34. Tempat Latihan Elf

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lan POV

Esok paginya aku dan Zale berjalan menuju tempat latihan para Elf. Setelah berhasil membujuk kakek, kami diizinkan untuk berlatih. Kakek menasehatiku kalau sudah mulai lelah karena apa yang telah aku lakukan sebelumnya, tapi aku juga sudah banyak tidur sebelumnya.

"Loh Lan?" Aku menoleh dan melihat seorang Elf yang tidak aku ketahui namanya. "Namaku Nirion, kakak Rose. Sebelum ini aku belum sempat mengenalkan diri," kata Nirion dengan senyuman.

"Salam kenal," kataku dengan senyuman. Aku bisa melihat Zale menunduk kecil.

"Lalu kenapa kalian datang ke sini? Cari Eras?" tanya Nirion bingung.

"Eras ada di sini? Tapi kita nggak lagi cari Eras kok. Cuman mau latihan aja," jelasku.

"Baiklah, kalian tahu arahnya?" Aku menggeleng karena memang tidak banyak berkeliling. "Kalau begitu aku antar," tawar Nirion dengan senyuman.

Tak lama kami sampai di suatu lapangan yang sebenarnya berada di pinggir pemungkiman Elf. Aku bahkan baru tahu ada tempat ini. Terlihat para lelaki Elf yang membuat kelompoknya sendiri. Apa ini berdasarkan kelompok yang saat itu diumumkan?

"Nirion! Kamu datang bersama Lan dan Zale?" tanya Elf lainnya yang mendekati kami.

"Wah bahkan kamu diingat," bisikku sambil menyikut Zale.

"Tentu saja, aku ini susah dilupakan," bisik Zale dengan nada jail.

"Jadi ada apa Lan? Mau bertemu Eras?" tanya Elf tadi. Kenapa sih semuanya berpikir aku mau bertemu Eras?

Tak sengaja aku dan Eras bertemu tatap. "Nggak kok, aku ke sini mau berlatih pedang dengan Zale. Kenapa berpikir aku mau bertemu Eras?" Padahal kalau dipikir-pikir aku tidak dekat banget dengan Eras.

"Soalnya Eras itu langsung sedih setelah kamu — AW!" Aku melihat Eras yang memukul seseorang yang di depanku menggunakan sejenis pedang dari rumput kering.

"Kenapa kamu ke sini? Arah kelas untuk anak cewek bukan di sini," kata Eras dengan ekspresi kesal.

"Karena aku tidak sedang ingin mempelajari medis dulu. Aku mau berlatih pedang dengan Zale," jelasku.

"Kenapa kamu mau berlatih pedang?" tanya Eras.

"Heh, kemarin sudah di tolong malah sekarang tanya kek gitu. Nggak salah apa ya?" tanyaku kesal. "Jelas-jelas kemarin sudah ditolongin," gerutuku kesal.

"Tetapi kamu juga sudah ditolongin," tambah Eras.

"Eh iya juga." Aku hampir lupa mengenai itu.

"Mau bagaimana lagi, pada saat itu Lan baru saja mendapatkan avra jadi belum bisa mengendalikannya dengan baik. Ditambah perjalanan panjang tanpa berhenti," kata Zale yang berdiri di antara aku dan Eras.

"Itu artinya Koni yang paling capek dong?" tanyaku sambil melihat Koni yang dari tadi diam di salah satu pundakku. Perkataanku tidak dibalas tetapi terlihat suasana yang tidak menyenangkan. "Sudahlah, ayo kita berlatih Zale," kataku sambil menarik bajunya ke arah yang kosong.

Untungnya Zale mau nurut jadi masalah tidak menjadi lebih panjang. Aku dan Zale kini berhadap-hadapan. "Apa kamu mau menggunakan avra?" tanya Zale saat kami berdua telah siap dengan kuda-kuda.

"Mungkin aku akan pakai sedikit," kataku sambil tertawa kecil.

"Siap?" Nirion tiba-tiba menjadi wasit diantara kami. "Mulai!"

Aku dan Zale saling berlari maju. Aku menyerang pundak Zale tetapi berhasil ditangkis olehnya. Zale menyerang bagian lenganku dan juga berhasil aku tangkis. Kaki aku gerakkan untuk menyenggol Zale dari samping agar ia terjatuh, memberiku kesempatan menyerangnya. Dengan cepat Zale memakai tangannya untuk menumpu tubuhnya dan bisa kembali berdiri. Melihat perpindahan posisinya, aku kembali mengayunkan pedangku ke arahnya.

Zale berhasil menahan pedangku tetapi ia juga melompat mundur beberapa kali. Kami kembali beradu pedang, sampai bunyi yang dihasilkan kedua pedang kayu terdengar nyaring. Aku melayangkan pedang ke arah pinggang Zale dan berhasil ia tahan, kami terdiam sejenak dalam keadaan itu.

"Tidak menggunakan avra merah?" tanya Zale dengan wajah jail.

"Belum saatnya," kataku dengan tawa. Dengan cepat aku mengayunkan kembali pedangku dengan arah yang sama. Sebenarnya itu hanyalah pengecoh, aku langsung memutar arah pedang dan menuju ke arah leher Zale.

Zale terlihat terdiam sebelum ia tersenyum. "Aku kalah." Seketika terdengar sorakan.

"Kalah tapi senyum, bagaimana itu?" tanyaku dengan nada jail. "Terus kalian nggak latihan gitu?" tanyaku melihat ke para lelaki Elf yang tadi bersorak dengan keras.

"Tontonan menarik tidak boleh dilewati," kata Gilbert yang berjalan mendekati aku dan Zale. "Kamu sudah berkembang dengan cepat ya Lan," tambahnya.

"Sebenarnya kurang puas sih, aku ingin berlatih menggunakan tongkat juga. Sudah lama tidak berlatih menggunakan senjata," kataku sambil melihat pedang kayu yang ada di tanganku.

"Kalau begitu tolong lawan aku," kata Nirion semangat.

"Oke, mohon bantuannya," kataku sambil menukar pedang kayu dengan tongkat dari tas Gilbert yang masih aku bawa-bawa.

Setelah beberapa saat, aku sudah melawan sebagian dari para elf yang ada di sini. Aku tiduran di tanah dan Koni menjadi bantal. "Aku berhuntang memandikanmu ya Koni," kataku sambil mengelus bulu halus Koni.

"Kon?"

"Aku sudah membuatmu kotor, jadi aku harus bertanggung jawab. Apalagi keringatku malah bikin nempel," kataku sambil melepas beberapa bulu mati Koni di lenganku.

"Seorang perempuan tidak seharusnya tidur di sana," kata Gilbert yang berjalan mendekatiku.

"Aku cewe?" tanyaku cepat.

"Kalau bukan, pasti Ratu Khaera tidak akan berpikiran untuk menikahkan kita," kata Zale dengan senyuman sinis.

"Ah! Memori itu! Aku tidak ingin mengingatnya!" seruku sambil menutupi wajah dengan salah satu ekor Koni.

"Lan sudah menikah?!" tanya Nirion kaget.

"Gak, aku menolaknya," ucapku sedikit kesal dan masih memeluk ekor Koni.

"Sabar ya Zale," kata Nirion yang menepuk pundak Zale sambil tertawa.

"Tetapi kenapa kalian mau dinikahkan?" tanya Gilbert.

"Petunjuknya adalah .... adayangpunyahalyangtidakadahinggadiinginkan," kataku tanpa jeda sembari perlahan menutupi mulutku dengan ekor Koni.

"Avra." Aku mengangguk, membalas jawaban Gilbert. "Tentu saja itu adalah senjata mematikan dan semuanya menginginkannya."

"Betul, semuanya jadi ingin avraku bukan akunya," gerutuku kesal.

"Tidak juga." Pandanganku melihat ke arah Zale yang berbalik jadi aku tidak bisa melihat wajahnya.

Aku melihat Gilbert yang tersenyum penuh arti melihat ke arah Zale lalu ke arah Eras bergantian. Walau bingung aku memilih diam saja.

"Ngomong-ngomong, Rose tadi mengatakan sudah membuat beberapa baju untukmu. Aku rasa ini sudah waktu yang pas mengatakan hal ini," kata Nirion dengan tawa pelan.

"Woah, baju baru lagi? Rose memang sangat menyukai membuat baju ya," kataku diselingi tawa.

"Itu benar, mungkin ada baiknya kamu sengaja bertemu dengan Rose nanti?" usul Nirion.

"Ide bagus! Kalau selesainya masih sama, seharusnya Rose belum keluar. Kalau begitu aku pergi dulu. Bagaimana Dengamu Zale?" tanyaku.

Zale melihat sekelilingnya, atau boleh aku katakan ke arah Eras? "Aku akan diam di sini sebentar. Nanti aku akan menyusul," kata Zale yang aku balas anggukan.

Aku beranjak dari tempat itu dan melambai kepada mereka yang ada di belakangku. Mataku melihat ke arah Koni yang mulai terlihat penuh dengan debu karena bulu putihnya sudah mulai terganti dengan warna tanah. Sepertinya aku harus menyiapkan sikat juga untuknya, mengingat tadi banyak bulu-bulu mati dari Koni.

Sesampainya aku di dekat kelas yang dulu pernah aku masuki, mereka yang di dalam baru saja keluar. Ada bagusnya aku tidak mengulur waktu lebih lama. Beberapa elf menyapaku dengan senyuman dan aku balas demikian.

"Rose!" panggilku setelah menemukan sosok yang aku cari.

"Lan!" Rose berlari mendekatiku dengan sebuah kantung kain di tangannya. "Aku kira kamu akan kembai ke kelas hari ini," omel Rose.

Aku tertawa pelan. "Maaf, hari ini aku lebih ingin meningkatkan skill bela diri."

"Karena punya avra kamu jadi tidak lagi peduli untuk belajar medis," gerutu Rose yang aku balas dengan tawa karena memang itu yang benar-benar terjadi. "Oh iya, ini baju untukmu," kata Rose yang menyerahkan kantung kain.

"Aku memang diberi tahu Nirion kalo Rose bikin baju buatku, tapi .... " Aku terdiam melihat baju-baju yang ada di kantung yang aku buka sedikit. "Banyak banget," kataku dengan tawa gugup.

"Di rumah masih banyak kok," kata Rose dengan senyuman yang membuatku terdiam. "Ini beberapa yang aku pikir sudah berhasil dan kalau ukuran tubuhmu masih sama." Rose melihatku dari bawah sampai atas.

"Aku tidak pernah ngukur sih, cuman baju lamamu masih bisa aku pakai," kataku. Ya, walau terakhir kali aku memakai baju pembarian Ratu Khaera si.

"Lan!!" Aku melihat ke belakang dan terlihat dua sampai tiga lelaki elf yang berlari mendekatiku. "Ada yang datang mencarimu!" lanjut salah satu dari mereka.

.
.
.
.
.
.

-(23/03/2021)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro