Part-46

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Diraihnya benda pipih yang berada didalam saku celananya. Orang yang harus ia tanya-tanya untuk masalah ini adalah JIMIN.

Tersambung.

"Halo, Jimin. Bisakah aku ber--"

"Aku tidak bisa menemuimu di club. Mina sudah melarangku untuk minum-minum atau sejenisnya. Jadi maaf dan aku--"

"Aku hanya ingin bertanya! Bukan mau mengajakmu minum, Jimin..." kesalnya.

"Apa? Cepat tanyakan"

"Siapa yang mengantarku ke apartemen waktu itu? Apa kau?" Tanyanya.

Terdengar tawa dari seberang. "Kau ini pikun atau apa sih? Ya, Istrimulah yang mengantarmu sebab aku tidak bisa melakukannya, jadi aku telepon dia menggunakan ponselmu dan menyuruhnya menjemputmu diclub"

"Kau tidak bercandakan? Aku serius?"

"Yak! Siapa juga yang mengajakmu bercanda! Kalau tidak percaya, tanyakan saja Bartendermu itu" balasnya.

"Terima kasih dan aku tutup dulu" tanpa mendengar Jimin berucap, ia langsung saja mematikan sambungan teleponnya.

Mendengar penuturan darinya, membuat ingatannya terputar dimana ia memasukkan dalam satu hentakkan dan saat ia bangun terdapat darah diseprei.

"Kenapa aku baru mengingatnya?!" Frustasinya. Dengan terburu-buru, ia meninggalkan Club dan memacu mobilnya dengan kecepatan penuh.

"Taehyung pasti tahu segalanya? Tapi kenapa ia menyembunyikannya?" Ia menggigiti kukunya pertanda ia takut. Takut akan kehilangan yang sangat berharga untuknya.

Tidak lama, ia sudah sampai dikediamannya. Ia harus menanyakan sesuatu kepada Taehyung. Jungkook merasa bersalah saat memberi pukulan keras kepada kakaknya itu.

"Bi, Taehyung dimana?" Tanyanya pada Pelayan rumahnya.

"Tuan muda Taehyung ada di lantai dua, bersama dengan Nona Tzuyu," jawabnya.

"Tzuyu?" Pelayan itu mengangguk.

Jungkook hanya bingung ditambah penasaran, sebab kenapa wanita ular itu tidak pulang kerumahnya? Dan ada hubungan apa, Taehyung dengan Tzuyu? Yang ia ketahui, Taehyung tidak dekat dengan wanita itu.

Ia melenggang pergi kelantai 2. Dilihatnya dua orang yang sedang berbincang-bincang dengan serius dibagian balkon.

"Lihat! Aku bisa melakukannya sendiri dan itupun tanpa bantuanmu" Ucap seorang wanita yang pastinya itu ialah Tzuyu.

"Sudah kuduga! Kau yang merencanakannya. Dasar wanita licik" Umpat lawan bicaranya, Taehyung.

"Rencana? Sepertinya aku akan mendengarkannya secara diam-diam" batinnya yang bersembunyi dibalik lemari.

"Makanya jaga pernah mengingkar janji pada seorang Chou! Lihat! Bersamanya saja kau sudah tidak bisa, bagaimana untuk menjaganya?" Smirknya. "Ternyata menyingkirkan musuh sangatlah muda, sebut saja Rose" lanjutnya.

"Jangan bilang kau yang menabraknya, Nona Chou" Gerutu Taehyung. Emosinya mulai terpancing sedari tadi dikarenakan ucapan yang terlontar dari mulutnya.

"Menurutmu?" Santainya.

Taehyung mendorong tubuh Tzuyu ke dinding. "Jangan pikir kau wanita, aku tidak akan melawanmu begitu?" Ia menonjok dinding. "Kau benar-benar wanita licik! Kenapa kau membunuh Sepupu kesayanganku, hah?" Kemarahan demi kemarahan ia keluarkan. Chou Tzuyu benar-benar sudah meruntuhkan dinding penahan emosinya.

Bukannya takut atau apa, ia malah mendorong tubuh Taehyung untuk menjauh dari dirinya. Menatapnya dengan datar tanpa ekspresi. "Pergi kekuburannya dan tanyakan kenapa aku membunuhnya? Jujur, aku juga bahkan bisa melenyapkanmu jika kau menjadi boomerang untuk diriku sendiri" jawabnya.

Prok! Prok! Prok!

Suara tepukan tangan yang nyaring membuat keduanya menoleh untuk mencari kepemilikan tepuk tangan itu.

"Jadi, Chou Tzuyulah yang telah membunuh Park Chaeyoung serta merencanakan ini semua? Wow, I do not really think this all" tatapan penuh amarah dan kekesalan begitu sangat jelas terpancar disorot mata seorang Kim Jungkook.

"J-Ju-ngk-kook?!" Terlihat dengan jelas raut ketakutan diwajahnya yang polos itu.

Dilangkahkan kakinya dengan perasaan campur aduk. "Kau memang mengharapkan siapa, Nona?"

"A-aku, K-akau salah dengar! Tadi it--"

Jungkook tersenyum. "KENAPA KAU MELAKUKAN INI SEMUA PADAKU DAN KELUARGAKU?!" Suaranya kian meninggi membuat semua orang bergidik takut.

Tzuyu menggeleng kepalanya dengan bercucuran air mata. "Aku mencintaimu, Jungkook" isaknya.

"Cih! Kau bilang cintai?" Decihnya. "Tunggu, sepertinya kau salah mengartikan cinta! Jujur, aku tidak mencintaimu dan beberapa waktu yang kulakukan bersamamu itu, hanya sekedar acting yang kubuat untuk memberimu sedikit pelajaran. Paham?!" Jelasnya.

"Jadi, kau tidak?" Ujar Taehyung. Jungkook melangkahkan kakinya mendekat kearah Taehyung dan menepuk pundaknya.

"Tentu. Aku tidak mungkin mencintai wanita dimana ia hanya menginginkan segalanya dengan melakukan berbagai cara" jawabnya.

Tzuyu yang tadinya terisak kini tertawa bercampur isakkan. "Kenapa kau sangat jahat, Jungkook!"

"Kau yang jahat sebab membunuh Rose dan memisahkanku dengan keluarga kecilku. Kau seharusnya mengenal kata malu, Nona Chou! Aku akan melaporkanmu kepihak berwajib" Jungkook melangkahkan kakinya keluar dari ruangan sambil menyeret tangan Tzuyu dan kali ini ia bermohon-mohon untuk tidak dilaporkan kepada polisi.

"Jungkook hiks...aku mohon! Jangan melaporkanku! Aku mencintaimu..." isaknya yang tidak ditanggapi oleh Jungkook sedikit pun.

"Jungkook!" Ia berusaha melepaskan diri dari cekatan tangan Jungkook dan berhasil. Sehingga ia langsung berlari untuk kabur. Tetapi, Hal yang ia lakukan malah membuatnya tersandung sehingga ia jatuh dan berguling dari lantai atas yang menghubungkan kelantai dasar.

"Akhhhhhhhh!"

"TZUYU!" Serempak Jungkook dan Taehyung.

Jungkook dan Taehyung kemudian menuruni anak tangga untuk melihat keadaannya.

Wajah penuh darah akibat kepalanya terbentur dan terkena besi yang runcing. Darah terus mengalir dan tubuhnya seperti sangat susah untuk digerakkan. Bahkan berbicara pun, suaranya seperti tercekik. Dilihat dua orang yang menghampirinya sambil menelepon Ambulance. Matanya menitikkan air mata sebab begitu banyak yang ia lakukan untuk semuanya. Ia tahu, kebenaran akan terus berjaya dan ia sudah terima jika takdir akan merenggutnya.

Pandangannya seketika menggelap. Manik mata indahnya kini berganti. Taehyung yang sudah sampai, langsung memeriksa denyut nadi yang dipergelangan tangan dan hidungnya apakah masih bernapas atau tidak.

"Jungkook. Dia sudah meninggal..."

●○●

"Jihyo, cepatlah! Aku tidak ingin ketinggalan kereta" teriaknya yang memekik telinga Jihyo.

"Kita akan naik kereta ke Hongkong?" Tanya Jihyo yang masih sempatnya mengkritik ucapan Chan.

"Bukan, maksudku kita akan ketinggalan pesawat" ujarnya.

"Tunggu!" Ia menyeret kopernya keluar dari Apartemen ini. Nampak Chan yang sudah menunggu sangat lama.

"Memangnya kapan pesawatnya akan lepas landas?" Tanya Jihyo.

"Dua puluh menit lagi. Cepatlah!" Ia mengambil alih koper Jihyo sehingga koper itu berpindah ketangan Chan.

Jihyo hanya pasrah dengan sifat Chan. Menurut dan mengekori yang hanya bisa ia lakukan.

Lima belas menit, mereka sampai di Bandara International Incheon. Dengan tergesa-gesa Chan menuntun Jihyo untuk memasuki Bandara.

"Kenapa? Apa kau melupakan sesuatu? Ayolah Park Jihyo" Ujar Chan saat Jihyo tiba-tiba berhenti.

Jihyo mengibas-ngibaskan tangannya untuk menghalau titik-titik air membasahi pipinya. "Tidak, aku baik-baik saja" Ucapnya.

"Kalau tidak bisa Ke Hongkong? Tidak masalah--"

"Aku akan pergi! Aku mungkin sedikit emosional. Efek kehamilan" ucapnya.

"Kau tidak bohongkan?" Jihyo menggeleng.

"Yasudah, sekarang kita pergi" Ucap Chan.

"Selamat tinggal Seoul!"


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro