29. Hari-hari Berlalu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Beberapa hari kemudian. Aku dan Zale berhadap-hadapan dengan pedang kayu di masing-masing kami. Zale mulai melangkah dan aku juga melangkah, mempertahankan jarak kami. Tiba-tiba saja Zale melompat maju. Aku juga memilih untuk melangkah maju tetapi aku tersenyum sinis sebelum akhirnya memilih untuk melangkah ke samping.

Karena pandangan mataku yang selalu melihat ke arah Zale, aku bisa melihat ekspresi wajahnya yang kaget. Dengan cepat aku melayangkan pedangku ke arah Zale yang bisa di tahan dengan cepat juga.

Kami sama-sama membetulkan posisi sebelum akhirnya Zale kembali menyerang. Aku memilih untuk menghindar sekaligus mengarahkan pedang kayu ke arah Zale yang dapat di hindari dengan mulus juga. Zale melompat ke belakang, begitu juga denganku.

Melihat lengkungan senyum di wajah Zale membuatku juga ikut tersenyum. Zale kembali maju ke depan dan aku kembali bersiap dengan memikirkan serangan selanjutnya. Kedua pedang kami saling beradu untuk menyerang dan mempertahankan. Ide licik muncul di kepalaku.

Aku memilih untuk memiringkan pedang, dengan begitu pedang Zale turun ke arah ujung pedang yang satu. Terlihat Zale cepat-cepat memperbaiki posisi tubuhnya tetapi ia tidak melihat kakiku di bawah. Sebelah kakiku yang tidak menjadi tumpuan aku pakai untuk menendang salah satu kaki Zale hingga ia kehilangan keseimbangan dan jatuh.

"Haha... aku menyerah," kata Zale dengan senyuman.

"Sudah?! Secepat itu?!" tanyaku bingung dengan tangan yang aku ulurkan untuk membantunya berdiri.

Zale menerima uluran tanganku. "Dari awal aku sudah merasakan kamu itu hebat Lan. Ditambah aku tidak bisa melawan wanita," kata Zale yang tersipu kecil.

Aku menghela nafasku pasrah. "Aku anggap itu keringanan dari guru ke murid pemula," kataku yang sebenarnya sedikit kesal karena aku di remehkan hanya karena aku wanita.

"Iya, pemula yang baru belajar tiga hari sudah menguasai sebagian besar teknik pedang. Aku sampai berpikir apa lagi yang perlu aku ajari," kata Zale yang kembali tertawa.

"Wah aku merasa sudah berkali-kali mendengar hal itu," kataku malas.

"Memang tidak diragukan lagi kamu itu penyelamat dunia dengan kekuatan yang seperti itu," kata Zale dengan senyuman yang belum luntur.

Aku terdiam sejenak memikirkan apa yang dikatakan oleh Zale. "Rasanya kebalik deh." Perkataanku membuat senyuman tulus tadi menghilang perlahan. "Kalau aku yang dulu sih dipastikan mati yang paling pertama kalau di serang zombie," kataku dengan gaya mengingat.

"Apa?" tanya Zale dengan ekspresi kaget.

"Sebelum mempunyai avra tentunya." dan sebelum datang ke sini. "Jadi ekspresi khawatir, kaget atau tidak percaya itu boleh disingkirkan," kataku dengan senyuman.

Zale menatapku dalam diam sebelum memejamkan matanya beberapa detik. "Baiklah aku mengerti." Aku balas perkataannya dengan senyuman.

"Kak Lan!!" seru Cornel dari dalam istana, berlari kecil ke arahku. "Waktunya makan siang," kata Cornel dengan senyuman lebar, seakan-akan menghapus semua rasa lelahku.

"Baik, terima kasih Cornel sudah mengingatkan," kataku dengan senyuman gemas.

"Kon!" Koni tiba-tiba muncul di atas kepala Cornel. Aku mengelusnya gemas. Memang aku yang meminta kepadanya jangan mendekatiku setelah aku latihan, karena keringatku bisa membuat bulu-bulunya menjadi lengket.

Aku memilih untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum akhirnya ke ruang makan. Ratu Khaera memaksa memberikanku pakaian a.k.a gaun berat yang berlapis-lapis. Setelah bernegosiasi, aku diijinkan untuk menggunakan baju yang paling simpel dan sederhana walau hiasannya cukup meleset dari kata sederhana. Koni berdiri ceria di atas kasur setelah aku selesai berpakaian dengan di bantu dua orang maid.

"Ayo, kita ke ruang makan," ajakku. Koni melompat turun dan berjalan di sampingku dengan ukuran yang sedikit di besarkan. "Kenapa? Apa jangan-jangan kamu berjaga-jaga kalau aku ambruk?" tanyaku dengan senyuman jail.

Koni mengangguk tegas yang membuatku tertawa.

"Terima kasih atas perhatianmu, tetapi aku tidak akan ambruk kok. Sudahlah, ayo kita jalan," kataku sembari mulai beranjak dari tempatku. Kedua maid menunduk hormat saat aku melangkah keluar dari kamar.

....

"Selamat siang semuanya," kataku setelah melihat beberapa orang duduk di depan meja dari balik pintu.

"Selamat siang juga Lan," sapa Ratu Khaera dengan senyuman. Cornel tersenyum lebar ke arahku sedangkan Ana hanya melirikku.

Aku berjalan ke kursi di seberang Ana dan Cornel. Koni berjalan di sampingku seakan menuntun tanpa memegangku sampai di kursi.

"Koni memakai ukuran besar?" tanya Ratu Khaera melihat ke arah Koni yang kini duduk manis di sebelah kursiku.

"Iya, entah mengapa hari ini ia menjadi protektif sekali," kataku dengan tawa kecil melihat Koni yang disajikan makanan di atas piring di depannya. Mataku melihat Ratu Khaera yang menatapku bingung. "Oh maksudku ia menjadi terlalu khawatir."

Setelah Ratu Khaera mengangguk, kami mulai makan. Biasanya kami membiarkan Ratu Khaera mulai makan terlebih dahulu sebelum akhirnya kami mulai makan dan Koni akan makan setelah aku mulai makan. Lucu bukan?

"Lan, mau dengar sesuatu yang menarik?" tanya Amroth saat aku baru saja selesai makan.

"Sesuatu yang menarik?" ulangku bingung.

Amroth mengangguk dengan senyuman yang mencurigakan. "Aku tunggu di pohon itu," katanya lalu menghilang bagai hantu.

Aku sempat terdiam sejenak. Kira-kira apa yang menurut beliau sesuatu yang menarik itu?

"Sesuatu yang menarik ya?" Ana tiba-tiba berada di sebelahku yang membuat jantungku hampir lepas dari tempatnya. "Memangnya apa sesuatu yang menarik itu?" tanya Ana melihat ke arahku.

Aku menghela nafas perlahan untuk menenangkan diriku yang kaget. "Jangan tanya aku yang sama penasarannya denganmu."

"Oh iya Lan," panggil Ratu Khaera yang sepertinya sebelumnya sedang berjalan menuju pintu keluar. "Ingat, kamu sedang memakai gaun."

"Oh iya." Sepertinya ia sadar aku akan melompat dari jendela. Setelah Ratu Khaera keluar dari ruang makan, aku dan Koni berjalan menuju ke halaman. Padahal aku ingin mengambil jalur pintas tetapi dikekang oleh gaun ini.

Sesampainya di pohon oren, aku bisa melihat Amroth yang menikmati pemandangan di depannya. "Bagaimana latihanmu selama ini?" tanya Amroth yang melirik ke arahku.

"Menarik! Hanya saja selain aku dibiarkan menang terlalu cepat," kataku sembari menghembuskan nafas pasrah. "Padahal di komik-komik duel pedang itu epic banget," kataku pelan.

"Apa?"

"Tidak bukan apa-apa. Lalu, apa sesuatu yang menarik itu?" tanyaku yang ikut berdiri di sebelahnya.

Amroth mengubah arah tubuhnya ke depanku. "Apa kamu tahu bagaimana cara kamu terpilih?" tanya Amroth yang membuatku melihat ke arahnya dengan kaget.

"Jadi aku dipilih? Kenapa? Bagaimana caranya?" tanyaku yang berjalan mendekat ke arah Amroth.

"Yang masuk ke dalam daftar bukan hanya kamu seorang loh. Ada ratusan orang yang masuk di dalam daftar," jelas Amroth setelah mundur sedikit.

"Ratusan?" Jadi ingat iklan aja. "Semuanya dari dunia yang sama seperti aku?" tanyaku kembali.

Mata Amroth melihat ke sekeliling seperti sedang berpikir. "Tidak. Semuanya berasal dari berbagai tempat, walau ada beberapa berasal dari tempat yang sama," jelas Amroth setelah terdiam beberapa detik.

"Trus ... kenapa aku yang terpilih? Dan siapa yang memilih?" tanyaku lagi.

"Banyak sekali yang membuatmu penasaran ya," kata Amroth dengan senyuman jail.

"Tentu saja! Aku butuh penjelasan!" kataku sembari menatap Amroth kesal.

"Hoho, jadi kamu bukanlah gadis kecil yang menerima semuanya dengan lapang dada lalu semangat melakukan tugasmu?" tanya Amroth dengan senyuman jail yang semakin besar.

"Hei! Sudah aku bilang, kalau bisa nih ya aku mau lari menjauh dari semua ini. Tetapi udah di kasih tanggung jawab duluan," kataku kesal.

Amroth tertawa kecil. "Pemilihan dilakukan oleh semua wakil ras di dunia ini dan pemilihan di lakukan berkali-kali sampai menemukan yang lebih bagus," jelas Amroth. "Sampai akhirnya kamu yang terpilih di dalamnya."

"Aneh padahal aku tuh pengecut dan bukan seseorang yang paling baik," sindirku pelan.

"Sebagian besar mereka memilihmu setelah mendengar pendapat yang lain," lanjut Amroth yang membuatku ingin bersembunyi di balik bulu-bulu halus Koni. "Kecuali aku."

.
.
.
.

-(09/02/2021)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro