangkul Ardeys tadi.

"Itu hanya agar orang-orang yang memburu kami takut. Karena populasi kami yang semakin sedikit membuat tetua kami harus melakukan sesuatu."

"Apakah ada umur tertentu agar mempunyai kekuatan tertentu?" tanyaku yang melihatnya bingung.

"Itu benar nona muda," katanya yang seakan-akan tertawa lebar. "Untuk yang sudah berumur sembilan puluh tahun lebih, akan mempunyai kekuatan untuk bisa berbicara sepertiku. Sedangkan yang sudah berumur seratus dua puluh tahun lebih bisa mengubah bentuk sesuai keinginan mereka."

"Woaaaah!! Hm, tunggu. Kalau anda bilang tetua yang melakukan sesuatu agar kalian tidak di buru, berarti tetua kalian ... "

"Berumur lebih dari seratus dua puluh tahun," kataku dan Ardeys yang sama-sama terkejut.

"Ku ku ku, kalian benar-benar pintar," katanya dengan ekspresi seperti tertawa.

Aku masih tercengang. Walaupun Koni duduk di pahaku dan tanganku mengelusnya pelan.

"Sepertinya El-ah, maksudku Koni benar-benar menyukaimu ya, nona muda," kata vupilla besar itu sambil melihatku dan Koni bergantian.

Koni punya nama asli? "Ya ... aku menyembuhkannya saat tidak sengaja terlihat. Lalu kembali bertemu dan dia sudah lengket padaku," kataku yang terus mengelus bulu-bulu Koni.

Mataku melihat ekor Koni yang mempunyai dua ekor yang sedang bergoyang pelan. Mataku kembali melihat vupilla besar di depanku yang mempunyai empat ekor.

"Lalu, ekor menandakan?"

"Umur," jawabnya cepat.

Aku sedikit gelagapan. Umur si besar di depanku sekitar sembilan puluhan dengan empat buah ekor. Jadi umur Koni....

"Tiga puluh tahun, jika nona muda memikirkan umurnya," jawabnya yang membalas pertanyaan di dalam kepalaku.

Aku mengangkat Koni dan menatapnya lekat. "Bahkan Koni lebih tua dibandingkan aku!!!!" seruku kaget.

"Bagiku nona muda hanyalah anak kecil," kata vupilla besar itu seperti tertawa pelan.

Aku menghela nafas pelan. "Ngomong-ngomong jangan memanggilku nona muda. Panggil saja Lan."

"Memangnya ada yang salah dengan panggilan nona muda? Bukankah manusia betina dipanggil nona?"

Manusia... betina. Hahaha.... "Hanya aku tidak terlalu suka mendengarnya. Seakan-akan aku seperti mempunyai derajat tinggi," kataku sembari melirik ke tempat lain.

"Baiklah kalau seperti itu Lan, panggil saja diriku Razor. Akan lebih baik jika tanpa menambahkan apapun."

#End flashback

Aku berjalan malas ke lantai bawah dengan persiapan seadanya. Razor berjalan di sebelahku dengan santainya.

"Ngomong-ngomong dimana Koni?" tanyaku sambil berjalan menuruni tangga.

"Dia sudah di bawah, katanya ingin membantu yang lain," kata Razor yang membuatku terkejut.

Saat aku membuka mulut, namaku sudah dipanggil terlebih dahulu.

"Lan, selamat pagi," sapa Ardeys yang sedang menyiapkan sarapan. Koni langsung berlari ke arahku dan melompat sampai sekitar bahuku.

"Ahaha. Selamat pagi juga Ardyes," kataku sambil menggendong Koni dan menuju salah satu kursi.

"Aku harap kau siap dengan pelatihan hari ini, Lan," kata Ardeys dengan senyuman manisnya.

"Semoga saja, tetapi aku tidak merasa kalau hal ini akan mudah," kataku yang melirik ke arah lain.

"Tenang saja, aku tahu bahwa kau bisa mengatasinya. Aku akan membangunkan Keya dulu," kata Ardeys yang beranjak dari pijakannya.

Kemarin, setelah kejadian menggemparkan itu aku bisa masuk diantara warga fluffy ini. Walau ada yang merasa terpaksa, mereka masih membiarkanku bernafas, setidaknya kalau tidak bertemu mereka.

Ardeys juga memperkenalkan seorang wanita yang katanya wanita terkuat di tempat ini untuk mengajariku bertarung. Tentu saja aku ingin menguasai banyak hal, mulai dari sihir, keahlian pedang, busur, atau pun tanpa senjata. Aku merasa untuk sihir aku bisa mengakali sesuatu dari avra hijau yang aku miliki. Lalu wanita yang bernama Asha ini menawarkanku untuk belajar keahlian fisik yang tentunya akan sangat berat.

Saat sedang menikmati sarapanku, suara ketukan membuatku berhenti mengunyah.

"Aku akan membukanya," kata Razor yang melihatku sejenak sebelum beranjak dari tempatnya.

Aku merasa bersyukur bahwa Razor bisa melakukan beberapa hal yang meringankan kegiatan. Walau pun yang kali ini karena aku sedikit malas saja sih.

"Oh selamat pagi um ...,"

"Panggil saja Razor, jangan terlalu sopan," kata Razor yang terdengar ringan.

"Siapa?" tayaku sambil mengintip dari tempat dudukku.

Terlihat Asha di depan Razor. Tak lama ia melihatku lalu melambaikan tangannya. "Pagi, masih sarapan?" sapa Asha dengan senyuman lebar.

"Hampir selesai. Ada apa?" tanyaku kembali dengan posisi yang sama.

"Kita akan lari sampai ke lapangan!" seru Asha dengan ceria.

"Apa?!"

"Cepat selesaikan sarapanmu dan kita pergi sekarang," kata Asha yang mengayunkan tangannya, mengajakku keluar.

"Tunggu dulu," kataku yang melahap sarapanku yang sudah tinggal sekali lahap.

Koni naik ke pundakku yang langsung berlari kecil ke pintu keluar.

"Kau sudah mau pergi Lan?" tanya Ardeys yang baru saja keluar dengan Keya di gendongannya.

"Itu benar, pagi adalah waktunya semangat," kata Asha yang merangkulku dengan ceria.

"Waktu pagiku tak pernah semangat," kataku pelan.

"Kata siapa?? Hari baru semangat baru! Kalau gitu apa kau sudah siap? Satu," kata Asha yang tiba-tiba sudah siap dengan posisi sebelum lari.

"Tu-tunggu dulu!!" kataku panik sembari bersiap dengan gaya yang sama.

"Dua, tiga!!" seru Asha yang langsung berlari.

"Curang! Ardeys, aku pergi dulu," pamitku sembari berlari.

"Hati-hati," teriak Ardyes.

Asha berada jauh di depan, tetapi masih bisa aku ikuti walau sedikit terlambat. Asha berbelok cepat di tikungan depan dengan sebelah tangannya yang memegang tiang di dekat tikungan. Aku mengikutinya juga dan kaki kanan yang menjadi tumpuan saat berbelok. Ternyata di depan sana Asha melompati sebuah balok kayu yang tingginya tidak sampai setengah badannya.

Aku kembali mengikuti Asha yang melompat dengan tangan kiri yang menjadi penopang dan dengan waktu yang singkat aku mengayunkan kedua kakiku. Tidak sampai di sana, di depan sana Asha sedang menggerakkan tubuhnya dengan lentur dan cepat agar tidak menabrak orang-orang yang sedang lewat. Rasanya frustasi melihat hal itu tetapi tetap saja aku harus melewatinya. Pertama yang aku lihat adalah arah jalan orang-orang itu, untung saja karena Asha sudah melewati mereka sebelumnya ada beberapa yang diam di tempat mereka.

"Maafkan aku, permisi," kataku sembari mencoba melewati kerumunan itu dengan memiringkan tubuhku dan bergerak dengan cepat.

Di depan Asha meletakkan kedua tangan di pinggang dengan senyuman bangga. "Kau bisa melewatinya dengan baik," katanya dengan senyuman yang semakin melebar.

"Hahaha, dengan sangat kelelahan dan kebingungan," gurutuku kesal.

"Tetapi kau melaluinya dengan baik bukan? Ayo, ini baru setengahnya," kata Asha yang mulai berlari lagi.

"YANG BENAR SAJA?!?!"

.
.
.
.
.
.

Ternyata sudah sampai 1000. Ya sudah berhenti di sini saja. Saya masih berusaha membawakan aksi di cerita ini wkwkwkwk.

Jangan lupa tinggalkan jejak ya~~
Terima kasih banyak~~

-(08/07/2019)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro