PROLOG

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku masih memandang dirinya dari kejauhan. Hari ini, ia tampak cantik mengenakan gaun model baby doll tanpa lengan yang menampakan kulit putih mulusnya. Rambut hitamnya berayun mengikuti langkah kakinya. Ia tampak cantik saat mengikat mahkotanya dengan bentuk kuncir kuda, karena cuaca saat ini cukup panas. Sesekali ia mengelap peluh di dahi dengan punggung tangannya.

Siang ini jalanan tampak lenggang dari orang yang berlalu-lalang berjalan di sepanjang trotoar pertokoan di pusat kota Bandung. Hanya beberapa terlihat beberapa orang yang keluar masuk ke dalam toko atau restoran yang berjejer di sepanjang jalan ini.

Aku kembali mengikuti langkahnya dengan tetap menjaga jarak agar ia tidak menyadari kehadiranku. Entahlah, sekarang aku hampir mirip seorang stalker baginya. Namun, semua ini kulakukan karena aku … ingin melindunginya.

Ketika sampai di sebuah persimpangan, kulihat ia hendak menyebrang jalan. Akan tetapi, entah sedang melamun atau terlalu fokus pada jalan di depannya sehingga ia tidak melihat ada sebuah mobil yang melintas dari arah berlawanan. Spontan, aku segera berlari, mencoba menggapainya–menyelamatkannya.

Tidak … jangan terulang lagi.

Degup jantungku berpacu dengan waktu, dengan langkah panjang aku berhasil meraih tangannya dan menarik tubuhnya dalam pelukanku. Kami berdua terjatuh dengan keras ke trotoar beton di bawahku. Kudekap ia semakin erat. Tangan kananku melindungi kepalanya dan tangan kiriku memegang pinggangnya. Kami berdua berguling di atas trotoar dan terhenti ketika punggungku menabrak dinding sebuah toko. Perlahan, dengan hati-hati aku merenggangkan pelukanku dan bangun terduduk sambil mengangkat tubuhnya.

"Kamu nggak apa-apa?" tanyaku sembari memeriksa tubuhnya dari ujung kepala sampai kaki. Ada darah di lutut kakinya, sepertinya luka akibat terbentur trotoar tadi.

"A-aku nggak apa-apa." Ia menatapku tak berkedip. Mungkin masih syok dengan kejadian tadi.

“Lututmu terluka,” ucapku sambil mengeluarkan saputangan dari saku celana.

"Auwww...sakit!" Ia meringis saat kuseka darah di lututnya.

Pelan-pelan aku kembali membersihkan darah pada lukanya dan meniupnya lembut. Berharap dapat mengurangi rasa sakitnya. Dari sudut mataku, kulihat ia tengah menatap wajahku dalam, namun aku berusaha untuk mengabaikannya. Setelah darah di lukanya bersih, aku memberanikan diri menatapnya. Pandangan kami bertemu satu sama lain setelah sekian lama.

“ Sudah selesai, ayo berdiri! Mari kubantu!" Aku yang pertama kali memutuskan pandangan dan mengulurkan tanganku untuk membantunya berdiri.

“Ini ….” Ia memandang heran cincin di jari manisku. Cincin pernikahanku.

Aku segera menarik tanganku cepat dan menyembunyikannya di saku celanaku. 

"Apa sebelumnya kita pernah bertemu?" tanyanya penasaran. Ia meraba sebuah bandul kalung yang berada di balik pakaiannya. 

"Entahlah, mungkin saja,” jawabku asal. "Lain kali hati-hati kalau menyebrang jalan. Senang bertemu denganmu." Aku tersenyum padanya sebelum melenggang pergi meninggalkan dirinya yang masih terpaku.

*******

Huaaaaa akhirnya post juga tengah malam begindang. Maafkan daku...!
Selamat malam semua yang udah membaca post cerita baru ini. Ini adalah cerita project 100 days Challenge theWWG. So, jangan lupa ditunggu apresiasinya untuk baca, vote, coment ya.

Sebelumnya terima kasih buat para admin dan founder The WWG kak NisaAtfiatmico c2_anin deanakhmad irmaharyuni. Juga untuk para Member TheWWG dari Gen 1, 2, 3 dan 4 b. Terima kasih pula buat pembimbing kak veaaprilia yang suka di line sembarang waktu.

And esspeciality buat para Gen Rusuh di Gen 4 PenulisAbal-AbalJou-chan MosaicRile cupchocochip Choco_latte2 verbacrania achashierry bulanbiru_ Salviniamei HildaaaRosida17 Cleviya Jeon_Eun matchaholic MeAtWonderland  rahmimth rebel_hurt Shinshinayu stnurlaila unemiraille
Hwaitting kawand.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro