18. Gelut Lagi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Esoknya Asha kembali mengajakku berlari menuju ke lapangan latihan sembari melewati rintangan yang mirip seperti kemarin. Aku langsung terduduk di rerumputan dengan kaki yang aku luruskan.

"Bagaimana Lan? Sudah terbiasa?" tanya Asha dengan senyuman ceria.

"MANA MUNGKIN! INI BARU DUA HARI!!" seruku kesal. Asha membalasku dengan tawa lebar sembari berdecak pinggang.

"Oh, kau yang kemarin katanya mengalahkan Asha dan Denis ya?" tanya seorang lelaki yang mendekatiku dan Asha.

"Itu benar," kata Asha semangat.

"Denis itu ... orang yang kemarin?" tanyaku bingung.

"Itu benar. Dia adalah rivalku dan aku ingin mengetahui kemampuan seseorang yang bisa mengalahkan rivalku itu," katanya sambil tersenyum.

Kalau dia bilang rival, seharusnya dia ada di bawahnya Denis kan? "Baiklah, kita coba dulu tetapi biar aku ingatkan, aku baru-baru ini berlatih fisik," kataku ragu.

"Baiklah, aku akan diam saja. Jadi kau  bisa lebih tenang," katanya dengan senyuman yang membuatku lebih tenang.

Akhirnya kami berdua bersiap dan banyak sorakan dari semua sisi. Apakah karena kemarin, di sini langsung heboh?

"Apakah kau gugup?" tanya lelaki di depanku.

"Sangaaat," kataku tertawa ragu.

"Baiklah, aku hanya akan berdiri dan menggerakan lenganku, kau bisa melakukan sesuai keinginanmu," kata lelaki itu berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Tetapi ekormu nggak bisa diem tuh," kataku sambil menunjuk ekornya yang bergoyang dengan sangat cepat.

"Karena aku sangat bersemangat sekarang," katanya dengan senyuman lebar.

"O ... key?" Selanjutnya aku menggenggam kedua tanganku erat. Lebih baik aku melihat terlebih dahulu kemampuannya baru aku akan melakukan gerakan selanjutnya. Pertama aku mencoba menghantam perutnya dengan kepalan tanganku. Di saat itu aku merasakan sesuatu. "KERAS BANGET!!!" seruku sambil menggerakan tanganku yang kesakitan karenanya.

"HAHAHAHAHA!! Tubuh ini aku dapatkan karena latihan yang keras," katanya sambil tertawa keras.

"Tapi tidak terliha berotot tuh," kataku.

"Oh itu karena baju ini," katanya yang langsung membuka bajunya. Lalu tiba-tiba tampaklah otot yang sangat besar di balik baju yang membuat tubuhnya lebih kurus.

"WASEM!!!" Aku kembali memperhitungkan gerakanku.

"Apakah kau akan menyerah?" tanya lelaki itu.

"Tidak, ini adalah bagian latihanku. Karena sudah mulai, aku akan mencoba menuntaskannya," kataku sembari kembali berdiri tegak.

"Hahahaha! Aku menyukai semangatmu," katanya dengan tawa lebar.

Ayo berpikirlah. Kalau perut yang tidak ada tulangnya bisa terasa keras, apakah ada bagian yang bisa di serang? Bagaimana dengan wajah? Setahuku dagu mempunyai saraf keseimbangan. Memangnya mereka sama seperti manusia? Kalau tidak bisa setidaknya pelipis bisa di gunakan beserta hoki yang entah naik atau turun.

Tunggu dulu!

Kalau ia mempunyai otot yang banyak, dapat diastikan kalau kekuatannya berkali-kali lipat lebih besar. Lalu kalau terlalu berat, kemungkinan besar ia tidaklah lincah. Sebagai rival, Denis pasti menguasai hal yang tidak dapat di kuasai oleh lelaki ini. Baiklah, aku hanya tinggal berpasrah pada keadaan. Aku kembali memasang kuda-kuda dengan kaki kanan yang di belakang.

"Sepertinya kau sudah mulai siap ya?" tanya lelaki itu dengan senyuman miring.

"Yah, entah bagaimana jadinya," kataku sambil menaikan bahu sembari tertawa ragu dengan pelan.

Aku menarik dan menghembuskan nafasku pelan sembari memejamkan mata. Oke, berpikir sudah selesai, waktunya praktek. Aku mulai melayangkan kepalan ke wajahnya tetapi hal yang tidak aku sangka adalah telapak tangannya yang menahan kepalan tanganku. Dengan gampangnya ia melemparku ke samping. Dengan cepat aku memutarkan tubuh dan mendarat dengan posisi mirip seperti jongkok dengan ujung kedua kakiku yang menahan gesekan.

"Terlalu gampang di baca," kata lelaki itu.

"Lan, apa kau tidak apa-apa?" tanya Asha di sebelahku.

Nggak bisa berhenti. Aku ... nggak bisa berhenti tersenyum, bahkan saat aku menatap lelaki di depanku. Ia sedikit kaget lalu kembali tersenyum. Kedua kakiku mengambil ancang-ancang lari lalu berlari kencang ke arahnya dengan kedua lenganku yang mengarah ke depan. Ia berbalik ke arahku lalu menahan kedua tanganku.

Langsung saja aku mencengkram dua tangan yang menahanku lalu melompat dan berputar. Dengan tenaga lelaki itu yang dia lakukan karena refleks aku berhasil berputar ke belakangnya. Aku menekuk kedua kakiku ke depan saat berputar di atas. Saat pandangan di depanku sudah menjadi punggung aku langsung menendang punggung itu dengan kakiku sekeras-kerasnya sembari melepas genggamanku.

Lelaki itu melangkah ke depan seakan-akan ingin jatuh tetapi akhirnya ia bisa kembali berdiri tegak lalu melihat ke arahku. "Itu hebat sekali. Aku tidak menyangka kau akan melakukan hal itu," katanya semangat.

Sedangkan aku terjatuh dengan pantatku yang terjatuh terlebih dahulu. "Begitukah?" tanyaku sambil menggosok sedikit bagian sakit dan berusaha tidak terlalu terlihat kesakitan.

"Tentu saja, tadi itu hebat sekali," kata lelaki itu sambil mengulurkan tangannya.

Aku tertawa kecil lalu menerima uluran tangannya. Ia menarikku sampai berdiri dengan baik. Diluar dugaan ia menarikku dengan lembut, bukan kasar karena kekuatannya.

"Permainan yang bagus," katanya dengan senyuman lebar.

"Permainan yang bagus juga," kataku sambil tertawa pelan.

Setelah itu ia pergi sambil melambai. Aku membalas lambaiannya dengan senyuman. Setelah itu aku baru bisa menghela nafas lega. Pemanasan untuk hari ini seharusnya sudah lebih dari cukup. Mataku mencari Asha di sekelilingku.

"Bagaimana dengan latihan kita?" tanyaku setelah mendekati Asha yang membatu di tempatnya.

"Tentu saja. Ajari aku," kata Asha sambil menunjukkan jempolnya.

"Kebalik! Kebalik oi!" seruku cepat.

"Habisnya kau terlihat lebih jago dari padaku. Apalagi saat kekalahanmu yang pertama terlihat bahwa kau senang," kata Asha yang seakan-akan memajukan bibirnya.

"Aku lemah di kekuatan. Tak mau tau lagi, kau harus ajari aku karena kau sudah menerima dari awal," kataku kesal. "Sebagai gantinya, saat kita duel aku akan memakai jurus baru. Bagaimana?" tanyaku sambil melipat kedua tanganku di depan dada.

"Setuju!" kata Asha dengan ekor yang bergoyang ke kiri dan kanan cepat.

Setelah itu aku berlatih kekuatan tanganku dengan cara mengangkat beban dan mengayunkan tangan dengan beban yang kata Asha tidak terlalu berat. Asha meminjamkan kain khusus yang dililitkan ke tangan, kain ini mengingatkanku pada petinju tanpa sarung tangan tinju.

Pulangnya Asha kembali mengajakku berlari sambil melewati rintangan. Kedua tanganku seperti tidak aku rasakan lagi karena terlalu leyanSesampainya di rumah, Asha tidak sampai masuk karena katanya ia mempunyai keperluan lain. Jadi aku masuk dengan perasaan yang sangat lelah.

"Selamat datang kembali Lan, masakanya sudah hampir selesai," kata Ardeys dengan penuh senyuman.

"Terima kasih Ardeys," kataku dengan senyuman yang aku paksakan bersemangat.

Aku menatap Ardeys yang memunggungiku. Sebenarnya mataku melihat ke arah ekornya yang bergoyang pelan.

Author POV

"Um, Lan, apa yang kau lakukan?" tanya Ardeys kaget dengan wajahnya yang merah merona.

"Menghibur diri," kata Lan yang sepertinya larut dengan kegiatannya.

"Tetapi, kau itu perempuan," kata Ardeys yang menahan sesuatu.

Tangan Lan berhenti mengelus ekor Ardyes. Pikirannya mengatakan kalau ia melakukan pelecehan. "A-aku akan mencari Koni," kata Lan yang menjauhkan dirinya dari ekor lembut Ardeys.

Diam-diam Ardeys menghembuskan nafas pelan saat Lan pergi ke ruangan lain. Koni menggerakkan telinganya, menyadari Lan sedang mendekat ke arahnya.

"Koni~" panggil Lan yang dibalas oleh Koni dengan melompat ke arahnya. Lan memeluknya lalu mengelusnya pelan. "Bulu lembut itu yang terbaik," kata Lan bahagia.

"Kenapa kau tidak memintanya untuk membesarkan ukuran?" tanya Razor yang mendekati mereka.

"Kau bisa Koni?" tanya Lan yang menatap Koni dan dibalas anggukan oleh yang ditanya.

....

"Lan? Kau di mana? Makan malam sudah .... " Ardeys menatap Lan yang tertidur, bersandar pada Koni yang ukurannya seperti singa.

"Kau tidak terkejut?" tanya Razor yang mendekatinya.

"Ini siapa?" tanya Ardeys yang menunjuk Koni.

"Siapa lagi selain Koni?" tanya Razor yang tertawa pelan.

Ardeys mengangguk lalu beranjak untuk mengambil selimut dan menyelimuti Lan yang tertidur pulas. "Sepertinya ia sangat kelelahan," bisik Ardeys sambil tersenyum.

"Kau seperti ... ibunya."

"Apa?!" seru Ardeys yang masih berbisik.

"Kalau gitu istrinya."

"Kenapa semua mengatakan seperti itu?" tanya Ardeys kesal.

"Karena kau melakukan apa yang dilakukan manusia betina."

Ardeys yang kesal baru membuka mulutnya tetapi Lan menggumam kecil dalam tidurnya sambil bergerak sedikit. 

"Imutnya."

"Nak, matamu bermasalah?" tanya Razor tak percaya.

"Sudahlah. Aku akan kembali ke depan dan menyiapkan makanan untuk Keya," bisik Ardeys sambil berdiri lalu beranjak keluar dari ruangan itu.

Razor menatap Lan yang masih tertidur pulas. "Nak, semoga kau bisa kuat membawa takdirmu di dunia ini."

.
.
.
.
.
.

-(13/09/2019)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro